Lahat ng Kabanata ng Pesugihan Tumbal Nyai: Kabanata 21 - Kabanata 30
53 Kabanata
Ancaman Nyai
Kini kepalaku sangat pusing, dan isi perut seperti keluar semua. Kehamilan ini menginjak usia 5 bulan. Namun, mual-mual masih belum reda. Berbeda saat kehamilan Lisa dan Fahmi yang tidak mengalami apa-apa. Mungkin benar kata orang, jika kehamilan ketiga kadang sedikit manja. Aku memutuskan untuk istirahat. Urusan rumah dan anak-anak ditangani oleh Mas Darman, dia juga mulai terbiasa melakukan ini semua. Aku berbaring di ranjang, sedikit memijit bagian kening yang terasa berat. Mata pun sudah mulai sayu dan sulit dibuka. Mataku mulai terpejam, tapi pikiranku masih dalam keadaan sadar. Waktu tidur menjadi harapan untuk membantu mengurangi pusing dan mual. Namun, baru saja mata tertutup beberapa detik, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di tepi ranjang tepat di ujung kaki, gelitikannya sangat terasa. Refleks kaki hanya kugeser, tapi masih mengacuhkannya dan enggan membuka mata. Semakin lama indra penciumanku merasakan sesuatu yang begitu busuk, bau apa itu? Kubuka mata ini
Magbasa pa
Percobaan Pembunuhan
Hari ini perasaanku begitu gelisah. Entah mengapa hatiku selalu mencemaskan Lisa. Aku sudah berjanji untuk menyelamatkannya, tapi Bapak dan Ibu terlanjur mencegah karena mereka tak ingin melihat anaknya masuk terlalu jauh di kehidupan Pak Darman. Katanya itu terlalu berbahaya. Belum lagi kemarin kehidupanku sedikit terusik oleh sosok yang berusaha mengganggu. Entah dalam keadaan tidur, bahkan Shalat sekalipun. Sampai Bapak memanggil Kyai Ilham karena melihatku tidak sadarkan diri dan meracau tidak jelas. Saat itu aku seperti dibawa pada tempat yang begitu asing dan gelap, bukan tempat Lisa yang pernah kutemui. Namun, tempat berbeda seperti genangan lumpur di tengah hutan belantara. Untung saja bacaan ayat suci Al-Quran dari Ibu, Bapak dan Kyai Ilham bisa memberikan setitik cahaya hingga aku bisa kembali. Sejak saat itulah orang tua melarang untuk menemui keluarga Pak Darman, terutama Ibu yang terlihat menangis saat aku bangun. Aku hanya bisa menarik napas berat, mengingat kejadian
Magbasa pa
Kematian Anak Laki-laki
Aku terbangun dan merasakan nyeri di bagian leher. Mata ini menerobos seisi ruangan, ternyata sudah berada di kamarku sendiri. Terlihat Mas Darman yang duduk termenung di ujung ranjang. Tunggu, kenapa sudah berada di sini? Andi, percobaan pembunuhan Andi itu ternyata gagal. Sial! "Mas," panggilku berusaha bangkit dari tempat tidur. Dia menoleh ke arahku dan kembali membuang wajahnya seolah enggan untuk menatap. Sementara tangan ini memegangi leher yang terasa pegal dan sakit. Heran, Mas Darman tidak menyapaku sama sekali. Bahkan dia tidak bertanya mengapa istrinya pulang dalam keadaan seperti ini? Aku turun dari ranjang untuk bergegas pergi ke dapur. Tenggorokan ini terasa begitu kering. Mungkin biarkan saja Mas Darman seperti itu dulu, sepertinya ada hal yang sedang ia pikirkan. Saat keluar dari daun pintu, netra ini disuguhkan dengan mainan Fahmi yang begitu berantakan. Hanya mainannya saja, tapi ke mana anak itu? "Dek, Dedek di mana?" panggilku dengan mengarahkan pandangan ke
Magbasa pa
Perjanjian Terkutuk (Darman)
