All Chapters of Baju Bayi di Rumah Mertua : Chapter 11 - Chapter 20
65 Chapters
Aku Tak Sebodoh Itu, Evi!
"Kalau sampe cewek aku nggak mau balikan, sampai ke ujung dunia aku nggak bakal maafin kamu!" Ancam Zaki sebelum berlalu meninggalkanku yang masih berdiri kaku setelah mengetahui status Zaki yang sebenarnya."Kalau gitu, Meisha anak siapa?""Udah sih, fokus tes DNA aja. Lebih akurat." Evi menepuk pundakku dan membuatku makin mantap dengan rencana sebelumnya.***Sepulang dari resto, aku pun mulai melakukan pencarian. Mencari rambut mas Hamid di pisau cukur dan sisir yang selama ini dia gunakan menjadi tugasku sore ini.Nihil. Aku tak menemukan sehelai rambut pun di pisau cukur dan sisirnya.Terpaksalah aku harus melakukan cara yang sama seperti saat mendapatkan rambut Meisha tadi siang.Payah!Mas Hamid yang tampak kelelahan, tertidur dengan pulas di sampingku.Saatnya beraksi, Lisa! Saatnya beraksi.Melihatkan Mas Hamid sudah terlelap, aku gerak cepat meraih plastik transparan yang kusembunyikan di balik bantal.Pelan, sambil mengusap lembut rambutnya aku mencoba mencabut beberapa he
Read more
Mas Hamid Menyebutku Sebagai Sepupunya
Aku mencium punggung tangan Mas Hamid dengan kaku ketika dia berpamitan bekerja pagi ini."Kerja dulu, ya, Sayang."Aku buru-buru menghindar ketika Mas Hamid seperti bersiap mengecup keningku sebelum pergi.Membuat Mas Hamid menatap heran padaku."Maaf, aku kebelet."Huh! Tidak tahu saja kau, Mas. Aku tuh jijik sama kamu!***Siangnya, setelah semua pekerjaan rumah beres, mengikuti saran Evi, aku bergegas ke rumah sakit untuk berjumpa dengan dokter dan melakukan konsultasi. Berharap bisa mendapat surat keterangan dokter agar bisa secepatnya melakukan tes DNA.Ketika konsultasi, aku pun menjelaskan dengan gamblang tujuan tes DNA yang bakal aku lakukan.Dokter mengangguk paham saat aku menyampaikan maksud dan tujuanku.Aku pun diberi tahu perkiraan anggaran biaya dan berapa lama waktu sampai hasil tes DNA keluar."Kenapa, sih, Dok tes DNA itu lama baru keluar hasilnya?""Ya karena memang prosesnya panjang, Bu. Setelah ibu mengumpulkan sampel itu, pihak penguji harus melakukan ekstraksi
Read more
Kartu Nama
Anak siapa? Ayo, Zaki, cepat katakan!Aku yang sudah memencet tombol perekam pada ponselku, menanti Zaki mengungkap siapa ayah bayi misterius itu dengan hati berdebar.Ponsel yang tiba-tiba berdering dari dalam saku celana, membuat Zaki menjeda ucapannya. Ya, kata-kata Zaki yang sedari tadi kudengarkan dengan khidmat dan sebagian telah aku rekam, terdengar menggantung begitu saja. Persis seperti jemuran baju bayi di rumah mertua.Payah!Mana ini? Kok nggak kedengaran apa-apa lagi?Aku yang sejak tadi berdiri tegang di sampingnya saat menunggu jawaban, memang sengaja menatap ke arah lain. Tak mau sampai Zaki curiga kenapa aku bisa sepenasaran itu dengan status Meisha. Nanti disangka aku tukang kepo berat lagi. Ya, walaupun kenyataannya iya, tapi nggak usah ditunjukkan banget, lah.Sekian lama aku menunggu Zaki menyambung ucapan. Namun, suaranya benar-benar tak terdengar lagi.Lah, kok sepi?Aku menoleh perlahan, memandang ke arah di mana Zaki berdiri di sampingku tadi.Tidak ada?Matak
Read more
Zaki Rafandra Zulfikar
