All Chapters of RAHASIA SUAMIKU: Chapter 31 - Chapter 40
171 Chapters
Uang Patungan
Letak tempat tinggal yang berjauhan, ditambah lagi aktivitasnya sebagai pendidik yang tak bisa ditinggalkan membuat Kinan merasa bersalah tak mampu memberikan bantuan tenaga untuk mempersiapkan hari penting adik perempuan satu-satunya itu. Karena itu Kinan berupaya menutupi ketidakmampuannya itu dengan bantuan keuangan walaupun mungkin jumlahnya tak seberapa."Bu, ada tamu ya? Siapa?" Terdengar pertanyaan dari sosok yang sepertinya sedang berjalan mendekati pintu samping itu. Tanpa melihat wajahnya, Kinan sudah tahu siapa pemilik suara itu. Gegas Kinan kembali menegakkan tubuhnya dan melangkah cepat ke arah pintu samping hendak menemui sosok pemilik suara itu."Bapak!" pekik Kinan sembari menyalami tangan kanan laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu."Kamu rupanya, Nan! Bapak pikir siapa, melihat motornya Bapak tak kenal," ujar Pak Irwan sembari memperhatikan kendaraan roda dua yang ada di samping rumah mereka."Kinan ada job nyanyi
Read more
Jujur
"Katakan dengan jujur, Nan! Bapak tak mau uang ini akan menjadi pemicu masalah dalam rumah tanggamu!" ujar Pak Irwan dengan nada tegas. Mengenal baik puterinya sejak kecil, ada sesuatu yang disembunyikan Kinan saat menyerahkan amplop tadi. Raut wajahnya tak benar-benar tenang, itu menurut pandangan Pak Irwan. Semoga saja, prasangkanya salah.Kinan diam. Lidahnya terasa kelu. Haruskah dirinya jujur mengakui jika Ardi tak tahu menahu tentang uang yang diberikannya ini? Kinan merasa tak harus memberitahukan laki-laki yang bergelar suaminya itu tentang sesuatu yang tak akan melibatkan dirinya sama sekali. Kinan yang meminjam, Kinan pula yang akan membayarnya. Dan yang terpenting lagi, pembayaran pinjamannya itu tak akan menggunakan uang Ardi sama sekali. Lantas untuk apa suaminya itu tahu?"Jujur saja, Nan! Kamu tahu Bapak paling tak suka dibohongi bukan?" Tegas Pak Irwan mengucapkan kata.Menanamkan kejujuran sejak kecil pada anak-anaknya, pasangan
Read more
Pengakuan
"Tempat kembalinya seorang anak adalah orang tuanya, Nan. Seburuk apa pun anaknya, sejelek apa pun tanggapan orang nantinya, sekecewa apa pun orang tua pada anaknya, kami akan menerima anak kami dengan kondisi apa pun. Tak lagi ada kata kecewa dan amarah jika itu memang suratan takdir yang harus terjadi. Apa pun pilihan hidupmu nanti, Bapak dan Ibu akan membuka tangan ini selebar-lebarnya. Anak selamanya akan menjadi anak, walaupun suami suatu saat mungkin bisa menjadi mantan suami," ujar Pak Irwan dengan nada perlahan. Mencoba menutup rasa kecewa yang melingkupi bilik hatinya."Apa masalah rumah tanggamu yang tak kami tahu, Nan?" Kali ini sang ibu yang melemparkan tanya. Memandang sendu pada sulungnya. Kinan diam sesaat. Mencoba mengumpulkan kekuatan yang sepertinya habis tanpa sisa. "Ibu dan Bapak percaya jika Bang Ardi tak pernah menyerahkan gajinya padaku?" tanya Kinan sembari menundukkan kepalanya."Apa??? Kamu tak sedang bercanda kan?" tanya Pa
Read more
Negoisasi
