All Chapters of Amarta : Eternal Curse: Chapter 21 - Chapter 30
65 Chapters
Bab 21 Batu Ludira
Setelah melewati berjam-jam perjalanan menuju tempat tinggal Diane, akhirnya Amarta dan Hadi tiba di sana.Sebuah panti khusus lansia yang sudah cukup lama berdiri. Itu dapat dilihat dari model bangunan dengan arsitektur khas kolonial Belanda.Bangunan bercat putih yang sudah usang dengan pilar-pilar besar di bagian depan. Terdapat cukup banyak jendela pada setiap sisi bangunan.Hadi turun bersama Amarta, ditangannya terdapat sebuah bingkisan berisi buah-buahan segar. Sementara Amarta membawa rangkaian bunga Krisan berwarna putih bersamanya."Buah tangan yang mungkin tidak akan sempat Diane makan," batin Amarta begitu melihat bingkisan itu."Mari, Non. Saya akan menanyakan pada petugas berapa nomor kamar Diane." Hadi mempersilahkan Amarta untuk menunggu di lobi, sementara dirinya bertanya pada resepsionis."Halo selamat siang, mau bertanya pasien bernama Diane ada di ruang nomor berapa?" Hadi dengan senyum bertanya pada petugas.Petugas perempuan berseragam oranye itu pun ikut terseny
Read more
Bab 22 Hirap (Hilang)
Melihat cahaya merah keluar dari celah pintu membuat Hadi khawatir. Tanpa berpikir panjang lelaki berkepala plontos itu menerobos masuk tanpa permisi.Saat pintu terbuka, Hadi melihat Amarta dengan sebuah batu bercahaya merah di antara dirinya dan Diane. Batu itu melayang dan jatuh tepat di atas telapak tangan Amarta."Diane...hidupmu berubah karena batu ini. Hal baik dan hal buruk semua berasal dari sini." Amarta menatap Diane yang mulai membuka matanya."Namun, seharusnya kamu ingat...yang menjadi dasar kekuatan batu ini adalah niat pada hatimu. Semakin besar obsesi di dalam hatimu, semakin banyak batu ini menyerap darahmu. Karena itulah batu ini dinamakan batu Ludira," lanjut Amarta."Sepertinya tidak ada gunanya aku menjelaskan ini sekarang, begitupun bila aku menjelaskannya dulu. Semua tidak akan berguna karena kamu bersikeras ingin bersama lelaki itu. Kita sahabat..aku bahkan menyayangimu seperti saudaraku sendiri. Tapi kamu memilih jalan yang sama denganku, dan sekarang kamu ha
Read more
Bab 23 Senandika (Firasat)
Hadi kembali ke kediaman Sarah dengan hati yang cukup lega. Ia tidak menyangka Amarta akan memberikan respon positif."Aku akan melaporkannya pada Nona Sarah besok pagi." Hadi langsung menuju kamar tempat ia tinggal di rumah Sarah.Keesokan paginya Hadi meghadap Sarah. Ia melaporkan semua, kecuali kejadian yang terjadi pada Diane. Entah mengapa hatinya terasa was-was karena sudah menjadi saksi atas kematian tidak wajar Diane, dan dia tidak mau menyeret Nona Sarah pada kemungkinan yang membahayakan."Amarta langsung menerimanya? Tanpa mendebat?" Sarah bertanya untuk kesekian kalinya pada Hadi."Iya Non, saya serius. Nona Amarta langsung setuju." Hadi menjawab sambil memperhatikan jalanan."Aneh...entah mengapa aku merasa ada yang janggal." Sarah menatap kearah luar jendela mobil."Sebaiknya Nona Sarah tidak memikirkan soal Nona Amarta lagi. Fokuslah pada acara besar yang sudah menanti." Hadi memberikan saran."Ya kamu benar. Aku rasa Amarta tidak sekejam itu. Kita sudah membantunya, ma
Read more
Bab 24 Kembali
