Semua Bab Pesugihan Tumbal Nyai: Bab 31 - Bab 40
53 Bab
Karma 2
Lisa yang duduk dekat jendela merenung memandangi pepohonan yang menjulang tinggi. Ia masih merasa bingung dan tidak percaya dengan apa yang sudah dialaminya selama ini. Entah sikap apa yang harus ditunjukkan kepada orang tua yang sudah membuat kehidupannya harus mengalami hal-hal di luar logika. Harus membencikah? Atau bahkan harus lebih mencintai?Mobil berhenti di pertengahan jalan. "Andi, itu mobilmu, 'kan?!" ucap Kyai Ilham menunjuk pada mobil berwarna hitam yang terparkir di pinggir jalan. Andi mengiyakan dan turun dari mobil, lantas menghampiri kendaraan yang menemani perjalanannya sampai sini. Ia memeriksa keadaan mobil dan memastikan jika masih bisa dikendarai sampai pulang ke rumah."Tidak terjadi apa-apa?" tanya Pak Darman dengan nada khawatir."Tidak, Pak. Sudah saya bilang, jika harta ini saya titipkan pada Pemberi-Nya," tutur Andi menepuk bahu Darman dengan perlahan.Lisa terlihat keluar dari mobil dan berlari menghampiri Andi. "Boleh aku ikut mobil Kak Andi?" tanya Lisa
Baca selengkapnya
Karma 3
Andi mencoba menghampiri pria malang itu, menaruh tangan di bahunya. Darman masih berkata sama, "Aku kaya ... aku kaya ... aku kaya." Nadanya sedikit menurun."Istigfar, Pak. Pak Darman harus kuat demi Lisa," tutur Dokter muda itu, mencoba menenangkan pria yang kini terlihat kosong.Tangisan Darman tiba-tiba terhenti. Ia berlari ke arah ranjang dan mengambil boneka milik Fahmi. Menatap boneka itu dengan mata berbinar, lalu tersenyum dan tertawa dengan bahagia. "Anakku, Fahmi. Bobo dipelukkan ayah, ya," racaunya mengais boneka tersebut."Astagfirullah hal Adzim." Andi menggeleng perlahan. Sementara Lisa terlihat memasuki ruangan. Ia menangis dan memeluk ayahnya dengan erat. Menangis sejadi-jadinya dalam dekapan sang ayah. Dalam kehangatan itu, Lisa mencoba kuat dan tabah menghadapi apa yang terjadi pada keluarganya kini. Kalimat istigfar tak henti ia lantunkan sebagai penguat batinnya kini.Kyai Ilham dan Andi tampak prihatin atas kejadian naas ini. Mereka memandang dua insan yang menj
Baca selengkapnya
Tempat Asing
Sinar jingga keemasan mulai menampakkan hangatnya. Aroma sejuk embun berbaur dengan bunga-bunga yang bermekaran di pagi hari. Memberi semangat untuk tiap jiwa yang hidup. Memberi hidup untuk jiwa yang mati.Kakiku melangkah terburu-buru, menuju sebuah ruangan yang jaraknya lumayan jauh dari kamar tempat tinggalnya.Suara pintu berdecit ketika dibuka, menampakkan sesosok tubuh rimpuh yang tergeletak lemah di kasur tipis nan lusuh. Bau tak sedap menyeruak di setiap sudut ruangan.“Ayah, sarapan dulu, ya? Lisa udah bawa makanan buat Ayah.”Gegas aku duduk di samping kasur yang sengaja diletakkan di lantai beralas tikar purun. Di situlah selama ini Ayah tinggal. Diisolasi agak jauh dari pesantren tempat tinggalku sekarang.Sesekali aku menyeka sudut mata yang selalu saja menumpahkan bening setiap melihat ayah.“Marni, kita kaya! Kita nggak miskin lagi sekarang, anak-anak kita juga nggak akan kelaparan. Nggak akan ada yang bakalan menghina kita lagi. Kita kaya!”Sekian waktu berlalu, kondi
Baca selengkapnya
Tempat Asing 2
Isi perutku benar-benar ingin keluar. Tidak peduli saat ini sedang berada di mana dan di tempat seperti apa. Berkali-kali berusaha memuntahkan sesuatu, tapi tidak bisa. Kerongkongan seakan tersumbat sesuatu, bahkan sekarang untuk menelan liur pun susah.'Ya Allah, tolong aku.’ Hanya itu yang bisa kuminta dalam hati. Semoga ada pertolongan yang datang.Lama kelamaan aku merasa susah bernapas. Sesuatu yang tadi menghalangi rongga leher kini seperti ikut menutup jalan pernapasanku. Sesak, tatkala tak ada udara yang masuk. Air mata terus membanjiri pipi, berbaur dengan anyir darah yang masih terus menetes dari atas.Aku masih berusaha sekuat tenaga untuk melawan, berulang kali meraup napas. Nyatanya tidak ada hasil sama sekali. Dunia seperti berputar, kini aku tidak bisa merasakan apa pun di seluruh bagian tubuh. Sampai tiba-tiba suara seperti pintu didobrak mengagetkanku. Seiring dengan berhentinya tetesan darah di kepala. Hambatan yang tadi menghalangi jalan napas juga hilang seketika.
