All Chapters of Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke: Chapter 11 - Chapter 20
39 Chapters
Bab 11 (dia adalah sahabatku)
Derap langkah kuda menggema di tengah keheningan malam. Bulan menjadi saksi bagaimana khawatirnya seorang Putra Mahkota di negeri ini pada sahabatnya. Dengan emosi yang masih menjunjung tinggi, ia pergi ke wilayah selatan dengan kuda kesayangannya. Menyusul Ruby, sahabatnya. Meski ratusan kali peringatan datang karena malam sangat berbahaya untuk perjalanan ke selatan. Akan tetapi, lelaki itu lebih keras dari batu. Ia tetap pergi dengan syarat membawa beberapa pengawal untuk menjaganya dari teror. Sesampainya di mansion Duke, gerbang sudah ditutup rapat. Theron yakin, ada penyiksaan di dalam sana. Rubynya yang malang. Seharusnya Theron menjaga gadis itu agar hal seperti ini tidak terulang. "Bilang pada Duke, Putra Mahkota ingin bertamu," perintah salah satu pengawal Theron pada pengawal yang menjaga gerbang. Salah satunya berlari untuk memberi kabar, dan yang lainnya membukakan gerbang untuk Theron masuki. Lelaki itu menelisik halaman suram yang ia pijaki. Masih sama seperti dulu,
Read more
Bab 12 (masa lalu)
Hari demi hari telah berlalu. Hinaan demi hinaan yang tidak pernah Ruby lakukan selalu ia dapatkan. Gadis itu mulai mengerjakan pekerjaannya dalam diam. Berusaha abai tentang kabar Zalina dan Theron yang semakin dekat. Tujuannya sekarang bukan Theron lagi, melainkan adalah Ratu. Jika ia bisa mengambil hati Raja dan Ratu dengan kerja kerasnya, mungkin, gelar Putri Mahkota akan segera ia sandang. Setidaknya ia naik pangkat menjadi tunangan tanpa harus ada sayembara. "Maaf, Ruby. Mau bagaimana pun yang akan menikah nanti adalah putraku. Meski aku adalah Ratu dan Ibunya, yang berhak menentukan pasangannya adalah dirinya sendiri." Ruby terpaku mendengar penuturan Ratu yang tidak pernah ia bayangkan. Jadi, semua keputusan akan ada di tangan Theron? Dengan hati yang masih kasmaran itu, bagaimana bisa ia akan bersikap adil? Selama ini saja, dia selalu membela Zalina. "Datangilah Putra Mahkota." Ratu menyerahkan sebuah tumpukan kertas pada Ruby, "perbaiki hubungan kalian. Aku yakin ini hany
Read more
Bab 13 (sakit itu, masih bersisa)
Setetes air mata jatuh di pipi Ruby. Pandangan matanya kosong. Setelah pulang dari rumah Duke, rasa sesak itu tak kunjung hilang. Kadang, air mata Ruby menetes dengan sendirinya. Sungguh, ia lelah dengan keadaan ini. Apa yang harus dilakukan? Ruby menghembuskan nafas pelan, terlihat asap mengepul karena sudah memasuki musim dingin. Setelah tiga hari dirawat oleh Theron, luka Ruby sudah mulai membaik, dan istirahatnya lumayan cukup. Lelaki itu merawatnya dengan konsisten. Meski memaksa, pekerjaannya cukup baik. "Berhenti menangis, sialan!" umpatnya pada diri sendiri. Semakin hari, bukannya tersanjung dengan kebaikan lelaki itu, ia malah semakin benci. Sesak dadanya saat memandang wajah hangat Theron. Dia melakukan itu karena merasa bersalah. Pemenangnya tetaplah Zalina. Bayangan mereka bersama sukses membuat ulu hatinya seperti diremas. Potongan memori Ruby terdahulu sukses mempengaruhi dirinya. "Berhenti melamun, Ruby. Apa yang kau pikirkan, hm? Bukankah kau sudah aman?" ucap Ther
Read more
Bab 14 (apa kalian sudah puas?)
