Semua Bab Amarta : Eternal Curse: Bab 31 - Bab 40
65 Bab
Bab 31 Tangan Iblis
Amarta tersenyum melihat Sarah yang menggeliat di hadapannya. Bu Laela dan pak Agus tentu tidak dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi pada Sarah. Saat ini tubuh Sarah tengah di kerubungi oleh tiga makhluk yang eksistensinya sudah ada bahkan sebelum manusia diciptakan."Ah, aku tahu rasanya Sarah. Aku tidak pernah melupakan pengalaman itu meski umurku sudah mencapai ratusan tahun." Amarta bergumam.Kenangan saat ia pertama kali mengorbankan diri, dan menukar kehidupannya dengan keelokan parasnya masih dengan jelas tersimpan dalam memori."Amarta! Apa yang kamu lakukan pada Sarah? Hentikan cepat!" Pak Agus kembali menghardik Amarta.Raut kecemasan tergambar jelas pada air muka kedua orang tua Sarah. Melihat Sarah menggeliat di atas tanah dengan keadaan yang tak sadarkan diri membuat mereka berpikir Sarah sedang meregang nyawa."Tenanglah! Dia baik-baik saja. Semakin kalian berisik semakin lama proses ini selesai!" Amarta menghardik balik pak Agus dengan tatapan tajam.Mereka semua a
Baca selengkapnya
Bab 32 Terlahir Kembali
Keesokan harinya...Sarah terbangun. Gambaran langit-langit kamar seperti sudah tidak asing baginya. Kali ini pun pemandangan itu yang pertama kali ia lihat.Dia menarik nafas panjang, berusaha memenuhi seluruh ruang di dalam paru-parunya dengan udara."Sepertinya sudah cukup lama aku tidak bernafas selega ini." Sarah bergumam.Sarah menarik kembali selimut yang sudah mencapai kakinya, "akh...Perasaan nyaman ini begitu aku rin-" Sarah menggantungkan kalimatnya, ingatannya mulai tersadar. Dengan tergesa-gesa Sarah memeriksa tubuhnya."Mulus?" batinnya.Sarah segera turun dari tempat tidur, ia berlari menuju cermin besar dengan bingkai kayu jati berukiran bunga mawar.Beberapa kali ia menggaruk mata menggunakan punggung tangan. Ia terus mengedipkan matanya, tak percaya bahwa pantulan bayangan pada cermin itu adalah dirinya.Rasa perih, panas, dan segala kesakitan itu kini hilang, "Seluruh tubuhku kembali seperti semula, bahkan aura wajah ini semakin terlihat. Apa aku tidak salah? Semua
Baca selengkapnya
Bab 33 Ilusi
Sarah tersenyum, "Hai, senang bertemu dengan kalian." Ia menyapa.Wajahnya yang segar dengan aura yang memancar seperti menyihir para lelaki di ruangan itu. Seorang lelaki yang masih berdiri di dekat pintu menjawab sapaan Sarah."Hai, senang bertemu dengan mu juga." Lelaki itu tersenyum."Dia tampan, tapi dimataku Bima yang paling tampan." Sarah bergumam didalam hati."Jadi ini calon istrimu Bima?" Teman yang lain ikut bertanya."Dia bilang pernikahannya gagal, jadi mungkin mereka sudah putus. Aku melihat ini sebagai peluang, jadi tidak masalah kan aku mendekati mantanmu?" Lelaki yang berdiri dekat pintu menggoda Bima dan yang lainnya menyambut dengan gelak tawa."Tidak! Siapa yang bilang pernikahan mereka batal. Acaranya hanya diundur bukan dibatalkan." Bu Tara protes tak terima. Semuanya tertawa begitupun dengan Sarah yang selalu memasang senyuman manis."Baiklah kawan-kawan, gadis itu sudah ada pemiliknya. Jangan ganggu dia. Kasian tuh Bima sampai melamun." Ujar seorang teman lain
Baca selengkapnya
Bab 34 Pengorbanan Sarah