Baca selengkapnya
Perjanjian yang Belum Usai
Harta satu-satunya yang paling aku cintai di dunia ini terlihat melangkah pelan. Bibirnya tak henti menyeringai, menimbulkan kengerian. Aku membiarkan beliau mendekat, meski sebenarnya bulu kudukku meremang.Tidak dipungkiri, aku merindukan pelukan Ayah, di mana dulu—sebelum perjanjian iblis itu—ia sering mendekapku untuk mengajak salat atau mengantarkanku mengaji. Ya, saat itu aku masih kecil. Meski kami miskin, tetapi aku memiliki keluarga yang hangat. Semua terasa cukup. Melihat Ayah berjalan tergopoh, membuatku bertahan di tempat. Mungkin saja beliau merindukanku, meski Kyai berpesan agar jangan terlalu lama berdekatan karena psikis Ayah dalam keadaan tidak baik. Namun, aku percaya cinta dan rindu bisa menyatukan kami.Kini jarak kami semakin dekat. Aku melihat ada yang berbeda di mata Ayah. Penuh kebencian dan dendam. Hingga akhirnya secara tiba-tiba pria itu mencekikku dan mendorongku hingga tubuhku tersentak sampai dinding. Tanganku berusaha melepaskan cengkeraman Ayah, tetap
Baca selengkapnya
Anak yang Tak Bersalah
Sinar jingga di ufuk barat menandakan hari akan berganti. Burung-burung beterbangan bersama kelompoknya kembali ke peraduan masing-masing. Lisa sudah bersiap untuk melaksanakan salat Magrib meski azan belum berkumandang.Sudah tiga hari sejak kejadian kemarin, Pak Darman tidak menunjukkan perubahan. Dia tetap meracau mengingat tentang Marni dan harta-harta haram mereka. Dia juga tidak lagi mengamuk seperti kemarin, seolah-olah hari itu memang tidak terjadi apa-apa pada dirinya.Kyai Ilham melarang Lisa pergi dalam beberapa hari. Ia hanya boleh berada di sekitar pesantren ini saja. Entah apa maksud dan tujuannya, Lisa pun tak tahu, tapi ia yakin ini semua untuk kebaikan Pak Darman dan putrinya.Kadang Lisa merasa malu dan segan karena terlalu sering merepotkan seluruh penghuni pesantren ini. Apalagi dengan keberadaan Pak Darman yang tentu saja selalu menarik perhatian banyak orang. Meski Lisa sudah biasa jika ada yang membicarakan mereka di belakang, tapi rasa tidak nyaman itu pasti ad
Baca selengkapnya
Anak yang Tak Bersalah 2
“Kenapa sekarang malah Lisa yang diganggu, Kyai?”Andi bertanya pada Kyai Ilham saat mereka berjalan bersisian setelah kembali dari kamar Lisa.Dokter muda itu masih terus mengawasi Lisa meski sudah menitipkannya pada Kyai Ilham.“Mungkin masih ada perjanjian yang belum ditepati oleh pak Darman. Jadikan ini sebagai pelajaran untuk kalian, bahwa bersekutu dengan syaitan hanya akan menjerumuskan kalian ke dasar jurang penuh dosa. Sulit sekali keluar dari jeratan mereka. Bukan hanya diri sendiri yang akan terkena dampak mudaratnya, tetapi keluarga juga, atau bahkan orang lain yang tinggal di sekitar kita. Maka jangan pernah sekali-kali kalian terbuai oleh tipu daya syaitan.”Anda dan Lufti mendengarkan dengan baik nasihat dari Kyai Ilham. Salam hati mereka bertekad memperdalam ilmu agama, selain mendekatkan diri kepada Allah, juga untuk membentengi diri dari segala mata bahaya yang bisa datang kapan saja.“Lalu ... Lisa bagaimana, Kyai?”Mereka keluar dari kamar Lisa setelah gadis itu si
Baca selengkapnya
Bernegosiasi 1
