All Chapters of RAHASIA SUAMIKU: Chapter 41 - Chapter 50
171 Chapters
Pernyataan Wak Siti
Kinan memeluk tubuh Rafif dan berjalan ke arah luar tenda. Hiruk-pikuk keramaian pesta sejak dulu sering membuatnya sakit kepala. Mendudukkan tubuh sedikit agak jauh dari keramaian tentu lebih baik bagi Kinan.Melayangkan pandangannya ke area luar tenda, pilihan Kinan jatuh pada teras rumah Yuk Marni. Wanita yang sudah menjadi janda sejak setahun yang lalu itu masih terhitung kerabat jauh Kinan dari pihak ibunya. Rumah itu terbuka. Dan memang seperti itulah kebiasaan masyarakat di sini. Jika ada tetangga yang berdekatan rumah mengadakan hajatan, para tetangga akan membiarkan pintu rumah depan mereka terbuka. Kebiasaan ini untuk memberi kesempatan kepada empu hajatan jika hendak menggunakan rumah mereka untuk keperluan hajatan tersebut. Tak jarang sebagian keluarga sang empu hajatan yang berasal dari luar kampung akan menjadikan teras rumah mereka sebagai tempat untuk beristirahat, melepas penat.Kinan melangkah masuk ke teras rumah. Melongo
Read more
Kamu Tak Bahagia?
"Wak tak akan memaksamu untuk percaya, Nan. Semua kembali kepadamu. Wak hanya menyampaikan apa yang Wak rasakan."Memang kata-kata Wak Siti itu diucapkan dengan kalimat yang sangat lembut. Namun tetap saja, hati Kinan terasa bak dihantam palu besar yang sungguh membuat jiwanya oleng seketika."Wak tahu, suamimu memang merupakan laki-laki dengan tipe yang sangat keras. Sulit untuk membantahnya.  Mungkin sifat itu merupakan turunan dari mertuamu. Ego mereka tinggi. Ingin selalu dihargai."Wak Siti tampak diam sesaat. Kinan menolehkan kepala, mencoba memperhatikan wajah tua yang ada di sampingnya. Entah apakah hanya perasaan Kinan saja, tampak wanita itu agak ragu untuk meneruskan ucapannya.Semakin raja hari meninggi, suasana resepsi pernikahan Sekar semakin meriah saja. Tamu datang dan pergi silih berganti. Tampak panitia konsumsi yang merupakan para muda-mudi di kampung mereka itu sibuk sekali. Hilir mudik membawa wadah yang berisi lauk, tentunya
Read more
Petuah Wak Siti
Kinan merasa bimbang. Haruskah menceritakan semua yang dirasakannya pada Wak Siti? Apakah itu berarti dirinya akan mengumbar aib rumah tangganya kepada orang lain?Wanita ini sudah dianggapnya tak ubah nenek sendiri. Apakah layak jika Kinan berbagi rasa dan perih dengannya?"Tak usah merasa ragu, Nan. Wak hanya ingin tahu saja. Tak ingin berniat mencampuri urusan rumah tanggamu."Kinan memejamkan matanya. Mencoba menemukan kekuatan untuk memberinya keputusan."Yuk Kinan, ini kue, lakso, dan es jeruknya. Ayuk ambilkan dulu! Bakinya mau Sari ambil kembali."Ucapan Sari yang muncul dengan baki yang berisi sepiring kue, dua mangkuk lakso, dan tiga gelas es jeruk berhasil menyelamatkan Kinan sesaat. Ada jeda waktu yang tersedia sebelum Kinan menentukan keputusan yang akan dikatakannya.Gegas Kinan meraih piring, mangkuk, dan gelas-gelas itu. Menjajarkannya di lantai yang ada di hadapan mereka."Terima kasih ya, Sari!" uj
Read more
Diguna-gunai?
