All Chapters of Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20
56 Chapters
Ide Gila
"Eva ...." Aku cari Eva ke segala Penjuru. Waktu menunjukan pukul 06.00 WIB, tapi dia sudah tidak ada di rumah. Akhir-akhir ini sikapnya berubah. Aku bahkan merasa asing kepada istriku sendiri. Baru pertama kali juga, dia berani melawanku dan memutuskan pisah ranjang. Ada apa sebenarnya? apa Eva sudah mengetahui perselingkuhanku? tapi tidak mungkin. "Nyari siapa Mas?" "Eva, Nay. Kemana dia?" "Gak tahu," jawab Nayla cuek. Raut wajahnya berubah karena ucapanku. "Nay, maafkan sikap Eva, yah. Mas janji, akan segera mengajak dia pulang ke Jawa. Biar kamu gak diperlakukan semena-mena lagi, sama Eva." "Gak usah. Mas emang gak pernah adil sama aku." "Bukan gitu, Nay. Kamu 'kan tahu posisiku. Bahaya kalau Eva tahu hubungan kita, sebelum hartanya dikuasai." "Mangkanya cepat kuasai harta Eva, Mas. Toh, sertifikat sudah ada di tangan kita. Tinggal alihkan atas nama kamu." "Gimana cara minta tanda tangannya Nay? kalau Eva menyadari perbuatan kita, bisa masuk penjara." "Pake cara halus."
Read more
Serangan Jantung
Ibu membelalak kaget. Dia langsung memegang dada bagian kiri. Meremas baju, dan meringis menahan sakit. "Bu, kenapa Bu?" Mbak Ratna yang ada di samping Ibu langsung menyanggah tubuhnya yang hampir roboh. Beruntung Mbak Ratna sigap memegangi. Jika tidak, kepala Ibu sudah menyenggol tembok. "Dada, Ibu sakit." "Kita ke rumah sakit aja, Bu. Pasti jantung ibu kumat lagi." "Ti-tidak. Antar ibu ke kamar, dan Suruh Nayla ambilkan obat Ibu." Aku memapah ibu masuk ke kamar. Kami sangat panik dengan kondisi Ibu. Namun, tidak dengan Eva. Ekspresinya sangat santai. Bahkan, dia belum menyusul kami ke kamar. "Mas, Ibu kenapa bisa gini?" Nayla datang karena di panggil Mbak Ratna. Wajahnya panik. Kami semua tak tega melihat kondisi ibu yang mulai memucat. Giginya merapat menahan sakit. "Gak tau, Nay. Buruan kasih Ibu obat." Tanpa banyak tanya lagi, Nayla membuka salah satu laci dan mengeluarkan obat. "Biar Mbak ambilin air minumnya." Dengan sigap Mbak Ratna keluar kamar mengambil minum. H
Read more
Acara Kejutan
Semilir angin pagi, berhembus sejuk. Terasa dari lapisan kulit terluar, lalu menusuk ke rongga-rongga hati. Memberi hawa dingin yang menyegarkan. Namun, tidak dengan hatiku dan keluarga. Sejak semalam aku tidak bisa tidur, begitu pula dengan Ibu dan Mbak Ratna. Pagi ini rasanya sangat menegangkan. Keringat dingin mengucur. Menantikan momen-momen yang paling tidak diharapkan. "Bu, bagaimana ini?" tanya Mbak Ratna saat aku menemuinya di kamar Ibu. "Ibu tidak tahu harus apa." "Tenang, Bu, Mbak. Adi yakin, keluarga besar kita tidak akan ada yang datang. Bukankah Mbak Ratna sudah membuang surat undangnya?" "Iya sih, Udah. Tapi kenapa perasaan Mbak gak enak, yah? sikap si Eva bener-bener mencurigakan. Pertama, dia memperlakukan Nayla kaya pembantu. Padahal, setau Mbak, Si Eva bukan orang yang julid kaya gitu. Kedua, dia sering pergi sendiri. Ketiga, semalam, Si Eva seakan udah tahu rencana kita. Dia kaya sengaja bawa Lik Sumi dan yang lainnya untuk ke sini, biar rencana kita gagal. Mb
Read more
Puncak Acara