Tin …! Tin ….! Tin …!Di belakang Zaki, ada dua mobil yang hendak keluar, tapi terhalang oleh ulahku.Baiklah!Jangan sampai aku membuat keributan besar lagi. Bisa kacau. Ini rumah sakit.Akhirnya, aku menyingkir sambil memungut kartu nama yang Zaki lemparkan tadi.Aku tersenyum, dia tidak bohong. Benar, nama dan ada nomor ponselnya tercantum di sini. Buru-buru kusimpan kartu nama milik Zaki. Mengamankannya dengan memasukkan ke dalam tas selempang, adalah jalan ninjaku.Zaki berlalu. Dan aku membiarkannya pergi kali ini. Gampang! Nanti bisa kukejar lagi dia buat cari penjelasan. Yang terpenting, kartu namanya sudah aku kantongi sekarang.Setelah mobilnya sudah tak tampak, buru-buru aku berlari mengambil sandal yang terpisah beberapa puluh meter dari pasangannya yang menempel di kaki kananku.Huh! Berurusan dengan seorang seperti Zaki memang merepotkan! Selain ketus, dia juga sangat arogan dan menjengkelkan bukan?***Lewat pukul 15.00 aku kembali memantau keberadaan Mas Hamid melalui
Read more
Mereka Satu Alumni SMA
"Zak-Zaki yang mana?" ulang Mas Hamid dengan suara yang terdengar bergetar.Aku menyeringai kecil melihat ketakutan yang jelas terpancar di wajah suamiku."Temen SMA aku." Aku menjawab asal. Berharap dia tak bertanya lebih jauh. Karena aku sedang tidak ingin berbicara banyak hal dengannya. Pun mendiskusikan perihal Zaki bersama dirinya, rasanya … ini bukan waktu yang tepat.Ya, sebelum hasil tes DNA keluar, selama itulah aku ingin mendiamkan Mas Hamid. Sumpah, rasanya malas sekali aku berhadapan dengannya. Jangankan berbicara, memandang wajahnya saja aku enggan sebenarnya."Ya udah, Mas, aku tidur dulu,ya, aku ngantuk." Aku menarik langkah dari ruang tamu, meninggalkan dia yang wajahnya semula terlihat tegang, lalu kini tampak pias.Mungkin, dia masih belum sepenuhnya percaya jika ada salah satu teman SMA-ku yang bernama Zaki Rafandra. Dengan hati dan pikiran yang terasa lelah, aku berjalan ke kamar setelah mencuci muka dan menggosok gigi. Setelahnya, kutarik selimut dengan perasaan
Read more
Hasil Analisis Tes DNA Adalah ....
Sungguh, ingin rasanya aku pergi dan mendatangi rumah Bu Ida untuk memastikan ada tidaknya suamiku di sana. Namun, kutahan. Buat apa?Bukankah kau sudah berniat mencari jalan lain untuk memastikan kebenaran, Lisa? Sudut hatiku kembali berbisik.Jangan kau kotori rencanamu dengan tindakan barbar unfaedah itu, Lisa.Sabar … sabar ….Kalau terbukti dia memang ayah kandung Meisha, fix bubar.Tak mau lagi dipusingkan oleh tingkah aneh Mas Hamid yang pergi begitu saja dengan sengaja meninggalkan ponselnya, aku memilih untuk merebahkan tubuh.Entah pukul berapa, Mas Hamid kembali ke rumah. Aku tidak tahu. Mata yang keburu mengantuk setelah berhari-hari mengalami insomnia, memaksaku tidur tanpa menunggunya pulang terlebih dahulu.***"Pergi ke mana tadi malam?" tanyaku pagi ini ketika Mas Hamid tengah bersiap-siap berangkat kerja pada pukul lima pagi."Nongkrong sambil ngopi di rumah Pak RW blok sebelah." Mas Hamid menjawab pertanyaanku dengan raut wajah yang terlihat tenang.Apakah itu artin
Read more
Sesak
"Relax, Lisa. Relax." Evi yang rasanya mengerti bagaimana aku gugup mendengar hasil tes DNA antara suamiku dan bayi di rumah mertua, berucap lirih sambil terus menggenggam erat tanganku."Sebentar."Aku yang sudah panas dingin sedari tadi, dibuat semakin tak karuan rasa ketika pintu ruangan diketuk.Ternyata, perawat yang datang. Terlihat dia memberikan beberapa lembar berkas pada sang dokter."Terima kasih, Sus," ucap dokter berpembawaan tenang ini saat perawat pamit pergi."Jadi begini, Ibu Alisa, berdasarkan bukti ilmiah yang diperoleh dengan mengacu pada sampel yang diperiksa, maka hasil analisis menunjukkan bahwa 99,98 % hasil tes memiliki kemiripan."Aku membelalak lebar mendengar keterangan yang diberikan.Ya Allah, bagaimana ini bisa terjadi?"Dengan demikian, terduga ayah tidak dapat disingkirkan dari kemungkinan sebagai agai ayah biologis anak."Dokter menggenapi kalimat sebelumnya, yang memang sudah membuat aku terjebak dalam suasana tegang bukan kepalang."Ja-jadi?" Aku me
