All Chapters of Rintihan Menggoda di Kamar Adikku: Chapter 11 - Chapter 20
30 Chapters
10. B Pembalasan
“Kalau aku pribadi tidak sanggup, Mas. Upahku sebagai editor tidak begitu besar. Aku tidak mampu kalau harus membiayai kuliah Navita di kedokteran. Kalau hanya memberinya uang saku bulanan senilai satu juta atau membantu per enam bulan paling banyak sepuluh juta sudah termasuk uang saku dan biaya semesteran, yah akan kuusahakan. Cuma, kalau harus membiayai penuh dan menanggung semua-semuanya, aku tidak mau. Aku juga punya kebutuhan. Kamu juga kan, harus rutin memberi ibumu uang, Mas. Jangan sampai Ibu protes jatahnya berkurang gara-gara membiayai adikku.” Aku berkata dengan nada yang lantang. Semua orang langsung terdiam. Termasuk Bunda yang mulutnya paling cerewet sejak tadi. Muka Mas Refal langsung merah padam. Biar saja orangtuaku tahu kalau suamiku ternyata rutin mengirimkan orangtuanya uang setiap bulan. Ibu memang sudah janda. Anaknya ada tiga dan Mas Refal yang paling kecil. Kakak Mas Refal semuanya laki-laki. Dua-duanya mana ada yang mau peduli untuk masal
Read more
11. Tidak Ada Ampun
Bagian 11: Tidak Ada Ampun “Astaghfirullah, Maya! Kenapa kamu jadi sangat kasar begini, sih?” Bunda terlihat tercengang dengan perubahan drastis pada sikapku. Aku hanya mengecimus sebal. Siapa pun yang telah diinjak-injak, mana mungkin tetap bersifat malaikat? Aku ini hanya manusia biasa! Bukan nabi atau rasul yang memiliki sabar lebih serta hati bersih nan mulia. Ada kalanya aku akan naik pitam, terlebih jika terus menerus ditekan oleh keluargaku sendiri. “Bun, tolong jangan playing victim! Sekali lagi aku tegaskan Bun, aku memberikan masukan kepada Navita untuk kuliah di sini karena aku sayang kepada dia! Apa pun yang pernah Bunda lakukan kepadaku termasuk bersikap cuek dan dingin di saat aku masih kecil, aku tidak mempermasalahkan itu! Aku tidak pernah dendam. Aku malah ingin semakin berbakti kepada kalian dan membahagiakan adikku satu-satunya. Namun, kalau begini caranya, aku minta maaf ya, Bun. Aku tidak sanggup! Apalagi kalau harus membiayai Navita de
Read more
12. A Rencana Busuk
Bagian 12POV Author: Rencana Busuk “Bun, kayanya kita harus waspada, deh. Itu Mbak Maya kayanya mulai mengendus niat kita,” bisik Navita kepada Lisa yang tidak lain dan tidak bukanlah adalah ibu kandungnya. Ibu dan anak itu kini tengah berduaan di kamar tamu yang berada tepat di sebelah timurnya kamar Maya. Sedangkan Pambudi—suami Lisa yang juga ayah dari Navita maupun Maya—sekarang sedang tidur di kamar lantai dua sana. “Iya, Nav. Kamu tenang aja pokoknya! Semua biar Bunda yang handle. Dukunnya Bunda kan, ilmunya topcer banget. Dijamin, walaupun si Maya koar-koar, yang penting si Refalnya taat dan tunduk terus sama kita. Kamu lihat kan, Nav, kalau si Refal manut terus sama apa yang Bunda dan Ayah bilang? Semua itu atas bantuan dukun Bunda, Nav! Pak Trisno memang juaranya kalau urusan pelet memelet dan ilmu pengasihan. Kamu nggak usah khawatir, ya,” lirih Lisa kepada Navita sambil tangannya merangkul bahu sang putri. Navita meng
Read more
12. B Rencana Busuk
