Baju Bayi di Rumah Mertua

Baju Bayi di Rumah Mertua

Oleh:  Askana Sakhi  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
65Bab
9.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Alisa merasa sedikit heran saat mendapati Hamid, suaminya sering izin untuk mampir ke rumah ibunya setelah pulang bekerja. Ada yang aneh. Karena sebelum-sebelumnya Hamid tidak sesering itu berkunjung ke rumah sang ibu. Alisa yang curiga, lantas pergi ke rumah suaminya dalam diam. Dan betapa terkejutnya dia saat mendapati ada jemuran baju bayi di rumah mertuanya. Lantas, bayi siapakah itu? Benarkah bayi suaminya bersama wanita lain?

Lihat lebih banyak
Baju Bayi di Rumah Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Ria Ariyani
ditunggu kelanjutannya
2022-09-02 12:34:45
0
65 Bab
Suami Siaga?
[Sayang, pulang kerja, aku mampir ke rumah Ibu, ya.][Iya, Mas.]Terhitung ini merupakan kali keempat suamiku meminta izin demikian.Sedikit aneh. Hanya berjeda sehari suamiku sudah meminta lagi izin untuk menyambangi rumah orang tuanya.Tak ada yang salah. Karena surga anak laki-laki ada pada ibunya bukan? Namun, yang aneh, kenapa jadi sesering ini? Karena yang kuingat dulu, Mas Hamid paling sering mengunjungi ibunya dua minggu sekali.Ada apa?Apakah Ibu sakit parah?Jika iya, bukankah seharusnya Lina—adik iparku mengabari biar aku dan dirinya merawat Ibu bersama-sama?Aku yang diliputi perasaan tak enak sejak dua tiga hari lalu, bergegas mencari angkot. Mendatangi rumah mertua secara diam-diam adalah tujuanku saat ini.Aku harus ke sana. Mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Sampai di halaman rumah mertuaku, langkahku tertahan saat bisa melihat dari kejauhan Mas Hamid tengah mengangkat jemuran.Bukan jemuran biasa. Itu … pakaian bayi.Siapa yang melahirkan?Apakah Lina?Rasanya
Baca selengkapnya
Aku Sudah Tidak Sabar!
Suami siaga?Suami?Ya Tuhan ….Siapa pun, tolong katakan padaku, jika tadi aku hanya salah dengar.Tidak. Tidak mungkin Mas Hamid mengkhianatiku bukan?Status di KTP Mas Hamid saat menikah denganku jelas, lajang—belum kawin. Lantas, bagaimana bisa ibu mertua dengan gampangnya menyebut Mas Hamid harus menjadi suami siaga? Siaga untuk istri yang mana?Aku buru-buru bersembunyi di balik pagar saat menyadari tatapan Ibu mengarah padaku. Ya ampun, semoga mertuaku tak sempat melihatku tadi.Di saat seperti ini, otakku benar-benar tak bisa berpikir jernih. Tak tahu harus berbuat apa sekarang.Haruskah aku mendekati mereka dan bertanya layaknya wartawan yang meliput berita? Menanyai mereka satu persatu untuk menuntaskan rasa penasaran tentang baju bayi itu? Ah, tidak. Rasanya, itu bukan ide yang terlalu bagus.Aku putar badan. Mengurungkan niat menyambangi rumah mertua saat ini. Benar, rasanya … ini bukan waktu yang tepat untuk aku mendatangi mereka. Aku yang kadang mudah tersulut emosi, bi
Baca selengkapnya
Katanya, Namanya Mira
"Oh, i-tu ... iya, semalam ada sepupunya Hamid yang main ke sini. Kebetulan dia punya anak bayi," sahut mertuaku dengan wajah yang terlihat sedikit memucat.Padahal ini Lisa, loh, yang bertanya. Bukan polisi yang sedang menginterogasi."Sepupu? Sepupunya yang mana, ya, Mas? Apa aku kenal?" tanyaku sambil terus berusaha menormalkan nada bicara ketika memindai wajah suamiku."Itu itu—." Mas Hamid terlihat sedikit gelagapan."Si Mira. Sepupu jauh yang tinggal di Bandung itu, loh, Lis. Baru pulang beberapa hari ini. Karena pas hamil tua, suaminya malah selingkuh, jadi dia nggak tahan, makanya pulang," sambar mertuaku cepat."Ooh … suaminya selingkuh? Kasian." Aku menggeleng kepala sambil mendecak singkat saat menunjukkan rasa simpati pada si 'Mira' itu.Walau heran karena ibu mertua yang selalu menjawab, aku terus mencoba menenangkan diri. Meski hati diliputi perasaan curiga sedari tadi, aku tak mau gegabah.Slow down, Alisa."Ya sudah, Mas, ambil pakunya yang di dalam jok, gih. Sebelah m
Baca selengkapnya
Bayi Siapa?
