All Chapters of Menaklukkan Duda Dingin: Chapter 51 - Chapter 60
128 Chapters
51. Kembalilah Padaku
“Tidak,” desah Adam sembari bangkit dan berlari mengejar. “Amber! Kumohon ... beri aku kesempatan! Amber!” Malangnya, sang sopir terus mengemudikan mobil. Ketika memasuki jalan beraspal, lajunya malah semakin kencang. “Amber!” Adam mempercepat langkah. Namun, saat ia tiba di bahu jalan, mobil sudah bermeter-meter di depan, terlalu jauh untuk dikejar. “Amber, kembalilah!” pekiknya dengan sekuat tenaga. Mendengar suara keputusasaan itu, sang wanita pun menggigit bibir. Dengan segenap kesungguhan, ia mencengkeram map di pangkuan. Kepalanya pusing, dadanya sesak, dan hatinya sakit. Namun, ia tidak berani menoleh. “Amber, kau baik-baik saja?” tanya Sebastian, khawatir dengan gemetar di sekujur tubuh wanita itu. Amber tidak mampu menjawab. Ia hanya tertunduk, memperhatikan map yang bertuliskan nama Adam. Perlahan-lahan, kenangan mulai bermunculan. Laki-laki itu pernah menjadi kekasihnya. Laki-laki itu masih bersarang di hatinya. Menyadari kebenaran, ia spontan menoleh ke belakang. Be
Read more
52. Kecurigaan Adam
“Selamat datang kembali di rumah kita, Amber,” bisik Adam saat mereka baru memasuki ruang tamu. Tanpa ragu, ia mengecup pipi wanita yang mendongak menatapnya itu. “Ini rumah kita?” tanya Amber seraya menaikkan sebelah alis. “Tentu saja. Semua yang kumiliki adalah milikmu juga,” timpal sang pria sembari mengelus pundak yang dirangkulnya itu. Alih-alih mengembangkan senyuman, sang wanita malah menjauh dan menyipitkan mata. “Tapi aku belum resmi menjadi istrimu. Aku belum menjadi Nyonya Smith ataupun nyonya rumah ini.” Sambil tertawa samar, Adam meraih kedua pundak kekasihnya. “Kau akan segera menjadi istriku, Amber, nyonya rumah ini. Apa lagi yang kau ragukan?” “Kesungguhanmu?” celetuk Sebastian sembari menyelinap masuk dari celah di antara pintu dan punggung Adam. “Jangan lupa kalau kestabilan jiwamu masih dipertanyakan.” “Kau pikir aku gila?” balas si tuan rumah dengan nada tak senang. Sejak tadi, ia memang sudah kesal karena laki-laki itu tidak langsung pergi. “Kau belum mempe
Read more
53. Aku Memang Mencintainya
“Kenapa kau mengajukan pertanyaan konyol semacam itu, Adam?” bisik wanita yang duduk tegak di atas sofa. Ia bingung harus beranjak atau tetap pada posisinya. “Itu bukan pertanyaan konyol, Amber. Sejak awal, aku sudah curiga kalau laki-laki ini juga menyimpan perasaan terhadapmu,” terang Adam, membuat rahang Sebastian berdenyut-denyut geram. Sementara itu, Amber berusaha mencairkan ketegangan lewat tawa datarnya. “Itu musta—” “Kalau aku memang mencintainya, lalu kenapa?” sela Sebastian sembari menaikkan kedua alis. Ia tidak peduli lagi jika Amber menatapnya dengan penuh keheranan. “Oh, sekarang kau mengaku kalau dirimu mencintai perempuan yang kau sebut sahabat itu?” “Ya. Lalu apa? Kau takut aku menyaingimu? Merebut perhatiannya darimu?” Tiba-tiba saja, Adam membunyikan tawa yang mencekam. Sembari mengembalikan pandangan kepada Amber, ia meruncingkan telunjuk ke arah Sebastian. “Kau dengar? Inilah alasan mengapa aku tidak tenang jika ada dirinya di sampingmu. Laki-laki ini mencin
Read more
54. Keresahan Amber