Kala itu, petir menyambar dengan hebatnya. Ruby berlari di tengah hujan menuju tempat kejadian. Kabar ini mengguncang mental Ruby begitu hebat, hingga air matanya menetes tanpa disadari. Dengan gaun yang basah kuyup, Ruby melewati lorong demi lorong hingga sampai ke tempat eksekusi. Zooya, bukanlah orang jahat. Sesampainya di sana, semua orang menyaksikan Zooya dicambuk di tengah hujan deras serta petir yang menyambar. Selain Zooya, Ruby tidak memperhatikan Zalina yang menangis tersedu serta Theron yang kini memandangnya tajam. Sesaat lutut Ruby lemas. Kesalahan apa yang dibuat Zooya hingga hukumannya demikian? Melihat Zooya yang mulai terjatuh, ia langsung berlari menghampiri jika saja Theron tidak mencegah. "Lepas!" Katanya memberontak. Berusaha melepaskan cengkraman Theron yang berusaha menahannya. "TIDAK!" teriak Ruby saat cambukan berhasil mengenai punggung Zooya. Tangisan Ruby tidak bisa dicegah. Ia tidak tega melihat semua ini. "Jangan ... jangan lakukan itu ... kumohon!"
Read more
Bab 15 (rindu seperti dulu)
"Ah sial, aku menangis lagi!" Umpatnya melemparkan sapu tangan yang baru saja ia pakai ke sembarang arah. Ruby bingung. Seharian ini, ia tidak berhenti menangis selain tidur. Sekali pun ingin berhenti, otaknya kembali memutar hal yang menyakitkan hingga air matanya kembali merembes keluar. Sulit untuk menahan semua ini. Sepertinya, ini efek ingatan Ruby yang dulu, atau memang luka di hatinya belum pulih. Hari ini rasanya begitu mencekam. Kepalanya sakit, hidungnya memerah, dan matanya mulai panas. Ruby ingin segera tidur meski matahari belum terbenam sekali pun. Rasanya, ia sangat lelah. "Apa nona baik-baik saja?" tanya Elina yang kini duduk bersimpuh di bawah Ruby demi membenarkan gaun yang majikannya pakai. Ah, iya. Ada undangan makan malam dari Raja yang tidak bisa Ruby lewatkan. Padahal, sebelumnya Ruby menolak ajakan Theron untuk minum teh bersama dengan Zalina. Tidak lagi. Mungkin Zalina akan berulah lagi dan Ruby yang jadi getahnya. Sungguh merepotkan. "Tentu saja tidak. K
Read more
Bab 16 (festival malam)
"Memangnya mudah untuk membatalkan sayembara dengan seenaknya," cibir Ruby dengan nada mengejek. Gadis itu berkacak pinggang. "Yeeahh sangat mudah karena kau calon Rajanya bodoh!" Umpat Ruby kemudian menendang pot bunga yang baru saja lepas dari pandangannya. Emosi, kesal, dan muak menjadi satu. Gadis itu menggenggam rambutnya frustasi. Baru saja dia sembuh dari penyakit tangisnya, ia justru harus memutar otak tentang sayembara ini. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain kabur. Namun, tentu saja kabur dengan uang sedikit bukanlah hal yang bagus. Jika saja ini adalah sebuah novel, mungkin Ruby sedang merencanakan balas dendamnya karena sudah dijahati oleh sang penulis. Ah tidak, itu karmanya karena sudah menjahati sang protagonis. "Apa aku terus menjahati Zalina saja agar dipenggal dan kembali ke duniaku?" gumamnya lagi. "Tapi ... mengerikan juga kalau aku mati langsung masuk neraka, HIH!" Ruby merinding seraya memegang lehernya sendiri. "Ngomong-ngomong kalau aku tidak jadi Putri
Read more
Bab 17 (surat misterius)
Di musim dingin seperti ini, Ruby seharusnya menimbun dirinya di bawah selimut, tidur seharian jika ia tidak lupa tentang sayembara yang akan di adakan sebentar lagi. Meski Theron tidak menyebutkan waktunya secara spesifik, akan tetapi, semuanya telah siap, dan mungkin saja Zalina juga sudah menyiapkan segala hal. Perpustakaan Istana hari ini terasa begitu senyap seperti hari-hari biasanya. Sudah empat hari Ruby menghabiskan waktunya di sini, sendirian. Tanpa Elina. Mereka harus merahasiakan fakta ini. Ruby dijuluki sebagai 'Lady Jenius', mustahil dia pergi ke perpustakaan demi mempelajari dasar-dasar kerajaan yang sudah ia hapal di luar kepala. "Haruskah aku belajar etika?" gumam Ruby kini mengganti bukunya. Gadis itu membaca dengan jarak yang dekat. Pandangannya mulai kabur. Sepertinya karena kebanyakan membaca. Beruntung tulisan di sini sama seperti di dunianya. Dengan satu lentera serta teh Chamomile yang menemani, Ruby mengeratkan kain di punggungnya saat dingin mulai menyergap