Bima tersenyum puas mendengar jawaban Sarah. Manis asmara itu seolah semakin membara dalam hatinya."Terimakasih, sayang," ucap Bima sedikit ragu.Sarah tersipu mendengar panggilan mesra itu keluar dari bibir seseorang yang baru saja ia cumbu mesra, "Sayang?" tanyanya seraya tersenyum."Bagus, kan? Kita harus mulai memiliki panggilan khusus satu sama lain." Bima membelai lembut surai hitam milik Sarah."Baiklah, itu bagus juga." Sarah tertawa kecil."Sana berangkat. Beritahu Hadi bahwa aku akan menginap ya, dia pasti menunggu di pos satpam," pinta Sarah."Siap, sayang!" Bima tersenyum lebar. "Sebaiknya kamu tunggu di kamarku saja. Ada televisi dan beberapa buku kalau kamu bosan menunggu," lanjutnya.Sarah hanya mengangguk dengan senyum yang terus bertengger mesra diwajahnya, sementara tangannya memberikan isyarat agar lelaki bertubuh jangkung itu segera pergi bekerja. Bima berjalan menuju mobil dan langsung masuk mengendarai kendaraan berwana hitam itu. Tepat di depan pos satpam lela
Baca selengkapnya
Bab 35 Potongan teka-teki
Satu bulan kemudian...Angin berhembus kencang, pepohonan tua bahkan bergemuruh karenanya. Langit hitam pekat tanpa bintang, hanya sebuah lentera berapi kecil yang menjadi penerang.Amarta merasakan kaki telanjangnya menginjak bebatuan berselimut tanah basah, "Jalan setapak ini? Aku tahu jalan ini...kenapa aku kembali ke sini?" Netranya menyusuri sekeliling, merasa janggal dengan apa yang ia lihat.Suara geraman terdengar dari arah semak belukar, membuat tubuhnya merinding. Dengan terpaksa Amarta melanjutkan langkahnya. Ia berusaha berlari namun kain jarit yang membalut tubuhnya membuat langkahnya terhambat. Beberapa kali kakinya tersandung bebatuan, luka gores yang menimbulkan rasa perih pun tak lagi ia gubris."Kenapa aku kembali ke sini? Kenapa? Dimana letak Kaputren itu? Aku harus menemukannya!" Amarta mulai menggila, begitupun dengan suara-suara aneh di dalam hutan. Ada yang seperti mentertawakannya, ada pula suara samar yang mengajaknya untuk singgah. Hingga akhirnya semua suar
Baca selengkapnya
Bab 36 Pemain Baru
Sarah dan Mbok Inah saling bertukar pandangan. Mereka menyadari ada lubang hampa tepat dihati Amarta."Bagaimana bisa dia hidup seperti itu selama ini," batin Sarah.Melihat keheningan dan rasa canggung pada Sarah dan Amarta, mbok Inah langsung berinisiatif mencairkan suasana, "Eh ayo non ini makanannya dihabiskan. Takut dimakan kucing nanti." Mbok Inah memaksakan diri untuk tertawa.Amarta hanya mengangguk kemudian mulai memakan hidangan yang dimasak mbok Inah. Mbok Inah sudah sebulan tinggal bersama Amarta di villa milik Sarah. Orang tua Sarah memberikan villa itu dan juga uang beserta barang mewah lainnya sebagai rasa terimakasih mereka padanya. Melihat suasana sekitar Villa yang tenang membuat Amarta merasa nyaman tinggal di sana.Namun ketenangan itu membuat Amarta lalai akan tugasnya. Sepertinya 'mereka' mulai tidak suka dengan sikap santai yang Amarta perlihatkan."Jam berapa aku harus ke pesta pernikahan mu?" tanya Amarta.Sarah menenggak air tawar didalam gelas bening lalu me
Baca selengkapnya
Bab 37 Teman Kencan
Para lelaki berseragam itu mematung. Tak ada yang menjawab sapaan Amarta, mereka seperti tersihir. Hingga akhirnya lamunan mereka terpecah oleh suara Bima. "Guys? Emang ya dasar laki. Minimal sadarlah kalian tuh mulut udah keluar air liur segitu banyak," ucap Bima dengan nada candaan.Amarta menutup mulutnya berusaha menahan tawa mendengar perkataan Bima.Satu persatu dari mereka mulai sadar dan tersenyum canggung menyadari hal bodoh yang baru saja terjadi."Wah Bima, dihari pernikahan ini bukannya mendapat kado, tapi kamu malah memberi kita semua kado yang sangat istimewa." "Perkenalkan nama saya Tomy," lanjutnya seraya mengulurkan tangan. Lelaki pertama yang memperkenalkan dirinya terlihat cukup tampan. Dengan kulit putih dan tubuh atletis. Dua buah lesung pipi juga mempermanis wajahnya."Hai Tomy, Aku Amarta." Pandangan mereka bertemu. Netra hitam milik Tomy seolah berusaha menyelam ke dalam tatapan tenang milik Amarta. Ia berusaha mengulik kebenaran dari pandangan wanita itu.
