Semua Bab Nama Perempuan Lain di Buku Harian Suamiku: Bab 21 - Bab 30
99 Bab
Bab 21
"Anda siapa, megang-megang istri saya?" tanya Mas Haris pada Kinos. "Istri? Kamu, sudah menikah, Rum?" Aku mengangguk, Mas Haris menatap tak suka pada lelaki itu. Apakah dia lupa wajah Kinos? "Mas, dia Kinos. Mantan pacarku." Mas Haris terdiam, mungkin otaknya tengah berpikir keras. Setelah beberapa menit, umpatan keluar dari mulutnya. Dengan penuh amarah, dia menarik tubuh Kinos masuk dan di hadapan Rumi, ia hentakkan hingga Kinos menjauh beberapa langkah. "Lihat hasil perbuatanmu!" teriak Mas Haris. Aku berusaha menenangkannya, karena ini adalah rumah sakit. Kinos terdiam. Matanya membeliak melihat tangan dan kaki Rumi yang tak lagi sempurna. Mungkin ia masih bingung dengan maksud Mas Haris. "Dia, korban kecelakaan tiga tahun lalu. Yang keluarganya, dikasih uang oleh keluargamu," ucapku. Sementara Rumi bingung sambil menatap kami secara bergantian. "Mas, ada apa ini? Kenapa kamu narik-narik orang masuk?" tanya Rumi keheranan. "Dia, orang yang telah menabrakmu, Rum," ucap Ma
Baca selengkapnya
Bab 22
POV HARIS "Katamu, dia saudaramu, Mas. Kenapa sepertinya kamu mengkhawatirkannya?" tanya Rumi saat beberapa kali aku menoleh ke arah pintu, berharap Arum segera datang. Rasanya hati tak tenang, jika ia berduaan dengan mantannya. Ada luka di hati, dan terasa seperti terbakar. "Ya dia kan pergi sama orang yang sudah mencelakaimu, Rum. Aku takut saja, bagaimana pun dia saudaraku," kataku beralasan. "Kamu nggak bisa, cuma merhatiin aku aja? Apa, karena keadaanmu seperti ini sekarang, Mas?" tanya Arum. "Ssst! Jangan su'udzon. Aku tak pernah berpikir seperti itu. Nanti malam, aku akan menghubungi Ibu supaya menemanimu di sini dulu. Kamu nggak papa, kan, kalau kutinggal dulu?" tanyaku. "Nggak papa. Kan ada Arum?" "Masalahnya, dia juga ikut pulang." "Kenapa?" "Besok kan hari senin, Rum. Aku gak enak sudah merepotkannya dua hari ini." "Ah, iya juga. Aku minta maaf sudah merepotkan kalian, ya." "Nggak papa," ucapku sambil mengelus rambutnya, tepat saat Arum datang bersama lelaki bena
Baca selengkapnya
Bab 23
"Arum, ini Ibu belikan buah tadi," ucap Ibu Mertuaku saat berkunjung ke rumah. Aku yang tengah menjemur baju, terkejut mendengar suara Ibu mertua yang tiba-tiba datang. Pasalnya, beliau tak memberi kabar terlebih dahulu. "Walah, repot-repot, Bu." "Nggak repot, kok. Oh iya, mana Haris?" tanya Ibu. "Mas Haris lagi di toko Ayah, Bu. Mau ambil paku katanya." "Oalah." "Ibu tumben banget ke sini nggak ngomong-ngomong?" "Ya biarin. Masa ke rumah anak sendiri harus izin?""Bukan begitu, Bu. Kan bisa dijemput sama Mas Haris. Lagian ini hari sabtu, Mas Haris kan libur." Ibu duduk di kursi makan, kuambilkan minuman untuk Ibu dan langsung diteguk habis oleh beliau. "Sini, Rum!" ucap Ibu sambil menarik kursi di sebelahnya. Aku pun menuruti Ibu, dan duduk di sebelah beliau. Roman-romannya, beliau ingin mengatakan sesuatu yang penting. "Kenapa, Bu?" "Ibu kepikiran terus, soal si Rumi." "Memangnya kenapa?" tanyaku. "Nggak tenang rasanya dia di sana cuma sama asisten rumah tangga doang."
