Semua Bab Salah Kirim Paket: Bab 111 - Bab 120
140 Bab
Permintaan Alvan
"Hallo, Bu Alia masih mendengarkan saya?""Baik, saya segera ke sana."Ponsel segera kumatikan. Sebuah tanda tanya kembali memenuhi isi kepalaku, siapa tahanan yang ingin melarikan diri itu? Apa Baim? Ya Tuhan... Kenapa masalahku dengan lelaki itu belum juga selesai? "Siapa?" tanya Bang Rizal sambil mengunyah bakso. "Aku mau ke Lapas, Abang mau ikut tidak?" tanyaku seraya beranjak berdiri. "Apa!" Uhuk... Uhuk.... Bang Rizal tersedak kunyahan bakso yang belum sempurna. Aku menghentikan langkah, kuambilkan air putih yang ada di atas meja. Dengan cepat Bang Rizal meminumnya hingga habis tak tersisa."Lain kali makan hati-hati, Bang!" "Gara-gara dengar Lapas abang jadi begini. Mau apa lagi ke Lapas? Baim pengen minta maaf?" tanyanya ketus. Aku mengangkat bahu, sipir saja belum menjelaskan secara detail. Lalu bagaimana aku bisa tahu? "Mau ikut tidak?"Tanpa menjawab Bang Rizal beranjak dari sofa, tangannya segera menggandengku. Kami melangkah menuju mobil yang terparkir di halaman
Baca selengkapnya
Kepergok Rizal
Aku dan Bang Rizal saling pandang. Dengan cepat suamiku menggelengkan kepala. Jelas dia melarang aku mencabut tuntutan pada Mas Alvan."Tolong bebaskan aku, Alia, Bang Rizal. Bagaimana aku bisa mencari Aira dan Syasya jika aku masih berada di sini?" ucap Mas Alvan mengiba. Jujur saja aku tidak tega melihat wajahnya. Namun apa yang ia katakan benar? Apa mereka benar-benar hilang? Bukan akal bulus Mas Alvan agar bisa keluar dari jeruji besi. Kenapa aku menjadi sulit mempercayai ucapan lelaki yang dulu mengiri relung hati? "Dari mama kamu tahu Syasya dan anakmu menghilang, Mas?"Aku tak ingin salah mengambil keputusan hingga berakibat fatal bahkan menimbulkan penyesalan. "Syasya datang kemari, Al. Syasya bercerita jika Bapak membuang Aira ke panti asuhan karena... Karena ...." Mas Alvan tak melanjutkan kata-katanya. Perlahan air bah jatuh membasahi pipi lelaki itu. Baru kali ini kulihat Mas Alvan menangis seperti itu. Dulu saat kami resmi berpisah, dia memang sempat menangis tapi tid
Baca selengkapnya
Salah Masuk
Aku menelan ludah dengan susah payah. Sejak kapan Bang Rizal di rumah. Bukankah dia sudah berangkat dari setengah jam yang lalu? "A-abang kenapa pulang lagi?""Ada file yang tertinggal," ucapnya lalu melangkah ke arahku. "Ponsel kamu jatuh, Sayang." Dia jongkok lalu memunguti ponsel yang telah pecah menjadi dua bagian itu. "Iya, a-aku kaget melihat kamu tiba-tiba muncul, Sayang," ucapku terbata. Setengah mati kuhilangkan rasa gugup yang mendera. Namun justru semakin tampak. Tidak pandai berbohong membuat rasa gugup semakin menjadi. Ya Tuhan, jangan sampai Bang Rizal mengetahuinya. "Kenapa gugup begitu?" Bang Rizal memberikan benda pipih yang sudah hancur menjadi dua bagian. Benar dugaanku, Bang Rizal pasti tahu aku tengah menyembunyikan sesuatu. Dia begitu peka, apa kali ini dia akan tahu pembicaraanku dengan Pak Yusuf barusan? "Ti-tidak apa-apa, Bang.""Tadi telepon dengan siapa? Kenapa harus merahasiakannya dariku?"Diam, aku tak tahu harus menjawab apa? Apa yang harus kukatak
Baca selengkapnya
Meminta Bantuan Yusuf
