Semua Bab Menjadi Istri Mantan Calon Mertua: Bab 11 - Bab 20
24 Bab
11. Berlutut
Menghadapi anak muda yang masih belum dewasa bukanlah keahlian Fajar. Ia tidak tahu bagaimana cara berinteraksi dengan mereka yang masih perlu banyak belajar. Karena itu dia tidak tahu bagaimana membuat Jiwa kembali bertingkah normal. Gadis muda itu setia bungkam sejak pertanyaan terakhirnya di mobil tadi. "Saya serius mau menikahi kamu," kata Fajar setelah selesai menelan suapan terakhir. Ia memandang Jiwa yang masih sibuk mengunyah sate di depannya. "Saya nggak ngabari karena ngira kamu masih butuh waktu." Fajar masih terus mengatakan kalimatnya meski Jiwa tidak menggubris. "Menikah bukan hal yang mudah. Apalagi ini pertama kalinya buat kamu, pasti semakin nggak gampang."Jiwa menggebrak meja dengan kesal. Ia sudah tak peduli jika berpasang-pasang mata memperhatikan tempatnya dan Fajar. "Bapak ini mau ngomong apa sebenarnya? Langsung ke intinya aja," kata Jiwa tak sabar. Dia nggak suka sesuatu yang bertele-tele seperti kalimat Fajar. "Padahal pengacara, tapi kalau ngomong nggak
Baca selengkapnya
12. Jaga Sikap
Jiwa menatap penuh angkuh pada Gibran yang masih diam. Seratus persen dia yakin kalau pemuda itu tak akan mau melakukannya. Harga dirinya yang tinggi membuat Gibran enggan mengatakan maaf. Bahkan ketika masih memiliki hubungan dengannya saja, Gibran dengan egonya tak pernah merasa bersalah. "Gila lo?" tanya Gibran dengan suara dalam dan dingin. Jiwa mengangkat sebelah alisnya. Gibran mirip sekali dengan Fajar kalau sedang seperti ini. "Lo tau gue gila ngapain masih nyari masalah sama gue?" Jiwa tersenyum miring. Maju dua langkah sampai membuat dirinya dan Gibran tak berjarak. Jari telunjuknya menunjuk dada kiri Gibran berulang kali. "Mending lo diem dan jangan pernah ganggu gue lagi." Jiwa mendongak untuk menatap wajah Gibran yang menunduk. Tatapan mereka bertemu dengan sorot arti yang berbeda. "Jaga sikap mulai sekarang, Nak." Gibran mengepalkan tangan kuat. Lalu menarik rambut Jiwa tanpa ampun. Tidak peduli sekarang dia menjadi seorang pengecut ataupun pecundang yang sedang berb
Baca selengkapnya
13. Nggak Mudah
Jiwa bisa mendengarnya. Ia mendengar dengan jelas kalimat kurang ajar yang keluar dari bibir busuk sang ayah tiri. Satu miliar? Hah! Jiwa yakin Fajar mampu memberikan uang sebanyak itu. Hanya saja Jiwa berharap pengacara itu tidak melakukannya. Memangnya Jiwa barang yang bisa dipakai sesuka hati setelah dibeli? Gadis itu melirik ibunya yang cuma diam, padahal dia yakin kalau beliau pasti juga Mendengarnya. Jiwa menghela napas pelan, tatapannya tanpa sengaja bertabrakan dengan Gibran. Melihat senyum miring di wajah manis itu membuat Jiwa yakin sekali kalau Gibran pasti juga mendengar yang dikatakan ayah tirinya. Rasanya ruang tamu yang sudah sempit itu semakin sesak karena amarah Jiwa mulai menguasi hatinya. "Saya akan memberikan mahar yang sesuai dan pantas untuk Jiwa," jawab Fajar dengan tenang. Ekspresinya masih terlihat ramah, tidak marah sama sekali. Justru ayah tiri Jiwa yang bersadar pada kursi dengan wajah kecewa. "Anda pasti tahu kalau mahar adalah hak seorang istri. B
Baca selengkapnya
14. Akan Menikah