Dua minggu berlalu sejak pembicaraan Kinan dengan Wak Siti. Kinan mencoba mengambil hal-hal baik dari petuah yang disampaikan wanita itu kepadanya. Rumah tangga menyatukan dua manusia yang berbeda, baik watak maupun sifat. Bukan untuk mencari kekurangan, tapi hakikat pernikahan adalah saling menutupi kekurangan.Mencoba bertahan, mungkin itu yang harus dilakukan Kinan saat ini. Bohong jika dirinya mengatakan tak ada cinta pada laki-laki yang menjadi menyandang status sebagai suaminya itu. Entahlah, cinta itu muncul memang murni dari hatinya atau karena guna-guna yang sempat diutarakannya pada Wak Siti saat itu.Ingatan Kinan melayang pada pembicaraan di teras rumah Yuk Marni saat pernikahan adiknya."Kamu merasa diguna-gunai oleh Ardi, Nan? Seperti itu maksudmu?" tanya Wak Siti saat Kinan mempertanyakan hal itu."Entahlah, Wak. Banyak orang yang mempertanyakan hal itu pada Kinan. Bagaimana bisa seorang Kinan dengan segala yang dimilikinya melabuhkan hati pada se
Read more
Saran Dari Dinda
"Tak ada, Kak." Hanya kalimat singkat itu yang diberikan Kinan sebagai jawaban atas pertanyaan wanita di sampingnya ini."Masih tentang Ardi? Dalam hidupmu rasanya hanya satu masalah yang ada, Nan. Suamimu sendiri. Kakak rasa masalah hidupmu tak akan  pernah berubah, hanya terpusat pada sosok yang sama. Suamimu sendiri."Kinan terkekeh mendengarkan ucapan wanita yang sudah dianggapnya tak ubah kakaknya sendiri itu."Separah itukah aku, Kak?""Bagi Kakak, tak tahu bagi orang lain. Pikiran orang kan tak sama, Nan. Eh, Ardi masih belum berubah ya?" tanya Dinda sembari memalingkan wajahnya menatap Kinan. Kinan menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Dinda itu."Masih sama, Kak. Uangnya untuk cicilan dan tabungan, uangku untuk kebutuhan rumah tangga. Sulit mengubah cara berpikirnya, Kak."Kali ini Kinan mengucapkan kalimatnya dengan lebih santai. Petuah Wak Siti masih melekat di ingatannya. Paling tidak sam
Read more
Menguras Energi
Kinan baru saja keluar dari kamar, selesai menidurkan Rafif saat pintu samping terbuka. Sosok suaminya itu baru saja masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu memang sempat pamit pada Kinan untuk bergabung dengan rombongan bapak-bapak yang berbincang di seberang rumah sejak selesai salat Isya tadi. "Rafif sudah tidur?" tanya Ardi sembari melangkahkan kakinya ke dapur, sepertinya hendak meletakkan mug yang sempat dibawanya tadi."Sudah, baru saja."Kinan mulai menyiapkan perlengkapan untuk menyetrika. Tak ada waktu yang luang untuk melakukan aktivitas yang satu ini di siang hari. Mau tak mau Kinan harus merelakan waktu istirahatnya di malam hari. Sebenarnya besok hari Minggu. Kinan pun tak ada jadwal untuk menyanyi besok. Hanya saja Kinan berniat untuk beristirahat dengan santai esok hari. Jarang-jarang ada kesempatan seperti ini."Tolong siapkan makanan untuk Abang bawa ke kebun besok, Dek! Abang mau memupuk. Tak lama lagi kita akan panen."
Read more
Kota Hidup Masing-masing
Ruangan hanya dipenuhi suara pembawa acara yang sedang memandu ajang pencarian bakat dari layar datar yang memancarkan cahaya itu. Tak ada niat dari Kinan ataupun Ardi untuk membuka suara lagi.Kinan menyelesaikan sedikit lagi pekerjaannya sembari mengumpulkan mental dan energi untuk melaksanakan saran pertama yang diberikan Dinda beberapa hari yang lalu. Dinda mungkin benar, Kinan belum mencoba. Lantas mengapa berpikir jika Ardi tak akan menerima? Merapikan tumpukan pakaian-pakaian itu, lantas setelahnya Kinan merapikan selimut tebal tak terpakai lagi yang memang digunakannya sebagai alas menyetrika tadi. Setelah itu Kinan menggulung setrika dan meletakkan di tempat khusus di dalam tak sebelah meja televisi.Ardi masih dengan posisi santainya. Kinan merasa mungkin ini waktu yang tepat untuk mencoba saran Dinda itu. Tak ada salahnya jika ternyata hasilnya tak sesuai harapan. Paling tidak, Kinan tak akan pernah menyesalinya. Dirinya sudah pernah menco
Read more
Pisah Ranjang?