Bunyi suara peralatan medis mengisi ruang kosong di mana Sarah berbaring. Orang tuanya berada di sana. Menemaninya yang entah dapat hidup kembali atau tidak."Bagaimana ini?" Tanya Bu Laela, suaranya sudah serak dan hampir hilang karena terlalu banyak menangis."Tenanglah Bu. Kita tidak boleh mengabari keluarga Bima dulu. Pernikahan masih jauh, jangan memberikan mereka kesedihan terlalu dini." Pak Agus berusaha menenangkan Istrinya.Samar-samar Sarah mendengar percakapan orang tuanya. Ia bisa mendengar namun tak bisa membuka mata."Dimana ini..." Sarah berdialog sendiri dalam pikirannya.Sarah tak ingat lagi dirinya ada di mana. Rekaman terkahir ingatannya memperlihatkan sebuah truk bermuatan berat melaju kencang ke arahnya. "Sebuah truk.. tabrakan, setelah itu...rasa panas yang seperti membakar tubuhku, wajahku." Dalam keadaan tidak sadar otak Sarah masih aktif mencari jawaban. Ingatan-ingatan yang tergambar abstrak memenuhi otaknya."Akh... Kepalaku sakit. Mungkin lebih baik aku t
Read more
Bab 25 Ardaya
Semua orang di dalam ruangan tiba-tiba terdiam. Air muka mereka berubah dari ketakutan menjadi keterkejutan. "Bagaimana kamu bisa tahu?" Pak Agus bertanya dengan mimik wajah lebih serius. "Aku tahu. Sarah mengandung anak lelaki itu, kan? Aku bisa merasakannya." Amarta mendekati Sarah, ia meletakkan telapak tangannya di atas perut Sarah. "Bayi ini, apa kamu rela mengorbankannya?" lanjut Amarta. Manik hitam milik Sarah bergetar samar. Ia bahkan tidak tahu bahwa kini ia tengah berbadan dua. "Aku mengandung anak Bima?" Sarah bertanya di dalam hati. Tiba-tiba saja air matanya menetes, hal itu membuat kelopak matanya yang memiliki luka bakar terasa perih dan panas. "Bagaimana ini? Apa aku harus mengorbankan anak ini?" Sarah dilema. "Jika kalian setuju, kita harus melakukannya di kediamanmu. Tidak boleh ada yang tahu apa yang aku lakukan pada Sarah kecuali orang tuanya." Sarah berbalik menghadap Pak Agus dan Bu Laela. Orang tua Sarah tak memberi jawaban. Bisa di lihat air muka mereka
Read more
Bab 26 Pemilik Baru Ludira
Setelah tidur cukup lama Amarta terbangun oleh keramaian di luar kamar tidurnya. Tanpa ragu ia segera keluar dan melihat siapa yang datang.Ternyata itu adalah Sarah, bersama orang tuanya juga beberapa tenaga medis. Mereka membawa Sarah menggunakan tandu dan langsung masuk ke kamar utama di villa itu."Wah berapa banyak uang yang digelontorkan pak tua itu untuk menutup mulut mereka?" Sarah berbisik.Setelah merapikan semua kebutuhan Sarah, mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.Pak Agus menyadari keberadaan Amarta yang sejak tadi melihatnya membantu Sarah pindah. Tanpa ragu lelaki itu datang pada Amarta dan bertanya."Kapan penyembuhan anakku dapat di laksanakan?" tanya Pak Agus."Nanti malam. Siapkan ruangan tanpa ada satupun barang di dalamnya. Aku juga butuh bunga mawar putih sebanyak mungkin, dan satu lagi... Darah ayam cemani. Darah segar. Anda bisa mulai mencari persyaratannya sekarang." Amarta tersenyum.Pak Agus mengangguk pelan. Walaupun Pak Agus memiliki banyak pertanyaan
Read more
Bab 27 Ekspektasi
Bab 27Sarah perlahan membuka mata setelah mendengar teriakan yang memanggil namanya. Netranya perlahan menyesuaikan dengan ruangan yang temaram. Bau darah langsung mengganggu penciumannya. Lalu setelahnya dia sadar bahwa kini tubuhnya melayang."A-apa yang terjadi?" Manik hitam Sarah mulai menyusuri seluruh ruangan dengan gelisah."Amarta?" Panggil Sarah lirih.Amarta tak menjawab panggilan Sarah. Wanita itu hanya tersenyum seraya mulai menggerakkan jari-jari lentiknya, seolah berasal dari sanalah kekuatan yang membuat Sarah melayang.Perlahan tubuh Sarah melayang turun, sampai akhirnya ia duduk kembali di atas kursi roda."Apa sudah selesai?" Pak Agus dengan ragu bertanya pada Amarta."Sudah. Namun kalian harus menunggu sampai besok pagi. Batu Ludira membutuhkan waktu untuk menyembuhkan Sarah," jawab Amarta."Baiklah. Kalau begitu saya akan membawa Sarah ke kamarnya untuk istirahat." Pak Agus mulai mendorong kursi roda dan membawa Sarah keluar.Begitu pintu kamar terbuka, Bu Laela