Baca selengkapnya
Bab 38 Dua Pria
"Kapan kita mulai berkencan?" Frans mengulang pertanyaannya.Tomy mematung melihat kegilaan di hadapannya. Pandangannya beralih ke arah Amarta. Wanita itu jelas tidak boleh ia lewatkan. Namun berkencan dengan dua lelaki sekaligus? Itu terdengar gila bahkan baginya yang seorang pemain."Baiklah, aku ikut. Apapun itu, jangan sampai kalian mulai tanpa aku!" Tomy melepaskan kerah baju Frans. Lelaki itu berjalan dengan sedikit tertatih menuju ke arah Amarta. Wajahnya babak belur, darah mengalir dari sudut bibirnya. Namun sepertinya itu tidak menghentikannya untuk ikut mengambil ciuman dari Amarta.Tanpa ragu tangan besarnya menangkup wajah Amarta, menggiringnya mendekat. Tomy mencium Amarta didepan Frans yang juga tidak bisa berkutik. Sebuah ciuman yang gegabah dan sangat tergesa-gesa. Setelah cukup puas Tomy melepaskan tautannya. Lelaki itu menatap Amarta dan membisikan sebuah kalimat tepat telinganya, "Ini hari pertama kita, aku harap kamu bisa berlaku adil terhadap kami berdua." Tomy
Baca selengkapnya
Bab 39 Kencan Pertama
Hari itu langit cerah. Mereka memilih bertemu di taman. Sejujurnya, Amarta sedikit kebingungan mengenai kencan kali ini. Dia hanya punya pengalaman menikahi lelaki dan dijadikan simpanan. Semua aktivitasnya bersama lelaki hanya dilakukan di dalam kamar, tidak lebih dari itu."Kenapa aku harus mengajak mereka berdua berkencan! Tidak aku sangka ini akan sangat merepotkan," batin Amarta.Sudah satu jam mereka di taman. Sebagai besar waktu dihabiskan dengan berdebat. Tomy dan Frans terus-menerus berdebat tentang hal-hal yang sepele."Sebaiknya kita ke restoran cepat saji saja," cetus Tomy."Tidak, aku ingin makanan sehat." Frans menimpali."Ya terserah kemana saja asal Amarta naik mobilku." Tomy kembali bersuara."Amarta? Kamu mau naik mobil jelek milik Tomy?" Frans bertanya.Amarta memasang wajah lelahnya. Sepertinya tidak ada harapan. Dia terlalu percaya diri dapat menangani dua lelaki sekaligus."Aku pulang saja." Ucap Amarta kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan bangku taman yang
Baca selengkapnya
Bab 40 Kencan Kedua
Tak ada yang lebih menghanyutkan dibandingkan dengan perasaan manusia. Itu seperti arus tenang di lautan dalam. Gelombangnya tak terlihat namun ia dapat menghanyutkan sampai ke dasar. Hal itulah yang selalu diingat oleh Amarta. Walau sudah hidup ratusan tahun, hatinya tetap terjaga. Tak pernah ada yang masuk ke dalam walau ramai suara ketukan pada pintunya."Aku sudah bosan, kemarin aku sudah menonton film bersama Tommy." Gerutu Amarta pada Frans.Frans menghela nafas. Sudah dua jam berlalu namun suasana diantara mereka masih terasa canggung. Dia memang tertarik dengan Amarta, namun kurangnya pengalaman dalam menghadapi perempuan membuatnya sedikit tegang."Mau ke rumahku? Kita bisa makan malam bersama," usul Frans."Pesan antar? Tidak. Lebih baik makan langsung di restoran." Jawab Amarta tak berminat."Aku yang akan memasak," ucap Frans singkat.Amarta melemparkan pandangannya ada Frans, air mukanya seolah bertanya "Benarkah?" Frans sepertinya mengerti dengan jelas lewat ekspresi A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status