"Marcel."Aku menggelengkan kepala, tak percaya jika lelaki itu yang ada di kursi kemudi. Astaga, kenapa aku sampai salah masuk mobil Marcel? "Iya, kenapa? Kamu terkejut?" Dia tersenyum tanpa merasa bersalah sedikit pun. "Kenapa kamu bisa di sini?""Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa menganggapku driver taksi online?"Aku meringis, lalu menggelengkan kepala. Aku sendiri tak tahu kenapa bisa duduk di mobil ini, apa lagi dia? "Sekarang mau ke mana?" tanya lelaki itu sambil melirikku dari balik kaca spion yang ada di dalam mobil. Apa aku meminta bantuan pada Marcel? Namun jika mulutnya ember bagaimana? Ah, jadi serba salah. "Kenapa, kamu terburu-buru, kan? Masih sungkan dengan mantan pengemar rahasia?" Aku mencebikkan bibir, lelaki itu sungguh menyebalkan."Hallo, Mbak saya bagaimana?" Suara driver taksi online menghentikan perdebatan di antara kami. Ya Allah, bisa-bisa aku lupa pada driver taksi online itu. Kasihan dia sudah menungguku terlalu lama. "Maaf, saya cancel s
Baca selengkapnya
Kebebasan Alvan
Pov AlvanAku hirup dalam-dalam udara yang ada di pinggir jalan ini. Beberapa bulan mendekam di jeruji besi membuatku merindukan udara yang bercampur dengan bau kenalpot, solar atau limbah sekali pun. Bagi kebanyakan orang ketiga bau itu sangat dibenci. Tetapi tidak denganku, bau ini menandakan aku telah bebas dan bisa hidup seperti orang normal lainnya. Hingga detik ini aku masih tak percaya jika Alia akan membebaskan aku. Kupikir kesalahan masa lalu tak akan pernah dimaafkan. Namun aku salah Alia tetap wanita berhati lembut dan suka mengulurkan tangan untuk menolong sesama termasuk aku. Rasa sesal masih saja hadir di hati. Jika aku menuruti ego dan nafsu,mungkin saat ini aku akan hidup bahagia dengan Alia. Ah, sudahlah semua yang sudah terjadi tak mungkin bisa ku ulang kembali. Kini aku hanya bisa memperbaiki diri agar kejadian itu tak akan kembali. "Tolong jangan berkeliaran tanpa masker. Untuk sementara Mas harus menjauh dari keramaian. Karena sampai saat ini Bang Rizal belum
Baca selengkapnya
Mencari Aira
"Me-Mega ...."Dadaku seketika naik turun. Wanita yang masih menjadi istriku itu dengan cepat memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Tanpa merasa malu dia mengenakan baju kurang bahan tepat di hadapanku dan Bapak. Jantung dipacu lebih cepat, dada bergemuruh, amarah hampir meledak. “Mas Alvan, kamu pulang?” Mega mendekat,tangannya terlentang hendak memelukku. Namun dengan cepat kudorong tubuhnya hingga tersungkur di lantai. Aku tak sudi disentuh oleh wanita yang mengobral tubuhnya untuk lelaki lain, bahkan untuk ayah mertuanya sendiri. Jangan-jangan selama ini Bapak berbohong. Dia menyembunyikan Mega agar bisa menikmati tubuhnya tanpa ada yang mengetahui. Menjijikkan, kedua orang itu bukan lagi manusia. Mereka lebih buruk dari binatang.“Harusnya kamu berterima kasih kepada Bapak,Van. Karena Bapak telah menemukan istrimu. Lalu membawanya kemari. Kalau tidak ada Bapak,Mega pasti sudah tidur di jalanan atau mungkin di bawah jembatan.” Lelaki yang masih mengenakan celana kolor it
Baca selengkapnya
Kebingungan Alvan
Pov AlvanPov Alvan"Maaf sebelumnya, apa hubungan Bapak dengan anak di dalam foto ini?""Dia anak saya, Bu."Pengurus panti asuhan itu menatapku dengan sorot mata yang tak bisa kujelaskan. Mungkin dia tak percaya dengan ucapanku. "Lalu kenapa Bapak mencari putri bapak di sini? Bukankah Bapak ayah kandungnya."Rasa bersalah kembali muncul, karena aku dipenjara Aira dibuang oleh Bapak. "Saya baru keluar dari penjara, Bu ...." Aku tak mampu melanjutkan perkataanku lagi. Rasa penyesalan semakin menyeruak memenuhi rongga dada. Ada rasa malu kala mengatakan aku seorang mantan narapidana. Namun mau bagaimana lagi,semua adalah sebuah kenyataan. Tak ada gunanya aku menutupi seluruh dunia juga tahu akan pernah menginap di hotel prodeo.“Lalu kenapa putri Bapak bisa dibuang?” tanyanya lagi.“Saya tidak tahu dengan pasti alasan Bapak membuang Aira ke Panti Asuhan. Saya hanya tahu Aira berada di sini.”Wanita paruh baya itu menghembuskan napas perlahan, lalu kembali menatap ke arahku.“Putri