Aku berjalan ke dalam rumah dengan gontai. Langkah kakiku rasanya sudah tak pantas untuk menginjak tanah. Dalam pikiran hanya menari-nari sebuah kesalahan yang membuat keluargaku hancur. Anak laki-laki yang paling kusayangi harus menjadi korban keegoisan dan ketamakan kami. "Pak, Bu, saya izin pulang, jika kalian butuh bantuan segera hubungi saya," ucap Andi yang membuatku menoleh ke arahnya. "Masuk dulu! Saya ingin membicarakan sesuatu," kataku dengan nada lesu. Dari tatapan itu, sepertinya Andi tidak tega melihat keadaanku seperti ini. Hampa, kosong, tanpa arah dan tujuan hidup. Semuanya seolah sirna dengan kepergian Fahmi. "Baik, Pak. Saya akan temani Bapak mengobrol sebentar." Aku tersenyum lemah mendengar jawaban itu. Aku menganggukkan kepala memberi tanda agar pria itu mengikuti langkahku untuk duduk di ruang tamu. Sementara Marni terlihat tidak peduli pada keadaan suaminya sendiri. Raut kesedihan pun dengan cepat menghilang dari wajahnya, bahkan dia memilih untuk pergi ke a
Magbasa pa
Kepergian Darman
Aku memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas, begitu pun dengan milik Lisa. Semua ini terpaksa dilakukan untuk mengakhiri kehidupan kelam keluarga ini. Rencana ini harus berjalan dengan baik. Ya, semua harus diakhiri sebelum terlambat. Rasa ragu dan takut kemarin sudah kutepis dengan keyakinan bahwa diri ini harus mati dalam keadaan keluarga yang utuh, serta kembali ke jalan yang benar. Mata ini memandang Marni yang sudah tidur dengan nyenyak. Obat tidur tadi sepertinya sudah bereaksi. Aku segera mengambil tas ransel dan berlari ke luar rumah, menghampiri mobil hitam yang sudah bersiap di depan gerbang sana. "Tunggu sebentar!" ucapku pada Andi yang berdiri di depan mobilnya.Langkah kaki ini dipercepat menuju kamar Lisa. Segera kuambil tas yang sudah dipersiapkan dan membopong tubuh Lisa, dan membawanya ke arah mobil untuk pergi dari rumah ini. Ya, semua ini untuk menyelamatkannya, tak akan kubiarkan anakku menjadi korban kembali. Segera kumasukkan tubuhnya ke mobil untuk dibaringk
Magbasa pa
Dalam Hutan
Aku terperanjat saat kaki Pak Darman ditarik oleh sebuah tangan untuk masuk ke dalam rawa yang lebih gelap. Dengan sigap tanganku menarik tubuhnya sekuat tenaga. "Pak ucapkan asma Allah dan tetap istigfar!" teriakku masih menarik tubuhnya. Kekuatan yang begitu dahsyat seolah tak bisa kuhentikan. Tarikan urat di leher ini membuktikan jika saat ini aku sedang tidak bermain-main dengan ilmu biasa. Pak Darman terlihat meronta menyeimbangi tarikan itu. Dengan tekad dan keyakinan yang kuat, aku meneriakkan kalimat takbir sampai tangan itu bisa terlepas dari kaki Pak Darman. Kami segera berdiri, masih dengan mengatur nafas masing-masing. Wajah Pak Darman terlihat begitu pucat. Aku yakin jika beliau dalam keadaan takut. Bibir ini mencoba tersenyum ke arahnya sebagai tanda semua akan baik-baik saja, meskipun dalam hati ada kekhawatiran akan hal yang akan terjadi kembali. "Bapak baik-baik saja?" tanyaku memegang bahunya yang masih bergetar hebat. Wajahnya menoleh ke arah putri yang begitu di
Magbasa pa
Penyelamatan Lisa 1
Kakiku melangkah semakin jauh menembus kegelapan, sementara tangan mengibas dedaunan yang menutupi pandangan. Aku menoleh ke arah belakang, memerhatikan Pak Darman yang langkahnya kian memelan. Sayangnya ia tidak ingin dibantu untuk kali ini. Semakin menembus pepohonan yang menjulang tinggi, tanah semakin terasa basah. Aku tersenyum, tebakanku sangat tepat jika ini mendekati sungai. Suara air mulai terdengar bergemuruh, walaupun masih terasa samar. Aku segera memberi senyuman dengan hati yang luar biasa bahagia pada Pak Darman. "Pak, kita mendekati sungai," ucapku dengan antusias. "Benarkah?" tanya Pak Darman dengan napas yang terengah. "Iya, Pak. Coba saja Bapak dengarkan dengan saksama suara aliran sungai ini." Pak Darman terlihat mengarahkan pandangannya ke segala penjuru. Lantas ia tersenyum dan mengeluarkan buliran bening dari sudut matanya. Salah satu tangan yang ia simpan di belakang, perlahan mengusap air mata haru yang kini bercampur dengan titisan keringat. Aku seperti