Baca selengkapnya
Bab 24
"Eh? Nggak, Mas. Tadi Ibu datang, bawa beras. Tolong angkutin ke rumah Bunda, ya? Kebetulan nanti sore Nadia mau pulang," ucapku. Nadia adalah adikku yang kuliah di luar kota. Ia selalu pulang sebulan sekali di akhir bulan. Jika Nadia pulang, Bunda akan memasak super banyak karena adikku satu-satunya itu doyan sekali makan. "Ya sudah, pakunya tolong taruh di dapur ya, Rum? Sekalian bikinkan es teh." Aku mengangguk sambil menerima paku dari Mas Haris dan segera membuatkan minuman pesanannya tadi. --"Apa? Ibu mau apa?" tanya Mas Haris. "Dia, mau kamu menikahi Rumi, Mas." "Astaghfirullah! Seumur hidup aku nggak pernah pengen punya istri dua. Kenapa Ibu bisa berpikiran seperti itu?"Aku hanya menggelengkan kepala. Lepas salat isya, aku mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan Ibu tadi pagi. Meski menahan pedih, tetap kubicarakan dengannya. "Kalau begitu, menikah lah dengan Rumi, Mas," ucapku. "Kan aku sudah bilang tadi. Aku, nggak mau punya istri dua." "Ya istri kamu tetap satu
Baca selengkapnya
Bab 25
"R-rumi." "Mas, kamu sudah menikah?" "Ada apa ini?" tanya Ibu. Bapak, Ibu, Lina, dan Hana datang mendekat. Mungkin terkejut dengan suara gelas yang terjatuh itu. Ibu berteriak, segera menarik kursi roda Rumi dan mendorongnya ke kamar. Sementara Bapak mengangguk, mungkin beliau sudah tenang karena Rumi akhirnya mengetahui jika aku dan Mas Haris adalah sepasang suami istri. "Bagaimana ini, Mas?" tanyaku. "Bagaimana apanya?" "Kok kamu santai banget? Dulu, kamu bahkan mendahulukan Rumi banget, loh." "Iya, itu sebelum aku sadar. Kalau statusku sekarang sudah berubah. Aku sudah menjadi kepala rumah tangga, dan kamu adalah istriku. Aku wajib melindungi dan menjaga perasaanmu." Aku terpana mendengar ucapan Mas Haris, hatiku sedikit berbunga hingga membuatku salah tingkah. "Kenapa merah gitu?" "Apanya? Nggak, kok." Aku masuk ke dalam, ikut mereka yang berada di kamar Rumi. Kulihat Rumi menatap nyalang padaku, sehingga semakin menyiratkan bahwa kebencian untukku memang lah ada. Anehn
Baca selengkapnya
Bab 26
Air mataku menetes. Kesedihan yang sedari kemarin kurasakan, akhirnya tak mampu lagi kubendung. Pertahananku runtuh, aku terisak. "Jangan pernah tinggalkan aku meski itu karena permintaan Ibu. Aku sudah nyaman sama aku. Dan perasaanku pada Rumi, sudah menghilang semuanya," ucap Mas Haris. 'Itu malah membuatku semakin berat melepasmu, Mas. Berhentilah mencintaiku,' bathinku. --Sore hari. Kami sampai di rumah sebelum adzan ashar berkumandang. Ternyata, Nadia sudah pulang. Wanita yang kini sudah beranjak dewasa itu menghambur ke pelukanku. "Kangen, Kak." "Alah, baru juga bulan kemarin ketemu." "Ishhh! Susah tahu nemu temen kaya Kak Yumii." Yumi adalah panggilan dari Nadia padaku. Dulu, dia anak cadel. Susah sekali mengatakan huruf R dan K. Ia selalu mengubahnya menjadi Y atau L dan T. Dan itu kebawa sampai sekarang saat ia memanggil namaku. "Eh, Mas Haris!" ucap Nadia sambil menyalami kakak iparnya itu. Kami pun masuk ke dalam rumah Bunda, dan duduk di ruang tamu. Tak lama ke
Baca selengkapnya
Bab 27
"Siapa?" tanya Mas Haris. "Rumi." Mas Haris mengangkat panggilan itu. Belum juga mengeluarkan suara, sudah terdengar gelak tawa dari seberang sana. Aku sampai mengerutkan dahi. Kenapa dengan Rumi? "Hahaha, aku dengar, kamu menceraikan Mas Haris? Hahaha, bagus, Arum! Nggak sia-sia aku menyuruh Ibu untuk membujukmu agar mau menerimaku sebagai madu," ucap Rumi dengan tawa membahana. Bagai tersambar petir di siang bolong, aku dan Mas Haris terkejut. Jadi, ini semua rencana Rumi? "A-apa maksudmu?" tanyaku. "Yah, meski aku sakit hati karena tahu kalian ternyata suami istri, tapi aku senang karena kamu akhirnya meengalah. Awalnya aku kaget pas Ibu dan Lina membicarakan kalian. Sakit hatinya itu, loh. Aku koma tiga tahun, tapi tunanganku malah menikahi kamu. Syukur lah kalau kalian akan bercerai. Aku tak perlu susah payah merebut Mas Haris karena kamu sudah melepaskannya." Setelahnya telepon di tutup begitu saja. Mas Haris bahkan terbengong mendengar ucapan Rumi. Bukan dia saja, melain