Read more
Mendatangi Rumah Mertua
Aku tersentak saat ponselku berdering lagi. Apa Zaki lagi yang memanggil? Masih dengan seluruh tubuh yang terasa lemas, kuraih benda pipih yang sedari tadi tergeletak di lantai karena si empunya sibuk menangisi takdir hidup yang tak adil ini.Kutatap sekilas siapa gerangan yang memanggil.Hatiku mencelos.Mas Hamid memanggil?Angkat atau tidak? Aku benar-benar bimbang.Ah! Tak perlu, Lisa. Sudut hatiku berbisik. Tunggu saja dia sampai dia pulang.Aku pun lantas mengabaikan begitu saja panggilannya, tak ingin membahas apapun di telepon. Aku memang lebih memilih untuk berdebat secara face to face jika memang diperlukan.Tak lama kemudian, notif WA berbunyi. Dan entah kenapa, kali ini aku tertarik untuk membuka dan melihat siapa yang mengirim pesan. Pesan dari Mas Hamid rupanya.Bergetar tanganku saat mencoba membuka pesan apa yang suamiku kirimkan.[Lis, Malam ini kamu nggak apa-apa, kan kalau tinggal sendiri di rumah? Motor Mas tiba-tiba mogok, nggak bisa nyala, nih dari tadi. Ini aja
Read more
Mereka Seperti Tersengat
Aku seperti dibawa kembali ke masa di mana pertama kali melihat Mas Hamid dan baju bayi itu. Menatap ke dalam sambil bersembunyi di balik pagar ini. Persis seperti seorang detektif.Sambil mengamati dari kejauhan, kutarik kedua tas ke dekat kaki. Sungguh, aku tak ingin mereka menangkap keberadaanku sebelum aku sendiri yang masuk ke sana.Wow! Terlihat ayunan kain yang sudah dihias sedemikian rupa di seberang sana. Tak lama kemudian tampak Mas Hamid muncul dari dalam, dengan senyum sumringah sambil menggendong anak kecil yang sudah bisa kupastikan adalah Meisha. Di belakangnya, Nova berjalan mengiringi dengan senyum yang tampak merekah indah. Senyum manis yang mampu membuatku harus menahan napas untuk beberapa saat.Bukankah mereka tampak seperti pasangan keluarga kecil yang bahagia?Lalu, untuk apa kau menikahiku, Mas?"Astaghfirullah." Lirih aku beristighfar saat tanganku terulur dan mengusap dada sendiri.Sadar diri, Lisa! Sadar diri!Ingat baik-baik posisimu di sini, dan ingat apa
Read more
Shock Terapy untuk Adik Ipar
Sambil menyodorkan tangan pada kedua orang tua Nova, senyumku terus terukir indah meski hati sebenarnya ingin sekali memaki dan memperolok mereka yang telah berbuat dzalim padaku."Oh … perkenalkan , saya Bu Lena, ibunya Nova, dan ini suami saya, Pak Danu, ayahnya Nova." Wanita paruh baya bernama Bu Lena itu menyambut uluran tanganku dengan senyum ramah yang terus menghiasi bibirnya.Aku hanya mengangguk pada Pak Danu sebagai perkenalan. "Wah, Mid. Sepertinya sepupumu ini orang jauh, ya. Tasnya banyak banget. Apa mau lama-lama di sini?" tanya Bu Lena sambil melirik kembali tas di tanganku setelah menatap suamiku yang wajahnya kini semerah keriting rebus.Aku tak bisa memastikan bagaimana jantungnya berdegup kencang sekarang. Tapi mungkin saja … setara dengan kecepatan motor Valentino Rossi yang bisa melaju dengan kecepatan 300km/jam."Eeh, i-iya, Bu," sahut Mas Hamid tergeragap. "Nggak jauh-jauh amat sih, Bu sebenarnya. Dekat aja, kok. Dan satu lagi, ini … bukan tas saya. Ini baju-b
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status