"Kenapa nomor gue di block?" Gibran duduk di atas meja Jiwa dengan tatapan malas. Namun, sialnya masih terlihat menawan untuk seorang Jiwa Sandaya. Andai saja mereka masih pacaran, Jiwa tak akan ragu langsung memeluk pemuda tampan yang sedang bersikap songong ini. "Udah nggak ada urusan," jawab Jiwa dengan malas juga. "Lagian ngapain lo ke sini?" Stella ikut nyolot, masih kesal dengan kelakuan Gibran yang seperti semut. Datang kalau ada yang manis-manis saja. "Lo pulang jam berapa nanti?" Gibran memilih mengabaikan kalimat sarkas kedua gadis itu. Karena kalau diladeni yang ada dirinya bisa sakit kepala. "Jangan salah paham dulu, lo nggak lupa kan kalau gue disuruh bawa lo ke rumah?" Kalimat Gibran yang cukup keras itu membuat berpasang-pasang mata melirik ingin tahu. Berita kencan Jiwa dan Gibran sempat membuat heboh Universitas karena bersatunya seorang bad boy dan brilliant girl. Namun, alasan putusnya mereka berdua jauh lebih menggemparkan. Tak pernah ada yang menyangka kalau
Baca selengkapnya
15. Tidur Sama Saya
"Kalian sudah datang?" Nana langsung menghampiri Jiwa dan Gibran yang baru saja masuk ke dalam rumah. Ia memeluk cucunya lebih dulu sebelum mencium kedua pipi Jiwa dengan gemas, membuat gadis itu balas dengan senyum manis. Ibunya bahkan tidak pernah memperlakukannya sehangat ini. Setiap kali Jiwa pulang, daripada memeluk dirinya, ibunya akan langsung menyuruhnya ini dan itu. Terkadang juga meminta uang pada Jiwa yang masih harus menghidupi dirinya sendiri. Nana menatap heran pada Gibran yang mengabaikan dirinya dengan langsung masuk ke kamar. Namun, Nana tidak berpikir terlalu rumit. Menurutnya wajar Gibran bersikap dingin pada Jiwa yang akan menjadi ibu tirinya. "Jangan dipedulikan kelakuan Gibran," kata Nana memberi hiburan pada Jiwa. "Dia akan membaik sendiri kalau sudah kenal nanti. Gibran anak yang baik dan patuh, marahnya tidak akan lama." Jiwa hanya menanggapi dengan anggukan dan senyum manis. Membuat dirinya seolah tidak mempermasalahkan perilaku Gibran. "Iya, nggak
Baca selengkapnya
16. Kenapa Berdebar?
Apakah seorang istri bisa merasa keberatan jika tidur dengan suaminya sendiri? Rasanya tidak ada yang seperti itu. Apalagi suaminya adalah seorang pengacara kondang dan sexy seperti Fajar Abhicandra. Meski cinta tidak menjadi dasar pernikahan mereka, itu bukan berarti kedepannya Jiwa akan menjalani pernikahan yang buruk, kan?Jiwa juga ingin memiliki pernikahan yang bahagia seperti orang tua Stella. Dia ingin memiliki suami yang penuh perhatian seperti ayah Stella. Dan banyak yang mengatakan jika tidur bersama dengan pasangan dapat membuat hubungan bisa harmonis. Jadi, kenapa Jiwa harus keberatan untuk tidur bersama Fajar?Dia tidak akan rugi apapun."Sama sekali nggak. Kalau sudah menikah kan status kita jadi suami istri, itu artinya kita bukan lagi orang asing. Tidur bersama bukan apa-apa," jawab Jiwa dengan wajah meyakinkan. Meski begitu Fajar bisa melihat sedikit keraguan di mata Jiwa."Bagus kalau begitu. Saya orang yang berkomitmen, jadi pernikahan ini nantinya juga akan saya ja
Baca selengkapnya
17. So Hot
Jiwa menarik tangannya dan mundur dua langkah. Matanya berpaling, berusaha menghindari tatapan Fajar yang begitu dalam dan serius. Jiwa bisa merasakan betapa kerasnya jantung Fajar berdetak. Dan ia jadi merasa gugup mengetahui itu. "Namanya orang hidup ya pasti jantungnya akan berdebar. Bapak ini bagaimana, sih," ketus Jiwa, berusaha tak terlihat terpengaruh dengan apa yang dilakukan Fajar. "Ini sudah malam, aku mau pulang." Setelah mengatakan itu, Jiwa melewati Fajar dan keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Selalu seperti ini. Entah kenapa, Fajar selalu berhasil membuat jantungnya seperti hampir meledak. Laki-laki itu selalu mengatakan sesuatu yang tak terduga. "Gue nih orangnya lemah, gitu aja udah baper," gerutu Jiwa kesal. Ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa seakan sedang dikejar sesuatu. "Jiwa, sudah mau pulang?" Suara Nana yang bertanya menghentikan langkah kaki wanita dua puluh satu tahun itu. Nana yang memang sengaja sedang menunggu Jiwa berdiri dari sofa ruang tenga