Satu minggu berlalu tanpa terasa. Kinan sibuk dan tak sempat lagi untuk berkunjung ke rumah orang tuanya. Waktunya habis untuk mencari uang, walaupun bukan kepala keluarga.Senin sampai Jumat bergelut dengan dunia anak-anak. Hari Minggu diisinya dengan menerima tawaran manggung sesuai arahan pimpinan grup mereka. Lelah sudah pasti terasa. Namun apa hendak dikata, semuanya demi helaian uang yang sudah ada alokasinya."Bang, pernikahan Sekar kan hari Minggu nanti. Kita mau pergi ke sana hari apa? Tak mungkin jika perginya hari Minggu kan?" Tanya Kinan sembari menyetrika pakaian di depan televisi.Hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Rafif pun sudah tidur sejak setengah jam yang lalu. Waktu yang harusnya dapat digunakan untuk beristirahat diabaikan Kinan. Tumpukan pakaian selama dua hari yang belum sempat disetrikanya sudah menanti.Ardi yang sedang duduk memainkan gawainya di kursi panjang tak jauh dari Kinan tampak menatap dari kejauhan. Me
Read more
Letih Raga, Lelah Jiwa
"Mengapa harus merasa tak enak, Dek? Kan memang itu kemampuan kita. Tak bisa banyak membantu. Mau dikata apa? Tak usahlah selalu memikirkan orang lain dalam hidup ini! Pikirkan saja diri kita! Tak usah peduli apa yang dikatakan orang, selama kita tak pernah minta makan kepada mereka," ujar Ardi dengan tegas.Masih ada beberapa pakaian Rafif yang harus disetrikanya. Kinan melihat jam dinding yang terletak di atas televisi. Pukul sepuluh lebih lima belas menit. Matanya sudah mengantuk, namun pekerjaan ini harus dituntaskan. Besok hari Selasa. Jadwalnya piket sehingga harus datang lebih awal tentunya."Ini bukan terkait omongan orang, Bang. Ini hanya sebagai bentuk kepedulian kita kepada sesama saudara. Kepada keluarga. Abang bayangkan, kita di posisi mereka. Keluarga dekat kita tak membantu sama sekali. Sudahlah tak ada bantuan materi, tak ada bantuan tenaga pula. Abang masih punya malu kepada Bapak dan Ibu?" tanya Kinan dengan nada sinis.Sepertinya berbica
Read more
Tak Salah Lagi
"Bang, kita makan dulu di warung ya! Sekalian salat Isya, jadi tak ribet lagi mau salat di rumah Ibu nanti," ujar Kinan dengan sedikit berteriak di arah telinga Ardi.Dengan kondisi angin dan kendaraan bermotor yang melaju cukup kencang membuat Kinan harus sedikit menaikkan nada suaranya. Apalagi arah laju kendaraan roda dua yang mereka naiki melawan arah angin."Jadi cari warung makannya yang dekat masjid kan, Dek?" tanya Ardi dengan suara yang sama kerasnya."Iya, kasihan Rafif. Pasti sudah kelaparan. Untung saja dia tertidur, Bang!"Putera Kinan itu memang sedang terlelap meski dalam posisi duduk di antara ibu dan ayahnya. Mantel tebal berwarna biru dengan penutup kepala berbentuk singa itu cukup menghangatkan tubuh mungilnya."Kamu juga, sudah dibilang, berangkatnya besok saja, masih nekad malam-malam begini."Kinan memang berhasil mendesak Ardi untuk berangkat ke rumah orangtuanya hari Jumat, meskipun harus di malam hari. Se
Read more
Kena Batunya
Kendaraan roda dua itu kembali melaju menembus malam. Jalanan masih ramai walaupun hari sudah mendekati pukul sembilan malam. Tak ada percakapan selama sisa perjalanan.Tepat pukul setengah sepuluh malam, Ardi memasuki halaman rumah mertuanya. Tampak beberapa kendaraan bermotor masih ada di bawah tenda yang sudah terpasang rapi di depan rumah. Pelaminan pengantin pun sudah dipasang walaupun dekorasinya belum sempurna."Assalamu'alaikum," ujar Kinan saat melihat beberapa orang laki-laki sedang asyik mengobrol di depan rumah.Begitulah lazimnya kebiasaan di kampung Kinan. Setiap ada anggota keluarga yang hendak menyelenggarakan hajatan besar, anggota keluarga lain akan datang tanpa diminta. Membantu sebisa mungkin apa yang mereka bisa.Kaum wanita biasanya akan sibuk di dapur mengurusi bagian masak-memasak. Sedangkan kaum lelaki biasanya akan mengurusi bagian luar rumah, semacam perlengkapan dan lain sebagainya. Bahkan biasanya mereka akan beg