“Hei ...” desah Adam sembari ikut duduk di sofa. Setelah menyerahkan secangkir teh hangat kepada Amber, ia merangkul pundak wanita itu dengan sebelah lengan. “Apa yang sedang kau lamunkan?” tanyanya seraya melirik ke arah buku yang terbuka di atas meja. Sebuah bros cantik dan penjepit dasi keren tergambar di sana. Keduanya sama-sama memiliki hiasan yang berbentuk huruf A. “Aku tidak melamun,” timpal Amber seraya memalsukan senyuman. “Hanya memikirkan betapa beruntungnya aku bisa mendapatkanmu.” Lengkung bibir Adam seketika terkulum. Sambil memiringkan kepala, ia berbisik, “Kau yakin? Kukira kau sedang menerka-nerka harga cincin barumu itu.” Tawa Amber sontak menggetarkan udara. Kekakuan di wajahnya pun sedikit mengendur. “Aku sudah bukan perempuan semacam itu lagi, Tuan Dingin,” gerutunya seraya menyikut dada Adam. “Aku tahu. Kau adalah calon istriku yang bijak sekarang.” Usai membenamkan kecupan di pelipis, ia membiarkan wanita itu menyeruput teh pinusnya. “Apakah ada kabar te
Read more
55. Tamu yang Tak Diundang
Sambil menurunkan sweater yang bergulung di perutnya, Adam melangkah keluar kamar. Ia seperti mendengar suara ketukan pintu tadi. Begitu menemukan sang kekasih sedang berdiri di dekat jendela dengan kepala tertunduk dan tangan mencengkeram tirai, kerut alisnya bertambah dalam. “Ada apa, Amber? Siapa yang datang?” Dengan mata bulat yang memancarkan kebingungan, Amber berbalik. Telunjuknya terangkat ragu ke arah pintu. “Orang tuaku datang,” sahutnya setengah berbisik. “Orang tuamu?” Adam tidak yakin dengan pendengarannya. Selang satu kedipan lambat, wanita berekspresi datar itu meraih gagang pintu. Sambil menelan ludah, ia mengumpulkan nyali untuk berhadapan dengan kedua orang tuanya. “Papa? Mama?” sapanya datar. “Amber,” balas wanita bermantel cokelat yang menyunggingkan senyum elegan. “Bagaimana kabarmu?” Masih dengan tangan menggenggam tuas pintu, Amber mengangguk. “Baik. Ada kepentingan apa Papa dan Mama datang kemari?” “Bukankah wajar jika orang tua mengunjungi putri tungga
Read more
56. Tinggalkan Dia!
"Amber?" desah Nyonya Lim dengan nada tak percaya. "Ya, aku mencintai Adam dan kami akan menikah dalam waktu dekat. Kami bahkan sudah menyerahkan semua berkas yang dibutuhkan," tegas Amber tanpa melepas dekapan. Tuan Lim sontak mendengus kesal. Matanya mulai bergurat merah menahan kemarahan. "Ternyata ini kelakuanmu selama ini? Kau bukan belajar mendesain perhiasan, tapi bermesraan dengan suami wanita lain?" "Tunggu dulu, Tuan Lim," sela Adam sembari mengangkat sebelah tangan. "Ini perlu diluruskan. Media memang belum pernah memberitakannya, tapi saya sesungguhnya sudah bercerai." "Jadi kau lebih memilih seorang duda dibandingkan laki-laki pilihan orang tuamu?" tanya Tuan Lim kepada sang putri dengan nada bicara yang semakin tinggi. Melihat rahang si pria muda mulai berdenyut-denyut, Nyonya Lim bergegas memegangi lengan suaminya. Ia sadar, mulut yang terkatup rapat itu sedang berusaha mencegah keributan yang lebih besar. "Maaf, Tuan Smith. Suami saya tidak bermaksud merendahka
Read more
57. Perusak Kebahagiaan
Alih-alih membantah, Adam malah membalikkan halaman. Sedetik kemudian, ia mengangkat buku itu ke hadapan Tuan Lim. “Jika saya memberikan pengaruh buruk kepada Amber, apa mungkin dia bisa menggambar ini?” Langkah pria tua itu sontak terhenti. Dari bawah kernyitan dahi, ia memeriksa apa yang dimaksud oleh Adam. Ternyata, sebuah bros dan penjepit dasi berinisial A tergambar di sana. “Apa kau sedang memamerkan besarnya cinta Amber terhadapmu?” tanya Tuan Lim seraya menaikkan alis. Sebelum sang duda sempat menjawab, ia mendengus remeh. “Aku tidak peduli tentang hal itu, Tuan Smith. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah mendapat restu dari kami.” “Apakah Anda mengira bros dan penjepit dasi ini untuk kami?” sela Adam dengan nada mengejek. Sambil mengulum senyum, ia menggeleng. “Maaf mengecewakan Anda, Tuan Lim. Tapi saya tidak pernah mengenakan penjepit dasi dan Amber pun tidak pernah menceritakan tentang koleksi brosnya. Dia pasti menggambar ini karena teringat tentang kalian.” Selang