Baca selengkapnya
18. Ikut Calon Suami
"Pria memang lebih mempesona ketika sedang menyetir," ucap Jiwa penuh kekaguman. Sejak memasuki mobil mewah keluaran Inggris milik Fajar, Jiwa tak berhenti mengutarakan kalimat pujian. "Bapak selalu buat aku kagum dan terpesona." Fajar melirik sekilas lalu menghela napas remeh. "Nggak pegel dari tadi kayak gitu terus?" Bukannya menatap jalanan di luar sana, Jiwa justru sedikit memutar tubuh untuk menatap Fajar dengan mata berbinar. Persis seperti anak kecil yang mendapatkan permen manis. Namun, itu justru membuat Fajar merasa risih sampai rasanya ingin mengantar Jiwa pulang saja. "Pegel mah bukan apa-apa, yang penting bisa lihat wajah ganteng Bapak." Jiwa memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak. "Dulu aku pikir Gibran cowok paling ganteng tiada tanding, tapi ternyata Bapaknya juauuuuuh lebih menggetarkan hati." Jiwa menyentuh dadanya dengan kedua tangan, bersandar dengan lemas seolah baru saja mengalami serangan jantung. Ia pikir kalau saja Fajar tidak menjadi pengacara, pr
Baca selengkapnya
19. Keras Kepala
Jiwa berdiri di depan meja kerja Fajar, kedua tangannya saling bertaut di belakang tubuh dengan tatapan lurus memperhatikan sang calon suami. Garis senyum manis di wajah Jiwa masih belum menghilang sejak ia diperbolehkan Fajar ikut dengannya. Padahal andai tadi ditolak pun Jiwa tidak masalah. "Apa Bapak akan lama?" Jiwa berjalan semakin dekat, menumpukan kedua tangan di atas meja kerja Fajar. "Saya nggak nyangka bakalan berada di rungan ini lagi tanpa pengusiran." Wanita muda itu terkikik, teringat dengan hal konyol yang sempat ia lakukan. Sementara Fajar mendengus dan berdiri dari kursinya. Di tangan kanannya sudah ada berkas yang sejak tadi ia cari. "Kamu tunggu di sini, saya nggak akan lama." Jiwa mengangguk dan menunjukkan ibu jarinya sebagai tanda menurut. "Oke, semangat kerjanya ya, Fajar," goda Jiwa, sengaja menyebut nama pria itu. Sedangkan yang digoda hanya diam dengan wajah datar dan tatapan lurus seolah ingin mencabik tubuh Jiwa. Namun tak berselang lama, karena detik
Baca selengkapnya
20. Kesalnya Jiwa
Jiwa yang sedang berbaring dengan tenang di ranjang jadi menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Fajar. Wanita itu langsung mendekati pintu, menempelkan telinganya agar bisa mendengar pembicaraan macam apa yang sedang dilakukan calon suaminya. "Sial, itu Cecilia," gerutu Jiwa kesal. Ia menegakkan tubuhnya. "Padahal Fajar sudah bilang akan menikah tapi dia masih aja." Sebelum ini Jiwa sangat yakin kalau dirinya bukan tipe wanita pecemburu, tapi entah kenapa sekarang rasanya kesal mengetahui hubungan Cecilia dan Fajar yang ternyata lebih dari teman. Sekarang Jiwa harus apa? Semakin dia mendengar suara Cecilia semakin meluap rasa kesalnya. Jiwa mengangkat ponselnya, melihat pantulan wajahnya yang masih segar dan manis. Jiwa juga menunduk merapikan pakaiannya agar tidak terkesan wanita berantakan. Lalu, dengan pelan dia membuka pintu. Bersandar dengan keren sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Wow, keras kepala sekali tante yang satu ini," cibirnya. Kalimatnya memuat J
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status