All Chapters of Aku dan Wanita-wanita Simpanan Suamiku: Chapter 51 - Chapter 60
96 Chapters
Harapan Satu-satunya
"Bukankah sudah sangat jelas, Bu Lily yang sengaja menjodohkan Hendra? Wanita tua itu tidak berperasaan! Padahal dia tahu kalian sudah akan sampai pada tahap lamaran. Lalu kenapa menyalahkan papa, Nak?" Papa Surya mengelus pundak Arlin lembut.Arlin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Papa surya. Wanita itu bahkan mengelap ujung matanya yang berair karena tertawa."Aduh, Papa! Jangan berpura-pura lah." Arlin masih sesekali tertawa, membuat Papa Surya menatapnya kebingungan."Sekian lama aku mencoba membohongi nuraniku agar tidak membenci papa. Malam ini aku semakin yakin. Papa sebenarnya juga menyadari, alasan Tante Lily menunda-nunda lamaran dan akhirnya menjodohkan Hendra, karena dia tahu anaknya dimanfaatkan oleh calon besan!" Arlin terengah menahan amarah. Biarlah. Biarlah malam ini dia menumpahkan semua kesal pada lelaki yang selalu menuntut keuntungan dirinya. Papa Surya menarik napas panjang. Matanya menatap gadis kecil yang selalu men
Read more
Menjadi yang Kedua
Vira tersentak di seberang sana. Jarinya urung memencet tombol akhiri panggilan. Selama ini memang begitu, Hendra jarang memutus panggilan, selalu dia yang mengakhiri. Pun malam ini, kebiasaan, Hendra meninggalkan ponsel di tempat tidur dalam keadaan panggilan masih tersambung."Bisa bicara sebentar?"Hendra menunjuk sofa di ujung lorong. Tempat yang memang disediakan untuk para tamu hotel.Arlin mengangguk. Wanita itu membalik badan dan berjalan duluan ke arah sofa. Sementara Hendra menyusul setelah mengambil kartu kunci kamar.Hendra menarik napas panjang melihat posisi duduk Arlin. Sejujurnya dia sedikit terganggu dengan penampilan Arlin saat menemuinya malam ini. Wanita itu datang dengan menggunakan piyama tidur berwarna nude. Bahannya yang terbuat dari kain satin menampakkan lekukan tubuh Arlin dengan jelas. Seminggu berjauhan dari Vira, membuat sesuatu dalam diri Hendra menuntut pelampiasan.Hendra menarik napas panjang. Semakin d
Read more
Ada Apa?
Dering ponsel membuat Vira terbangun. Kepalanya terasa sedikit pusing. Setelah melakukan kewajibannya sebagai istri tadi malam, dia susah sekali tidur. Melihat wajah Hendra yang terlelap pulas di sampingnya, membuat hatinya semakin tidak karuan.Vira sibuk memikirkan banyak hal, menduga setiap kemungkinan, membayangkan sesuatu yang bisa saja terjadi antara suami dan mantan terindahnya di seberang samudera sana.Sekuat hati dia menahan diri agar tidak segera membahas apa yang terjadi malam kemarin antara Hendra dan Arlin. Biarlah Hendra istirahat dulu pikirnya. Nanti-nanti saat mereka sedang santai, akan lebih enak membicarakan banyak hal dengan hati tenang. Namun, hal itu justru membuatnya semakin tersiksa.Lelah karena pikiran dan tangisan, akhirnya Vira jatuh tertidur sekitar jam tiga. Baru juga tertidur dua jam, dering ponsel sudah membangunkannya.Vira sedikit menggeliat. Matanya perlahan membuka, wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata. Silau. Dia lupa mematikan lampu semalam. Hendr
Read more
Hati-hati dengan Hati
“Nanti saja ya, Mas? Aku buru-buru. Takut terjadi sesuatu dengan Ayah.” Vira terus berbenah. Setelah selesai mempersiapkan pakaian, dia langsung berganti baju dan sedikit berdandan.Hendra menarik napas Panjang.“Vir, sebentar saja.”“Mas! Tolong, tolong biarkan aku pergi dulu. Aku benar-benar khawatir dengan keadaan Ayah!”Hendra menatap Vira bingung. Baru kali ini istrinya itu berbicara dengan nada yang agak tinggi.“Ada apa sebenarnya? Kamu kenapa, Vir?” Hendra menggoyangkan lengan Vira.“Aku kenapa?!” Vira berbalik dan menatap Hendra.“Harusnya aku yang bertanya kamu kenapa!” suara Vira melengking memenuhi seisi kamar. Kenapa? Kenapa kau tega mendua padahal kau yang memintaku untuk mempertahankan pernikahan kita? Vira menggigit bibir. Pertanyaan itu hanya menggumpal di dadanya. Entah kenapa, tidak bisa dia keluarkan.Hendra terdiam melihat Vira menghapus air matanya. Dia sungguh bingung sebenarnya apa yang terjadi? Harapannya pulang bisa menghibur pikirannya yang sedang kusut tern