Magbasa pa
Penyelamatan Lisa 2
Seharian kami berbincang dan mengikuti kegiatan dan pengajian di pesantren. Sampai pada saat malam tiba perbincangan bersama Kyai Ilham menjadi lebih serius tentang kesembuhan Lisa. “Bagaimana Kyai apa Lisa masih bisa diselamatkan?" tanya Pak Darman. Tampak raut wajahnya begitu sedih dan khawatir. Kyai Ilham menoleh ke arahku dan memegang bahuku, ia seperti memberi sebuah tanda yang maksudnya sulit dipahami. Tidak. Jangan katakan jika Lisa tidak bisa diselamatkan. Aku menggeleng perlahan, sementara Kyai Ilham hanya tersenyum. Beliau selalu bersikap misterius. "Salat Isya dulu. Lalu berzikir dulu sebentar. Ambil ini!" ucap Kyai Ilham menyodorkan sebuah tasbih kesayangannya, lalu dengan segera aku mengambilnya.Aku mengangguk dan bergegas pergi mengambil wudu. Melaksanakan salat Isya di kamar para santriwan. Sangat sepi, karena kebetulan mereka masih ada pembelajaran. Kututup salat ini dengan salam dan berzikir sebentar. Namun, saat aku bersila dan melafalkan kalimat zikir, angin ber
Magbasa pa
Penyelamatan Lisa 3
"Kita pasti pulang, aku akan mengeluarkanmu sekarang," tegasku melangkahkan kaki mencari di mana bisa membuka kunci sel ini. Keyakinan begitu kuat bahwa sel ini bukan seperti di alam manusia yang bisa dibuka kapan saja. Lantas aku memegangi bagian pintunya dan melafalkan doa, membacakan ayat kursi dan menutupnya dengan takbir. Seketika kekuatan di pintu itu seperti menghilang dan terbuka dengan mudah. "Ayok, Lisa. Cepat!" Lisa keluar dan segera memegang tanganku. Kami berjalan perlahan di menuju tempat ke luar. Dia setengah berteriak saat melihat sosok-sosok manusia yang kutemui ketika masuk ke sini. "Jangan takut, mereka akan mengabaikan kita," ucapku mencoba menenangkannya. Kami melangkah secara perlahan melewati orang-orang yang terlihat seperti mayat hidup. Mereka mengendus bau tubuh kami, tetapi tidak bereaksi apa pun terhadap kehadiranku di sini. Aku memerintahkan Lisa untuk tetap beristigfar dan mengucap asma Allah agar bisa selamat sampai kembali pulang. "Kak, tunggu!" pe
Magbasa pa
Karma
Lisa tersentak dan terbangun dari tidur panjang. Napas gadis itu masih terengah dengan keringat yang mengucur deras dari pelipisnya. Ia menoleh ke arah tubuh pria yang masih belum sadarkan diri. "Alhamdulillah." Darman histeris memeluk putri yang begitu ia rindukan selama ini."Ayah ..." Gadis itu memeluk ayahnya dengan sangat erat. Menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam hati. Tangisan haru mewarnai pertemuan di antara keduanya. Darman yang mendekap dan menciumi pucuk kepala putrinya itu merasa bersalah atas semua yang tengah ia lakukan selama ini. Mengorbankan cinta dan kasih sayang keluarga hanya untuk bergelimang harta membuat ia jadi seseorang yang gelap mata dan hati."Kamu tidak apa-apa?" tanya Darman melepas pelukannya dan menyentuh kedua pipi Lisa, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Lisa hanya mengangguk perlahan. Pria itu kembali menarik tubuh mungil Lisa dan berkata, "Maafkan ayahmu ini, Nak. Maafkan!"Lantunan ayat suci masih terdengar jelas mengisi masjid t
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status