Read more
58. Habisi Dia
“Adam,” panggil Amber sebelum tersedak oleh ketakutan, “putar balik!” Bukannya menuruti perintah, Adam malah terpaku pada wajah bengis para pria yang mendekat. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Mampukah ia mengalahkan dua tukang pukul itu? “Adam!” Amber mengguncang lengan sang kekasih hingga pria itu tersentak. “Cepat putar arah! Papa pasti memerintahkan mereka untuk menyeretku pulang.” Selang satu embusan cepat, Adam bergegas mengganti gigi. Namun, tepat ketika ia memeriksa spion, matanya terbelalak maksimal dan tubuhnya menegang. Dua mobil lain juga telah menghalangi arah sebaliknya. “Gawat,” batinnya sambil menahan gemuruh napas. Melihat sang kekasih mendadak bergeming, Amber pun menoleh ke belakang. Begitu mendapati empat orang telah bersiaga di balik mobilnya, keringat dingin mulai membutir. “Adam, bagaimana ini?” desah wanita itu panik. Napasnya mulai memendek. Secepat kilat, Adam meraih jemari Amber. Sembari menggenggamnya erat, ia menyejajarkan pandangan. “Tenang saja. Aku
Read more
59. Keputusan Tetap Keputusan
“Hei,” desah Adam sembari mengelus pipi sang kekasih dan memajukan wajahnya. “Lihat aku, Amber ... lihat aku!” Di bawah alis yang berkerut tipis, mata sang wanita kembali terbuka. Tatapannya lemah dan tampak sangat lelah. “Kau tidak perlu panik lagi. Aku sudah di sini, bersamamu,” bisik sang pria sembari memberikan senyum terbaik semampunya. Selang satu kedipan, tangan Amber terangkat mencengkeram mantel kekasihnya. “Adam ....” “Benar, ini aku. Sekarang kendalikan dirimu! Atur napasmu!” Adam menggenggam jemari dingin sang wanita untuk memberinya kekuatan. “Ayo, Precious. Kau pasti bisa.” Sambil mengangguk samar, Amber mencoba untuk menarik napas lebih panjang. Malangnya, desakan dalam dada terlalu besar untuk dikalahkan. “Tidak bisa,” desahnya sebelum menjatuhkan lebih banyak air mata. Sedetik kemudian, Adam memindahkan tangan sang kekasih ke perut. “Coba pikirkan bayi kita! Dia juga ingin bernapas. Kau tidak boleh menyerah.” Tiba-tiba, Amber balik mencengkeram tangan Adam. Sam
Read more
60. Kehebohan dalam Kabin
Dari kursi di samping tempat tidur, Amber terus menggenggam tangan Adam. Sesekali, ia mengangkat telapak besar itu dan menempelkannya di pipi. Namun, bukannya menjadi tenang, hatinya malah semakin gundah. Melihat kegelisahan wanita itu, Tuan Berg pun membuka pintu lebih lebar dan berjalan masuk. "Tak usah khawatir, Nona. Kakakku adalah dokter terhebat di daerah sini. Jadi, analisisnya tidak mungkin salah. Tuan Smith baik-baik saja." "Tapi kenapa dia belum bangun juga? Ini sudah lebih dari tiga jam," timpal Amber dengan suara serak dan kerut alis yang dalam. Merasa iba, Tuan Berg duduk di sampingnya. "Meskipun Tuan Smith adalah laki-laki yang kuat, dia tetap butuh waktu untuk pemulihan. Jadi, biarkan saja dia beristirahat. Yang penting, lukanya sudah diobati dan tanda vitalnya aman." "Dia pasti bangun, bukan?" tanya Amber lirih. "Tentu saja. Sekarang, bagaimana kalau kau ikut makan bersama kami? Putri dan keponakanku sudah datang. Mereka menunggumu di ruang makan." Dalam sekeja
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status