“Tidak hanya itu, Nav! Kamu juga harus membuat mertuanya Maya berubah membenci perempuan itu. Kamu harus rebut hatinya Bu Rini. Buat Bu Rini suka kepadamu dan merestui hubungan kalian nantinya. Namun, kamu harus main cantik sepertinya, Nav. Jangan terlalu agresif dulu, deh.” Lisa menimbang-nimbang. Dia berpikir kalau beberapa waktu ini sepertinya mereka berdua agak terlalu gegabah sehingga membuat Maya keburu sadar dengan tindak tanduk keduanya. “Sebenarnya, agresif itu nggak apa-apa sih, Bun. Asalkan, dukunnya Bunda bisa ngeguna-guna Mbak Maya sekalian. Bikin dia sakit, kek. Atau bikin dia jadi dibenci sama suaminya. Jangan melet Mas Refal doang, Bun. Sekalian kita hancurkan Mbak Maya pakai ilmu hitam biar mereka buru-buru bercerai. Aku juga udah nggak sabar pengen nikah sama Mas Refal, Bun. Kuliah sambil nikah kan, nggak masalah. Malah enak. Nanti pulangnya bisa diantar jemput pakai mobilnya Mas Refal yang bagus.” Navita penuh percaya diri. Dia yakin seribu persen ba
Read more
13. Berubah Manis
Bagian 13 Berubah Manis “Maya, Ayah dan Bunda pulang dulu, ya. Tolong jaga adikmu baik-baik, Sayang. Ayah sama Bunda minta maaf kalau ada omongan kami yang tidak berkenan di hatinya Maya.” Setelah sarapan bersama, Ayah memeluk tubuhku erat-erat. Kurasakan aroma ketulusan yang begitu kental melekat dari Ayah. Ucapan Ayah yang lembut seketika membuat hati ini luluh dan terenyuh. Sesaat aku melupakan kekesalanku kepada Ayah, Bunda, dan Navita. Sekarang, hanya rindu yang membuncah. Rasanya aku berat sekali untuk melepas kepulangan Ayah. Ingin kusuruh saja beliau yang sudah pensiun itu untuk tinggal bersama di sini. Namun, sepertinya hal itu tidak mungkin. “Iya, Ayah. Aku juga minta maaf kalau ada kata-kataku yang membuat Ayah atau Bunda tidak senang. Insyaallah Navita akan aman bersama kami di sini,” jawabku penuh kasih sayang kepada Ayah. Ayah mengusap-usap puncak kepala dan punggungku beberapa kali.
Read more
14. A Ponsel Rahasia
Bagian 14: Ponsel Rahasia “Mbak biar aku yang cuci piring dan beres-beres dapur. Mbak istirahat aja.” Navita berujar ketika semua orang sudah pergi dari rumah. Aku cukup kaget mendengarkan ucapan Navita. Dia benar-benar menjadi seorang gadis baik yang manis kepada kakaknya. Pertolongan cuma-cuma ini tentu saja tidak akan kusia-siakan. “Ya, sudah. Silakan. Aku tidak menyuruhmu lho, ya. Terus, tesmu bagaimana? Sudah belajar, kan?” tanyaku sambil melirik Navita dengan setengah menyelidik. “Aman, Mbak. Aku sudah belajar jauh-jauh hari.” “Jangan karena kamu kepengen masuk swasta bonafide, kamu jadi sengaja nggak belajar supaya gagal tes, lho!” Aku sengaja menyindir Navita. Gadis itu malah senyum semringah. “Nggak, dong. Usaha belajarku sudah maksimal. Aku juga sekarang udah ngertiin posisi Mbak Maya, kok. Kalau memang aku gagal masuk negri dan akhirnya masuk swasta, masalah biaya nanti aku akan pikirkan, Mb
Read more
14. B Ponsel Rahasia
Tak mau menyerah, aku kembali mencoba memasukan angka demi angka ke dalam ponsel tersebut. Sambil dalam hati aku terus berdoa supaya Tuhan mau memberikan jalan-Nya. Tunjukkan kebenaran itu kalau suamiku memang salah! Aku mau tahu apa yang sebenarnya tersimpan di ponsel ini, Tuhan! Aku mencoba memasukkan tanggal pernikahan kami. Namun, percobaanku gagal tela. Aku tak kehabisan akal. Kucoba kembali memasukkan tanggal lahir ibu mertuaku. Masih gagal juga. Lalu, kuingat-ingat tanggal lahir almarhum bapak mertuaku. Masih salah juga ternyata. “Ya Allah! Ayo, dong! Kasih ilham supaya aku bisa buka password­-nya!” gumamku penuh sesak di dada. Entah bagaimana, tiba-tiba aku kepikiran untuk memasukkan tanggal lahirnya Navita. Tanganku gemetar saat mengetik angka tersebut satu per satu. Dan … ponsel itu pun terbuka sempurna kuncinya. Aku kaget. Benar-benar syok dan terhenyak ketika mendapati sebuah kenyataan tak masuk akal tersebut?