Suara gemercik air menarik perhatian Kyai Ilham dan rombongan. Mereka memang tengah mencari sumber air untuk mengambil air wudu.Benar saja, sungai jernih yang airnya dangkal kini mereka temukan. Rumput yang tumbuh di sekitar sungai membuat mereka sedikit kesusahan untuk mencapai lokasi yang mudah untuk mereka mengambil air.Bahrum, salah satu ustaz berjalan paling depan. Dia memegang sebilah parang, lalu dengan cekatan menebas rumput-rumput tersebut untuk membuka jalan bagi mereka.Andi berada di urutan paling belakang. Dia sangat waspada karena pernah datang ke hutan ini sebelumnya. Andi sadar yang mereka cari adalah sesuatu yang tidak nyata, jadi setiap orang harus memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi. Tidak menutup kemungkinan bahwa apa yang mereka cari juga sudah menunggu, dan sewaktu-waktu bisa saja menyerang tanpa aba-aba.Akhirnya mereka bisa melaksanakan ibadah salat asar. Air sungai itu sangat menyegarkan karena tidak terkontaminasi dengan apa pun.“Selanjutnya kita ke a
Baca selengkapnya
Bernegosisi 2
Kyai masih berbicara dengan nada biasa. Tidak ada emosi atau kilatan marah di raut wajahnya. Beliau begitu tenang menghadapi situasi demikian. Menambah satu lagi kekaguman di hati Andi pada sosok paruh baya tersebut.“Darman sudah menjanjikan Lisa untukku. Sama seperti Marni yang menjanjikan janinnya.”“Kau sudah mengambil lebih banyak dari yang seharusnya kau dapat. Berhentilah sebelum kau menyesali semuanya, wanita iblis!”Wanita itu murka mendengar ucapan Kyai Ilham. Dia serta-merta mengangkat tangan kiri yang mengeluarkan sinar putih terang, lalu mengarahkannya pada Kyai Ilham.Dengan sigap Kyai menangkis serangan tiba-tiba itu dengan tasbih yang sejak tadi masih dipegang.Sinar itu pecah saat mengenai tasbih Kyai. Kini semua orang dalam posisi siaga. Merasa serangannya gagal, wanita itu terkesiap. Dengan cepat dia mengangkat kedua tangan, lalu melakukan gerakan berputar saling mengikuti, seperti gerakan sedang memainkan sebuah bola.“Matilah kau orang tua!” Pekikannya bersamaan
Baca selengkapnya
Benda Asing di Perut 1
Lisa baru saja selesai menunaikan salat magrib. Sejak sore tadi dia merasa kepalanya berat dan tengkuknya tegang. Tetapi dia sama sekali tidak memberitahu hal itu pada Bu Nyai. Mungkin hanya masuk angin biasa, setelah dioles minyak urut juga akan sembuh seperti biasanya. Jika Bu Nyai tahu yang ada hanya semakin merepotkan.Lisa sudah sadar diri bahwa dirinya begitu merepotkan banyak orang, meski mereka semua tidak ada yang merasa begitu. Semua saling tolong-menolong sebagai sesama manusia, apalagi sesama muslim.Jika biasanya Lisa mengaji satu atau dua lembar ayat Alquran, kali ini dia memilih merebahkan diri di ranjang. Sekujur tubuhnya malah ikut terasa sakit, bahkan berjalan pun rasanya lemas.Kamar ini ada di rumah kayu Ilham. Bukan kamar yang biasa dia tempati. Kyai bilang Lisa boleh kembali ke tempatnya setelah rombongan mereka pulang dari hutan. Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat Lisa kembali berusaha berdiri meski sulit.“Assalamualaikum, Lisa. Ini Bu Nyai.”“Waalaiku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status