Read more
Resepsi Sekar
Lafaz hamdalah mengalir dari setiap bibir orang yang hadir menyaksikan akad nikah Sekar dengan Deni. Kinan menitikkan air mata bahagianya saat melihat Deni menyentuh dahi adiknya lantas melafazkan doa. Sesuatu yang tak dilakukan Ardi saat menghalalkannya dulu.Pantaskah jika Kinan merasa iri dengan apa yang dialami adiknya saat ini? Bukankah dirinya dulu juga merasa bahagia saat mendengar akad yang diucapkan Ardi? Walaupun ternyata bahagia itu hanya sesaat, tak sebanding dengan kepahitan hidup yang harus dijalaninya hingga saat ini."Kamu menangis, Nan?"Sontak saja Kinan menolehkan kepalanya ke asal suara. Wak Siti yang duduk di sebelahnya mengusap punggung tangan kanan Kinan dengan perlahan."Kinan merasa bahagia, Wak. Tak menyangka akhirnya Sekar menemukan jodohnya. Semoga mereka bahagia, sakinah mawaddah warahmah. Bahagia hingga menua," ujar Kinan sembari mengusap bulir bening yang sempat membasahi pipinya."Kamu sendiri bahagia, Nan?"Lagi-lagi pert
Read more
Merendah?
Tak ada niat dalam hati Kinan untuk membuat malu suaminya. Namun sepertinya laki-laki ini harus paham dan mengerti mengapa sang putra tak dekat dengan dirinya.Anak kecil lebih peka perasaannya, itu yang sering Kinan dengar dari para orang tua. Rafif merasa tak nyaman dengan ayahnya, mungkin karena sang ayah memang tak dekat dengannya. Tak pernah ingin mengakrabkan diri, memberikan kasih sayang untuk sang putera."Dek, didengar orang malu," tukas Ardi sembari menyikut lengan Kinan.Kinan menolehkan kepalanya sebelum akhirnya memutuskan duduk di kursi plastik yang berada di belakang Mang Rusdi, saudara sepupu ayahnya itu."Mengapa harus malu? Abang yang harusnya malu tak mampu mengurusi anak sendiri!" sahut Kinan saat melihat Ardi mendudukkan tubuh di kursi kosong tepat di sebelahnya.Kinan memutuskan memangku Rafif dan tak kembali ke dalam rumah. Lagi pula Sekar dan Deni pun sudah berjalan beriringan menuju ke pelaminan. Akad nikah selesai, tinggal resepsiny
Read more
Kinan Berkelit
"Lima juta rupiah? Siapa yang bilang seperti itu? Bukankah kita malam kemarin hanya menyerahkan uang lima ratus ribu kepada Ibu? Mengapa jadi lima juta rupiah?" tanya Kinan pura-pura bingung sembari mengernyitkan dahinya.Kinan menggenggam sendok yang ada di tangannya kuat-kuat. Jangan sampai Ardi tahu bahwa dirinya saat ini sedang membohongi suaminya itu. "Jangan keras-keras mengatakan lima ratus ribunya! Tak enak didengar orang," sahut Ardi dengan cepat. Laki-laki itu menekan lengan Kinan sedikit lebih dalam, menegaskan pintanya sebelum Kinan kembali mengeraskan suaranya. Para penyanyi orgen tunggal sedang bersiap untuk memberikan penampilan terbaik mereka. Sementara pimpinan grup hiburan itu sedang mengecek suara alat musik mereka, sudah layak untuk didengarkan atau belum. Tentu saja tak ingin mengecewakan para tamu nantinya.Awalnya Kinan hendak meminta bantuan pada grup musik tempatnya bernaung untuk menjadi penghibur di acara resepsi adikn
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status