Sepanjang perjalanan pulang, Mas Hamid terus diam, seperti enggan diajak bicara. "Mampir ngebakso, yuk, Mas," ujarku saat melewati warung bakso favoritnya."Kalau kamu mau, bungkus aja. Aku enggak lapar," sahutnya agak dingin.Tumben sekali. Biasanya dia tak pernah menolak."Oh, ya udah. Enggak usah, deh, kalau Mas enggak mau makan."Aku memang hanya berbasa-basi menawarkan. Ya … daripada tidak ada topik buat dibahas, kan?Mas Hamid kembali melajukan sepeda motor tanpa bicara. Yap, hari ini dia berubah menjadi sosok yang lebih kalem daripada biasanya.Tiba di rumah, bukannya mandi, suamiku malah terlihat sibuk berselancar di dunia maya dengan ponselnya. Melihat hal itu, aku berusaha tampil setenang mungkin. Seolah tak terjadi apa-apa. Ya, seperti hari-hari biasa. "Kok nggak langsung mandi, Mas?" tanyaku iseng."Bentar."Hanya jawaban singkat singkat yang kudengar dari mulutnya, sementara tangannya sibuk menari-nari di atas layar ponsel. Matanya pun tak lepas fokus dari benda persegi
Baca selengkapnya
Mereka Mengusirku?
"Lisa ... dia ini ya ... Mira." Ibu Mertuaku beringsut mendekati wanita yang sedari tadi tampak kesulitan walaupun hanya mengungkap sepatah dua patah kata, mengenai jati dirinya. Dengan penuh kasih sayang, wanita paruh baya itu mengelus punggung wanita yang katanya bernama Mira.Agak berlebihan menurutku. Bukankah Ibu bilang Mira merupakan sepupu jauh Mas Hamid? Tapi, kok, bisaan banget, ya, sedekat itu? Sudah seperti memperlakukan anak sendiri."Oh … sepupu yang diceritain kemarin dulu itu?" tanyaku meski hati sudah dihinggapi perasaan tak enak sedari tadi."Iya.""Loh, kok balik lagi?" Aku mengerutkan dahi menatap mertuaku, karena sedari tadi, dia yang asyik menjawab, kan?"Iya, kan hari itu udah diceritain, suaminya selingkuh. Sekarang suaminya bener-bener ninggalin dia. Jadi ... dia kembali dan Ibu yang minta dia tinggal di sini saja." Jika sedang bersandiwara, aku akui, akting ibu mertua patut diacungi jempol. Lancar, loh, dia ngomongnya. Sudah seperti artis yang paham skrip di lu
Baca selengkapnya
Kena Kau, Mas!
Apa mereka pikir bisa semudah itukah mengusirku?Oh .... tidak bisa!Aku di sini posisinya menantu. Menantu seharusnya lebih diprioritaskan daripada sepupu, bukan? Dan seperti yang kita ketahui bersama, Mira hanya sebatas sepupu. Iya, sepupu.Ya … walaupun mungkin hanya sebatas sepupu ... palsu. Entahlah.Rasanya aku masih harus menunggu keabsahan dari pengakuan mereka."Kalau belum lapar, ya nggak bisa dipaksa juga kan, Mas?" kilahku kemudian. Membuat Mas Hamid dan Mira kompak terdiam."Lagian, ngapain juga kamu makannya buru-buru? Orang ada aku, kok yang jagain. Iya, 'kan, Dek? Dek Mei?" Eum … kayaknya lucu juga, ya, kalau panggilannya Mei Mei kayak temen Upin-Ipin itu, loh."Mendengar aku berceloteh, tampak Mira tersenyum canggung. Entah keberatan atau bagaimana anaknya aku panggil Mei Mei. Aku tak tahu.Dan well, aku hanya berharap dia tidak sedang menyamakan aku dengan Kak Ros kali ini. Rasanya terlalu jutek dan agak bengis jika seorang Alisa disamakan dengan kartun berwatak gar
Baca selengkapnya
Aku Ingin Lihat Kartu Keluarga Mereka!