Read more
Bab 18 (tamu tak diundang)
"Lancang sekali bicaramu, pelayan!" Sentak suara barithon yang begitu familiar di telinga Ruby. Ruby berpaling, dapati Theron tengah menyorot tajam ke arah Bizzie yang kini menunduk takut. Tangannya berpegang pada ujung pedang seakan bersiap untuk mengambilnya. Gadis itu menegang di tempat, apa Theron mendengar seluruh percakapan mereka? "Maafkan saya, Yang Mulia, saya tidak bermaksud—" "Teganya ... kau menuduhku, Bizzie," lirih Ruby memotong ucapan Bizzie yang akan membela diri dengan sejuta alasannya. Pelayan itu tidak bisa berkutik saat Ruby memberinya senyum getir. Gadis itu menutup mulutnya dengan sorot kecewa. Menggeleng. Seolah mendalami peran sebagai karakter yang polos yang tengah dikhianati. "Minta maaf pada Ruby sekarang atau kau dikurung di ruang bawah tanah Istana dalam semalam?" titah Theron membuat Bizzie bergetar ketakutan. Siapa yang bisa bertahan di penjara bawah tanah dalam musim dingin seperti sekarang? Meski hanya semalam, Bizzie bisa beku berada di bawah san
Read more
Bab 19 (rasa bersalah)
Latihan di tengah musim dingin seperti ini membuat fokus Theron menjadi terbelah. Lirikan matanya selalu mengarah pada orang-orang yang berlalu lalang di lorong Istana. Seberapa banyak manusia pun yang hadir di depan matanya, ia masih berharap seseorang muncul di hadapannya meski hanya sesaat. Apa ini namanya Theron sendiri juga masih ragu. Intinya, ia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya selama seminggu ini. Hanya ingin melamun. Bahkan, sup terenak masakan sang Ibu pun, nampak tidak menarik. Pikirannya hanya tertuju pada satu orang. "Ruby?" gumamnya. Terlihat gadis itu dari kejauhan keluar dari lorong Istana utama. Tanpa sadar Theron meninggalkan para ksatria yang lain tanpa pamit. Bahkan, panggilan dari Jack sang asistennya pun tak ia hiraukan. Tungkainya hanya berporos pada satu tujuan. "Nona Ruby? Anda tidak merencanakan sesuatu untuk nona Zalina, 'bukan?" Mendengar itu, Theron membeku. Menatap nyalang ke arah pelayan yang kini membelakanginya. Suara itu, ia sangat mengenaln
Read more
Bab 20 (racun)
"Ini sup penghilang pengarnya, nona." "Terima kasih." Ruby bangkit dari tidurnya. Memperhatikan sup yang baru saja disajikan pelayan dengan asap mengepul. Gadis itu menghembuskan nafas kasar. Lonjakan dari perutnya sukses membuat air mata keluar. Sepertinya, ia terlalu mabuk semalam. Bahkan, Ruby tidak ingat kapan Theron meninggalkan kamarnya. Ah masa bodoh. Mendesah lelah kemudian menyendokkan sup yang sudah ia tiup ke dalam mulut. Dalam genggamannya terdapat surat misterius yang kini belum ia pecahkan apa di dalamnya. Meski pening, Ruby tetap memaksa untuk meneliti setiap inci dari surat itu. Namun, nihil. Tidak ada hal yang mencurigakan dari tiap sisinya. "Ah ... sepertinya di sini terlalu gelap. Apa aku lihat dari jendela saja?" Gumamnya kemudian mengarahkan kertas itu pada jendela kamarnya. "Ini?" kejutnya saat mendapati beberapa huruf muncul saat matahari menyorot kertas dari arah belakang. "Apa?" Ruby menyipitkan mata.Pastikan bunga itu ada di sisi nona Ruby. Karena kan
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status