Read more
15. Kelicikan Wanita Iblis
Bagian 15POV Author: Kelicikan Wanita Iblis Tok! Tok! Tok! Navita mengetuk pintu kamar kakaknya. Maya yang baru saja selesai salat Zuhur, buru-buru melepas mukenanya sambil berjalan ke arah pintu. Dia sudah menduga bahwa yang mengetuk pintu kamarnya adalah Navita. Maya sebenarnya sangat marah besar kepada perempuan bertubuh ramping dengan bagian dada dan bokong padat berisi itu. Namun, dia tidak boleh gegabah. Maya harus tetap slow and slay di hadapan si perempuan bermuka dua tersebut. Sebelum semua bukti terkumpul, Maya tidak akan terang-terangan mengusik perempuan gatal itu. “Hei, sorry. Aku baru selesai salat,” ucap Maya sambil tersenyum di balik celah pintu yang dia buka tak terlalu lebar. Navita berdiri di depan kakaknya sambil tersenyum manis. Gadis seksi itu sudah berpakaian rapi dan sopan. Celana bahan berwarna hitam dan kemeja polos putih lengan panjang membungkus tubuhnya yang tinggi semampai. Tak lupa, sebuah totebag
Read more
16. Kecurigaan Mendalam
Bagian 16: Kecurigaan Mendalam “Kamu jangan cemberut begitu, dong! Senyum! Biar lulus tesnya,” ucapku sok menyemangati Navita yang sepanjang perjalanan menuju kampus hanya diam mematung di atas motor. Penyebabnya apalagi kalau bukan kesal kukatai open BO. Mampus kan, dia. Ternyata, hatinya tidak sekuat yang kupikir. Lemah sekali dia. Baru disindir satu kali sudah mati kutu. “Apaan sih, Mbak?” cetusnya sinis. Aku hanya mlengos sambil mencibir kecil. Kusodorkan tanganku kepada Navita untuk dia cium. Gadis itu hanya kuantar hingga gerbang depan saja. Aku juga masih di atas motor dan enggan mematikan mesin. Dengan muka jengkel, Navita menyambar kasar tanganku. Dia menciumnya seperti orang yang tidak ikhlas. Aku semakin geli saja melihat sikap kekanakannya. Yang modelan begini sudah mau merebut suaminya orang? Duh, Nav! Kamu itu masih kecil. Masang pembalut saja mungkin masih suka miring-miring. Berani-beraninya kamu mau mengganggu ru
Read more
17. Bantahan Mertuaku
Bagian 17: Bantahan Mertuaku “Bu, tadi mau cerita apa? Aku penasaran banget ini,” rajukku saat Bu Rini sudah muncul di hadapan dengan pakaian terbaiknya. Sebuah stelan berwarna biru laut yang sangat cantik. Celana kulot panjang, sedangkan atasannya berbentuk tunik selutut. Untuk hijabnya, Bu Rini memakai sebuah pasmina berwarna dongker. Komplet cantiknya beliau ini. Selain indah parasnya, mertuaku juga sangat pandai memadupadankan busana. “Nanti pas di warung bakso aja, May. Biar asyik ngobrolnya. Ayo, Nak. Ibu udah siap, nih!” kata ibu mertuaku dengan senyuman semringah yang lebar luar biasa. Kulihat wajah Bu Rini kian berseri saja. Selain memakai bedak tabur tipis-tipis, beliau juga mengenakan lipstik merah bata di bibirnya yang berbentuk seperti huruf M tersebut. Aku pun terpaksa harus menelan kecewa. Harus bersabar, pikirku. Padahal, penasaran yang kupendam sudah mencapai pucuk ubun-ubun. Betapa tidak, ini menyangkut ibu tiriku. Apa yang k
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status