Setelah sertifikat ada di tanganku, segera aku hubungi Gibran untuk membuat sertifikat palsu. Lalu, membuat surat pengalihan sertifikat rumah ibu, atas namaku. Gibran merupakan pria yang sangat cerdas. Dia bisa mengurus permasalahanku secara cepat dan cantik. Tanpa menimbulkan kecurigaan. Semalam baru aku menelponnya, saat pagi hari, dia sudah bisa memasukan sertifikat palsu ke dalam kotak itu. Kami yakin, Nayla akan curiga dan segera mengambilnya. Betul saja, prediksi kami tidak salah. Saat aku pergi, dia mengambilnya. Aku melihat semua aktifitas dan pembicaraan mereka lewat cctv yang sudah dipasang disegala penjuru rumah. Ketika Mas Adi memasukan obat tidur ke dalam minumanku, Gibran langsung mengirim pesan. Maka aku bisa mengantisipasi kelakuan jahat suamiku. Sehingga, mencari alasan agar Mas Adi meminumnya. Akhirnya, dia sendiri yang terlelap karena obat tidur. Pagi hari, aku pergi ke rumah Lik Sumi. Mulai menyusun rencana puncak. Gibran sampai mengorbankan waktu kerjanya, untu
Read more
Jangan Minta Bantuan
Ibu!" Teriakan Mbak Ratna membuatku kaget. Aku langsung berlari ke arah halaman depan. Disusul Lik Sumi dan Gibran. "Innalilah." Ibu sudah tergeletak di tanah. Dia pingsan tidak sadarkan diri. Semua anaknya menampakan raut panik. "Bu, bangun, Bu ...." "Adi, cepat bawa mobil. Ayok kita bawa Ibu ke rumah sakit," perintah Mbak Neli. Mas Adi langsung bergegas masuk kembali ke rumah. Namun, Gibran menghalanginya. "Mobil itu punya Eva. Kamu tidak berhak lagi membawanya." "Jangan halangi aku, Gibran. Apa kamu tidak lihat, ibuku pingsan!" bentak Mas Adi. "Pakai saja mobil milikku, yang telah kamu berikan untuk gundikmu itu." "Ta-tapi, Dek, itu mobilku. Ungnya kita dapatkan bersama, dari hasil penjualan kopi." "Jangan banyak berdebat. Suruh gundikan memberikan kunci mobil itu. Kunci mobilmu yang sudah ada di tanganku, tidak akan kembali." "Dasar perempuan Ibl*s. Ibuku sedang sekarat, tapi kamu masih membicarakan hak kepemilikan. Di mana hati nuranimu, Eva. Menyesal aku pernah punya
Read more
Karma
POV Adi "Adi, cepat kejar Eva." "Gak usah Bu. Jangan buat keluarga kita tambah malu. Apa Ibu gak denger kata Mbak Eva? dia sudah tidak mau dimintai bantuan. Ini semua karena keserakahan kalian sendiri. Sekarang, mintalah bantuan sama pelakor ini." Dengan nada Emosi, Tiwi mengeluarkan pendapatnya. Dia menatap tajam ke arah Ibu dan juga diriku. Kemudian, melangkah keluar menyusul Eva. "Adi, jangan dengarkan Tiwi. cepat kejar Eva." Aku hanya diam. Bersandar di tembok, lalu terduduk lesu. Sudah tak ada harapan lagi mendapatkan hati Eva. Benar kata Tiwi, nampaknya aku harus belajar hidup tanpa bergantung pada Eva. Dari awal,aku memang ragu dengan sandiwara yang ibu suruh. Sejak ibu sadar sore tadi, dia histeris karena menyadari bahwa kakinya lumpuh. Dokter menganjurkan untuk terus melakukan pengobatan secara bertahap agar lekas pulih. Diperkirakan butuh uang banyak untuk penyembuhan ibu. Karena itulah, Ibu mendesakku untuk membujuk Eva agar mau kembali lagi. Sehingga, dia bisa memba
Read more
Pertengkaran
"Rumahku, disita Mbak." "Apa?" Kami semua syok. Mengedarkan pandangan tak percaya ke arah Mbak Neli dan Mas Hendri. Ibu hanya bisa mengelus dada. Sedangkan, Mbak Ratna dan Nayla memandang dengan sorot mata sinis. "Kenapa bisa disita? terus kalian mau tinggal di mana? jangan bilang tinggal disini. Rumahku sudah sesek." Mbak Ratna memiringkan bibirnya. Nampak jelas kekesalan di wajahnya. Membuat Mbak Neli menunduk karena merasa tak enak hati. "Ratna, jangan bicara seperti itu pada adikmu." "Bukan maksud Ratna ngelarang mereka tinggal di sini, Bu. Tapi Ibu 'kan tahu, di sini cuman ada tiga kamar. Mereka nanti tidur di mana?" "Ibu tidur sama Mbak Ratna. Biar kamar Ibu bisa aku tempati sama Mas Hendri." "Lah, terus nanti Tiwi tidur di mana?" "Tiwi tidur bareng Mbak juga." "Enak aja. Pemilik rumah ini aku, kenapa kamu yang ngatur-ngatur, Nel?" "Aku gak maksud gitu, Mbak. Tapi, ya gimana lagi." "Iya enak banget, yah, kalian. Numpang aja, terus." Suasana ruang tamu jadi panas. Ras