Read more
Bab 28 Mereka yang Bersekutu
Air muka Pak Agus penuh dengan kecemasan dan rasa marah. Dia mungkin terlalu menaruh harapan pada Amarta, hingga kini rasa kecewa itu membuat dadanya terasa sesak."Aku akan melihatnya langsung." Dengan dingin Amarta menanggapi kemarahan Pak Agus.Amarta dengan sikap tak peduli berjalan begitu saja melewati pak Agus. Ia langsung menuju kamar Sarah. Didepan pintu kamar, Hadi berdiri menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan.Di dalam kamar, Bu Laela terlihat sedang duduk di sebelah Sarah seraya menangisi putrinya yang malang."Apa kalian tahu kenapa dia belum sembuh total?" Amarta melemparkan pandangannya pada setiap orang di dalam ruangan."Ini bukan karena aku tidak mampu menyembuhkannya, atau bukan karena batu ludira kurang ampuh.." Amarta menggantung kalimatnya.Dengan rahang yang sudah mengeras menahan emosi, pak Agus membentak Amarta, "Tidak usah berbelit-belit! Cepat katakan yang sebenarnya!" Amarta menatap tajam pada Pak Agus, ia kemudian berjalan perlahan mendekati je
Read more
Bab 29 Jalan Pintas
Hari itu Bima datang dengan harapan Sarah baik-baik saja. Ia mendengar kabar bahwa Sarah mengalami kecelakaan, namun sampai sekarang keluarga Sarah terkesan menutupi keadaan Sarah."Bagaimana kabar Sarah Bu? Apa saya sudah bisa bertemu dengannya?" tanya Bima."Nanti ibu coba tanyakan sama Sarah dulu ya. Kamu bisa tunggu dulu disini. Ibu buatkan kopi dulu." Bu Laela tersenyum lalu pergi ke dapur.Bima hanya membalasnya dengan senyuman. Lelaki itu mengedarkan pandangannya menyusuri ruangan, "Ternyata mereka punya villa sebagus ini. Tempatnya tenang dan jauh dari pemukiman, namun akses jalannya mudah," gumam Bima.Tangannya menggaruk-garuk dagunya, lelaki itu sibuk dengan berbagai macam penilaiannya pada keluarga Sarah.Sementara di dalam kamar Sarah masih berperang dengan ego-nya. Sebagian dirinya yang naif merasa senang dengan kedatangan Bima, namun sebagian dirinya yang lain cemas akan respon yang Bima berikan.Tak lama Bu Laela datang dengan secangkir kopi dan beberapa toples camilan
Read more
Bab 30 Teman Dilubang Tanpa Dasar
Sarah bersimpuh di bawah kaki Amarta, manik matanya sudah berkaca-kaca dan terlihat putus asa."Kamu yakin bisa melakukannya? Menyembuhkan semua lukaku tanpa tersisa?" Sarah kembali bertanya."Apa kamu yakin sanggup menanggung semua akibatnya? Karena sebenarnya tidak ada yang gratis bila berurusan dengan mereka." Amarta balik bertanya.Sarah mengangguk, "Ambil apa yang harus mereka ambil, aku tahu bahwa semua ini hanyalah pertukaran. Yang terpenting sekarang bagaimana caranya agar Bima tidak meninggalkan ku." Amarta dapat melihat percikan api yang penuh dengan ambisi pada netra Sarah, "Dia mirip sekali dengan Diane," batin Amarta."Baiklah, kita mulai nanti malam. Siapkan tempat di dalam hutan." Amarta menyentuh lembut rambut Sarah."Siapkan juga lilin untuk penerangan. Ada beberapa ritual yang harus aku lakukan untuk menyatukan kekuatanku dengan kekuatan batu ludira," lanjutnya."Baiklah, orang tuaku akan menyiapkan semuanya." Sarah tersenyum dengan penuh keyakinan dan segera pergi d
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status