Baca selengkapnya
Bab 28
"Arum pikirkan nanti, Bu."--Malam hari.Aku membicarakan semua itu dengan Bunda dan Ayah, sementara Nadia tengah pergi entah ke mana. Reaksi Ayah dan Bunda benar-benar di luar dugaanku. "Kamu, mengajukan gugatan cerai, Rum?" tanya Bunda. "Iya, Bun. Apa Bunda dan Ayah akan menghalangi?" Bunda dan Ayah saling memandang, kemudian tersenyum. "Kami takkan menghalangi. Ini rumah tanggamu, kamu yang menjalani. Pesan Ayah dan Bunda, jangan terlalu gegabah. Karena pada dasarnya, Allah membenci perceraian." "Pernikahan ini dimulai dengan niat yang tidak baik. Arumi khawatir, akan mendatangkan keburukan selama kami melangsungkan rumah tangga ini." "Apa Haris setuju?" Aku menggeleng. Bahkan tadi di rumah pun, ia marah karena aku bersikeras meminta cerai darinya. "Ayah dan Bunda cuma bisa mendo'akan yang terbaik untuk semua, terutama untuk kamu, Nak. Selagi kamu senang, bahagia, dan nyaman, Bunda takkan melarang." Aku mengangguk. Pernikahan ini, memang harus diakhiri. Menyakitkan memang
Baca selengkapnya
Bab 29
"Mas, kamu ngapain?" tanyaku saat melihat Mas Haris tengah bersujud di belakangku. "Tolong, jangan ceraikan aku, Rum. Kita bisa memulainya lagi dari awal. Memang salahku yang tanpa hati berniat membalaskan dendam padamu. Tapi percaya lah, Rum. Di hatiku cuma ada kamu seorang sekarang!" ucap Mas Haris mengiba."Maaf, Mas. Keputusanku sudah bulat. Sudah tidak bisa ditolerir dan juga diganggu gugat lagi. Sebuah hubungan yang dimulai dengan niat yang buruk, tak akan bisa berlangsung lama."Mas Haris menangis, sementara aku berjalan meninggalkannya. Biar lah, tak usah kupedulikan. Dia laki-laki. Bukankah katanya kalau laki-laki bisa dengan mudahnya berpindah hati? Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu bersama Rumi, Mas.Aku pun melangkah menuju halaman rumah Bunda. Kulihat wanita itu merentangkan nyawanya, beliau memasang wajah sendu. "Selamat datang kembali, anakku," ucap Bunda, dengan tangis tertahan."Bunda." Aku mendekatkan diri pada wanita yang sudah melahirkanku itu. Air mata yang s
Baca selengkapnya
Bab 30
"Tadi jam sepuluh, Ayah suruh Haris buat pulang. Kami gak tega liat dia di depan rumah terus. Tetangga juga pada berkerumun karena kaget mendengar teriakan Haris. Bunda, gak tega lihat dia begitu. Tapi, Bunda lebih gak tega lagi melihat anak perempuan Bunda hidup bersama bayang masa lalu suaminya. Kamu yakin sudah ikhlas, Rum?" tanya Bunda. Untuk sesaat aku terdiam. Ikhlas? Sesuatu yang sangat sulit kugapai saat ini. Aku terpaksa mengangguk, karena tak ingin melihat Bunda kepikiran. "Sabar. Akan ada pelangi setelah hujan," ucap Bunda. "Aamiin." -Pagi hari. "Haris tadi nitip kunci, sama nafkah buat kamu," ucap Bunda ketika aku keluar dari kamar. "Kenapa Bunda terima uangnya? Harusnya kasihkan saja ke dia." "Sudah, tapi dia maksa." Aku mengangguk, lalu masuk lagi ke kamar untuk menaruh benda tadi, sekaligus mengecek amplopnya. Ternyata, selain uang juga ada surat di dalamnya.[Dear, Arumi Putri Nur Handayani. Aku tak salah menyebut nama, kan? Hehe. Aku minta maaf atas semua k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status