Read more
Masalah Hidup
"Berikan!" bentaku. Aku berusaha merebut ponsel di tangan Nayla. Dia terus berontak. Rasa curiga semakin kuat. Pasti ada hal yang dia sembunyikan. "Tidak! Jangan berani-berani ngatur aku. Kamu tuh, cuman suami yang berguna. Bisanya ngajak aku susah doang. Nyesel aku nikah sama kamu." Plak! Ulu hati nyeri. Tidak menyangka perempuan yang selama ini aku anggap lemah lembut, ternyata mempunyai mulut yang mampu merobek isi hati. Amarah menghipnotisku. Tanpa sadar mendaratkan tamparan di pipi mulus Nayla. "Kamu nampar aku, Mas?" tanya Nayla tak percaya. "Ma-maaf, Nay. Aku gak niat nyakitin kamu." "Ada apa ini?" Ibu mendorong kursi rodanya masuk ke kamar. Pintu memang tidak dikunci. Pasti Ibu mendengar pertengkaran di antara kami. "Ibu." Nayla merangkul ibu. Dia menitikan air mata. Sambil memegang pipi bagian kiri, yang nampak memerah. Menunjukan ekspresi pilu. "Apa yang kamu lakukan sama Nayla Adi?" tanya ibu dengan oktaf suara tinggi. Matanya melebar. "Mas Adi nampar Nayla, Bu.
Read more
Eva Yang Disalahkan
POV Eva "A-aku hamil, Mas." Tubuhku rasanya gemetar. Saat Tiwi mengungkap sebuah kejujuran. Tak pernah menyangka, dia akan salah jalan seperti ini. Saat di kantor polisi, aku pikir dia hanya baru sekali saja melakukan perbuatan menjijikan itu. Namun, ternyata sudah sangat jauh. "Apa?" Mantan mertua, dan anak-anaknya datang. Aku bisa melihat jelas ekspresi kaget yang luar biasa dari wajah mereka. Ibu Mas Adi, terperangah. Dia mematung. Bagai jasad tanpa ruh. Plak! "Gila kamu Tiwi. Sejak kapan kamu bisa berbuat hal memalukan seperti ini? kenapa bisa hamil di luar nikah. Dasar adik tidak tahu diuntung." Mbak Ratna terus memaki Tiwi. Bukan hanya menampar, tapi beberapa kali mencoba memukul tangannya. Aku berusaha menghadang. Agar Tiwi tidak terus menerus disakiti. "Tiwi, coba ulangi lagi perkatanmu. Pasti ibu salah dengar. Betulkan, Nak? katakan bahwa semuanya tidak benar." Ibu Maria mendekati Tiwi dengan kursi roda. Kondisinya sangat memprihatikan. Hatiku tak tega. Dia berusaha
Read more
Mas Menyesal, Dek
"Apa, rujuk?" Aku hanya bisa mengernyitkan dahi. Mbak Ratna berbicara hal yang ngawur. Membuat kepalaku geleng-geleng, karena heran. "Iya. Kamu harus rujuk sama Adi. Sebagai penjamin, hidup Tiwi akan bahagia. Kalau kamu masih jadi istri Adi, Kamu bisa membantu perekonomian rumah tangga Tiwi nantinya. Kami tidak akan khawatir, nasib adik kami, kedepannya. Meskipun dia harus nikah muda." "Hahaha, aduh, aduh ...." Tawaku pecah dan menggema di ruang tamu. Cacing diperut ikut terpingkal-pingakal menyaksikan kebodohan kakaknya Mas Adi. Mereka menatap bingung dengan tingkahku. "Kenapa kamu malah ketawa, Eva?" "Kalian itu lucu, hahaha." "Lucu Gimana maksud kamu? Dasar perempuan kampung, Jangan main-main sama kami." "Hahaha, siapa yang main-main? justru kalian sendiri yang memainkan drama jadul." "Sudahlah Eva. Jangan banyak bercanda. lebih baik kamu setujui saja syarat yang kami ajukan. Dengan senang hati kami akan menikahkan Tiwi." Nampaknya mereka ini memang sudah benar-benar gil
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status