Mira yang ternyata tengah mengganti popok Mei-Mei, terlonjak kaget saat melihatku. Sementara seorang lelaki yang juga duduk dengan posisi membelakangi pintu, langsung menoleh dan menatap diriku penuh keheranan.Membuatku terjebak perasaan ... entah. Antara malu, kesal dan entah perasaan apa lagi. Namun, yang jelas, rasa malu lah yang lebih mendominasi. Bagaimana tidak, aku salah sasaran!Ya ampun!Andai diizinkan menghilang layaknya Jin Botol, pasti sudah kulakukan sekarang.Benar sungguh. Aku malu ….Ya Tuhan, aku mendadak seperti kehilangan muka saat ini.Eh, tunggu!Laki-laki itu ... siapa? Kenapa dia ada di kamar ini? Lalu, ke mana perginya Mas Hamid?Mei-Mei yang terkejut karena ulah barbar yang kulakukan, menangis begitu kencang. Membuatku jadi semakin salah tingkah. Terlebih saat merasa lelaki itu memperhatikan gerak-gerikku. Sungguh, seperti hampir mati berdiri saja aku ini.Menyadari bayinya menangis kencang, dengan sigap, Mira mengangkatnya untuk menenangkan. Namun yang menj
Baca selengkapnya
Mengambil Sampel Rambut si Bayi
"Ngapain kamu pake nanyain soal KK mereka segala? KK ya nggak dibawa-bawa lah."Suara Mas Hamid terdengar meninggi saat aku tiba-tiba membahas perihal KK Mira dan anaknya yang masih misterius itu."Lah, emang di sini kalau ada tamu yang nginep 1x24 jam nggak disuruh lapor RT?" Aku bersikukuh dengan pendapatku.Aku dan Mas Hamid masih terjebak suasana kaku saat Ibu yang sepertinya menyimak obrolan aku dengan anak sulungnya dari tadi, datang mendekat pada kami yang berdiri di halaman rumah."Di sini, 'kan masih tergolong kampung, Lisa. Itu bukan hal yang penting. Lagipula, mereka tau, kok yang nginep perempuan, dan yang diinepin juga Ibu sama Lina, nggak ada lah mereka bakal mikir aneh-aneh. Lagian, kenapa kamu jadi sibuk dengan urusan orang? Nggak ada untung ruginya juga buat kamu, 'kan? Kalau alasannya karena curiga, apa dasarnya? Apa cuma karena Mira tinggal di sini?"Kali ini ibu mertuaku berbicara dengan nada gusar dan kentara sekali ada emosi yang menyertai. Aku sedikit kaget. Su
Baca selengkapnya
Lembur Lagi
Aku mencoba tampil senormal mungkin di depan Mira. Tak mau terlihat gugup apalagi pucat. Takut Mira curiga."Mbak, Ibu ke mana?" tanya Mira sembari memindai seluruh penjuru ruang tamu saat mungkin menyadari Bu Ida tak ada di ruangan ini.Wait!Dia bertanya soal Ibu, 'kan barusan?Oh, syukurlah berarti dia tidak sempat melihat aku mencabut rambut anaknya tadi.Aman ... aman.Aku menghembuskan napas pelan saat menyadari Mira memang sepertinya tak memergoki aku mencabut rambut bayi cantik yang entah kenapa tetap terlihat menjengkelkan di mataku."Mbak?" Aku terkesiap saat Mira yang berdiri di sampingku, menepuk pelan pundakku."Anu itu …." Ya ampun, kenapa aku jadi gugup begini?Santai, Alisa. Santai!"Ke rumah Bu … Ani." Astaghfirullah, cuma mengingat nama Bu Ani saja loading lambat bukan main, Lisa! Padahal tinggal mengingat Rhoma Irama, loh."Oh …." Mira mengangguk samar mendengar jawaban dariku."Bu Ani tetangga sini, ada yang baru pulang dari rumah sakit." Aku memberi penjelasan tan
Baca selengkapnya
Siapa Sebenarnya Zaki?
[Lis, ntar jalan, aja, yuk. BT nih, ambil cuti seharian cuma di rumah aja.] Evi yang dulu merupakan teman baikku kembali mengirimi pesan bahkan belum sepuluh menit sejak sambungan telepon kami terputus.[Hah, kemana?][Makan aja, KFC kek, McD, kek][Boleh, deh.][Tenang, aku yang traktir.][Sip lah.]Benar. Aku sungguh beruntung memiliki sahabat sebaik dirinya.***Sorenya, aku yang dijemput oleh Evi, meminta pada teman baikku ini untuk melewati rumah mertua sebelum menuju restoran siap saji yang kami tuju.Dari kejauhan, aku mengamati dengan seksama. Barangkali saja, motor Mas Hamid terparkir di halaman.Ternyata tidak.Ah, mungkin saja benar suamiku memang lembur.Kami pun meneruskan perjalanan saat melihat tak ada tanda-tanda mencurigakan di sana."Yang semangat, dong, makannya." Di restoran siap saji yang kami datangi, Evi menegurku yang tak kunjung menikmati ayam yang sudah lebih dari sepuluh menit lalu disajikan."Kira-kira, Mas Hamid beneran lembur nggak, ya, Vi?" gumamku tanpa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status