Baca selengkapnya
Penawaran
"Mas tidak pulang?" tanya seorang lelaki yang mengizinkan aku mandi tadi. "Saya tidak punya tempat tinggal, Pak."Lelaki yang kuduga seorang marbot masjid itu diam kemudian menatapku penuh selidik. “Mas tidak mempunyai tempat tinggal?” tanyanya sambil menelisik penampilanku.Celana jeans dan kaos branded menempel di tubuhku. Belum lagi sebuah tas dengan merek ternama. Semua ini adalah pemberian Alia ketika aku masih menjadi suaminya. Pantas saja lelaki berumur itu mengira aku kaya raya.“Saya diusir dari rumah karena membela adik saya yang kabur,Pak.”Kebohongan demi kebohongan keluar dari mulutku. Memang benar jika seseorang sekali berbohong seterusnya dia akan terus berbohong demi menutupi kebohongan pertamanya. Namun mau bagaimana lagi ... tidak mungkin aku cerita semua fakta itu. Aku tak mungkin mengumbar aib pada orang yang baru saja kukenal.“Perkenalkan nama saya Udin,saya marbot masjid ini.” Lelaki bernama Udin itu mengulurkan tangan kanannya.“Alvan,” ucapku seraya menyambu
Baca selengkapnya
Bertemu Mia
Pov Alia"Mana sih?" gumamku sambil mencari pesan masuk dari nomor tak dikenal tompo hari. Namun tak kunjung kutemukan. Apa jangan-jangan sudah kuhapus? Aku menyandarkan tubuh di sofa, kupijit kepala yang terasa berdenyut. Baru saja aku sadar dengan petunjuk itu. Tapi bodohnya, pesan itu justru kuhapus. Syasya, kamu ada di mana? "Alin.""Ayam goreng!" Aku Melonjak kaget kala sebuah tangan menyentuh pundakku. Jantungku berdetak kencang, sudah seperti berlari mengitari seluruh lapangan bola. "Kenapa, sih, Al?"Aku diam, mengatur napas yang mulai tersengal. "Abang ini kalau masuk ucap salam, kek. Jangan main nyelonong lalu ngagetin. Untung aku gak punya penyakit jantungan. Kalau sampai punya bagaimana coba?" ucapku kesal. "Ya Allah, Sayang. Mas sudah panggil kamu dari tadi, tapi kamu malah ngelamun terus. Memangnya mikirin apa, sih?"Aku diam kemudian kembali duduk di sofa. Kusandarkan kepala lalu menatap lurus ke langit-langit kamar. "Gak mikirin apa-apa, Bang."Kebohongan kembal
Baca selengkapnya
Rizal kebingungan
"Bang Rizal kenapa?" tanyaku penasaran. "Dia akan memasukkan seorang pegawai baru untuk menjadi manager keuangan karena manager yang lalu baru saja mengundurkan diri."Tak ada yang aneh dengan ucapan Mia. Kuminum jus jeruk. Rasa manis sedikit asam mampu mengurangi mual yang mendera. "Mbak tahu siapa orangnya?" Aku menggeleng sambil menyedot minumanku. "Kartika, nama orang itu."Seketika jus jeruk yang ada di dalam mulut menyembur ke luar. Sialnya air yang keluar tepat mengenai wajah Mia. "Mbak Alia gimana, sih?" ucap Mia kesal. Tangannya dengan cepat mengambil tisu untuk membersihkan air yang menempel di pipi dam hidungnya. "Maaf." Kutempelkan kedua tangan di dada. "Hem!" "Aku syok mendengar perkataanmu, Mia. Kenapa bisa perempuan itu masuk ke perusahaan? Ya Tuhan...." Kupijit kepala yang rasanya mau pecah. "Satu lagi yang harus Mbak Alia tahu."Aku siapkan mental untuk mendengar berita mengejutkan selanjutnya. Semoga saja kali ini tak sampai membuatku jatuh pingsan. "Bang Ri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status