Satu minggu berlalu sejak perbincangan di malam Minggu itu. Ardi benar-benar menepati ucapannya. Laki-laki itu sama sekali tak menyentuh masakan apa pun dimasak Kinan. Makan nasi bungkus atau memasak mie instan menjadi kegiatannya untuk mengganjal perut.Kinan awalnya tak ambil pusing dengan semua sikap suaminya itu. Hanya saja semakin hari rasanya aneh juga jika menjalani pernikahan tapi hidup dengan cara masing-masing seperti ini.Dalam kesehariannya, Ardi bersikap biasa, tak berubah dari tingkah ataupun caranya berkata-kata. Hanya satu hal saja yang berubah dalam kehidupan rumah tangga mereka. Untuk urusan perut, mereka mencukupinya masing-masing.Apakah ini yang diinginkan Kinan? Tentu saja tidak. Menjalani bahtera rumah tangga dengan cara yang seperti ini jelas jauh lebih menyakitkan baginya. Apakah keinginannya malam itu salah hingga Yang Maha Kuasa menghukumnya dengan cara seperti ini?"Nan, ini sandal Rafif! Kemarin sempat kotor jadi Ayuk
Read more
Ceraikan Aku!
Gelengan kepala Kinan menjadi jawaban atas pertanyaan wanita yang setiap hari mengasuh puteranya itu."Lantas?" tukas Diana sembari mengernyitkan dahinya."Kami makan masing-masing. Bang Ardi tak lagi ingin menyentuh makanan yang aku masak. Nasi bungkus atau mie instan menjadi pilihannya sejak seminggu belakangan ini."Karuan saja Diana membelalakkan matanya. Ucapan Kinan itu benar-benar di luar dugaannya."Kamu serius, Nan? Kamu sedang tak bercanda kan?"Jelas sekali Diana hendak mempertegas ucapan Kinan itu. Kinan tahu, mungkin apa yang disampaikannya tak lazim di pendengaran banyak orang. Tapi orang harus percaya bahwa apa yang disampaikannya ini benar, bukan hanya fitnah semata."Ayuk pikir aku suka bercanda untuk hal seperti ini?"Sedikit kesal, Kinan berusaha menegaskan ucapannya tadi. Tak mungkin dirinya akan main-main untuk hal sensitif seperti ini."Ini berawal dari permintaanku, Yuk. Aku ingin kam
Read more
Kamu Tak Bahagia?
Ardi membalikkan tubuhnya dengan cepat. Matanya melotot ke arah Kinan dengan tatapan yang menunjukkan ketersinggungan."Meminta apa tadi?" tanya Ardi dengan nada tegas.Kinan menegakkan kepalanya. Dirinya harus kuat. Apalagi yang harus membuatnya ragu?"Aku rasa berpisah lebih baik untuk kita. Jatuhkan saja talak padaku, Bang! Itu jauh lebih baik daripada keadaan yang kita jalani saat ini."Kinan meyakinkan dirinya sendiri untuk mampu tegas mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Diana, wanita itu telah berhasil memberikan kekuatan pada dirinya. Bertahan atau melepaskan. Kinan memilih melepaskan. Pilihan yang sulit baginya, tapi sepertinya menjadi keputusan terbaik bagi kehidupannya."Yuk Diana yang telah menghasutmu untuk meminta cerai pada Abang?" tanya Ardi dengan tatapan yang sangat tajam. Kinan semakin menguatkan hatinya. Tangannya menggenggam buku ibu jari untuk membuatnya semakin kuat menghadapi situasi saat ini.
Read more
PREV
1
...
34567
...
18
DMCA.com Protection Status