Read more
Sebut Saja Angkanya
"Maaf, Bu Arlin. Saya tidak bisa membantu."Arlin mengerutkan kening mendengar jawaban di seberang sana. Wanita berbaju formal khas pakaian kantor warna merah maroon itu membasahi bibirnya dengan lidah. Aneh, pikirnya. Kenapa Nichi mendadak berubah? Apanya yang tidak bisa membantu? Bukankah selama ini kerjasama mereka lancar-lancar saja?Selama ini Nichi memang selalu bersikap dingin padanya. Namun, lelaki itu selalu melakukan pekerjaan dengan baik. Apakah ini triknya agar bayaran di naikkan?"Sebut saja angkanya." Arlin tersenyum tipis saat mengucapkan kalimat itu.Dia sedang berdiri di salah satu sudut ruang kantornya. Dari sini, dia bisa melihat kendaraan bermotor lalu lalang di bawah sana. Ramai. Sebentar lagi jam istirahat makan siang akan selesai, sepertinya banyak yang terburu-buru kembali ke tempat kerja masing-masing."Anda tidak dengar? Saya tidak bisa membantu!" Suara di seberang sana terdengar sedikit kesal.Arlin mengetuk-ngetuk dinding kaca di hadapannya dengan telunjuk
Read more
Obsesi
"Apa lagi, Lin?" Hendra menatapnya dengan tatapan lelah."Aku bersedia menjadi yang kedua." Hati Arlin bergetar saat mengatakan kalimat itu. Dia kehabisan cara. Mungkin dengan cara ini, dia bisa meluluhkan hati Hendra. Semoga lelaki itu bisa melihat cintanya masih sangat besar.Hendra terpana. Sedetik pandangan mereka bertemu, ada kebingungan sekaligus keterkejutan dalam binar mata Hendra. "AKU BERSEDIA MENJADI YANG KEDUA!" Arlin berteriak kencang. Berusaha menggetarkan jiwa Hendra. Memanggil kembali rasa cinta di relung terdalam perasaan lelaki itu, yang sangat diyakini pasti masih ada.Hening. Lima detik berlalu dalam diam.“Lin.” Hendra menarik napas kencang. “Kau sangat tahu bagaimana aku. Kau benar, rasaku padamu masih utuh seperti dulu." Mata Hendra berkaca.Arlin menahan napas. Dadanya semakin berdebar kencang. Diremasnya ujung piyama yang dia kenakan untuk mereda kegugupan."Tetapi semua sudah berlalu, Lin. Aku lelaki yang sudah beristri." Suara Hendra serak."Vira wanita b
Read more
Ketahuan
"Ah! Apa pula yang mama takutkan? Malah bagus kalau lelaki tua itu meninggal!""Bukan begitu maksud mama ….""Aku malah berharap lelaki tua itu cepat mati, Ma. Sejak tahu bahwa kasih sayangnya palsu, bagiku dia adalah orang lain." Wajah Silmi membatu.Rahma kehabisan kata. Semua ini salahnya, sehingga kini pun dia tidak berdaya untuk menghentikan apa yang Silmi lakukan. Pelan Rahma memegang pundak Silmi."Mama takut kamu terseret, Sil.""Mama tenang saja. Kak Arlin sudah memberikan batasan wajar dosis obatnya, sehingga tidak akan terdeteksi. Kalaupun meninggal, tidak akan langsung, lelaki tua itu akan mengalami penderitaan dulu. Kurasa itu bayaran yang setimpal baginya karena mempermainkanku."Rahma menarik napas panjang. Sudah hampir dua mingguan ini Silmi selalu mencampurkan entah obat apa pada minuman Ayah Aksa. Katanya itu obat dari Arlin. Efeknya ya ini, kondisi Ayah Aksa yang tadinya sudah stabil, kini kembali turun."Kenapa harus melibatkan Ayah Aksa, Sil? Apa untungnya bagi A
Read more
Obat Apa Ini?
Vira mengambil gelas jus melon di atas meja, pelan diarahkannya minuman itu ke mulut. Dia sedikit tersenyum saat merasakan bagaimana ujung sedotan stainless menyentuh bibir.Dingin.Jus melon mulai memenuhi mulut Vira.Manis.Seteguk cukup. Wanita itu kembali meletakkannya ke atas meja di depannya.Vira menoleh ke luar kafe. Gerimis. Dari tempatnya duduk, dia bisa dengan leluasa memandang halaman yang luas. Sebuah mobil merk Chevrolet Captiva berwarna silver metalik terlihat memasuki halaman yang sekaligus berfungsi sebagai area parkir.Seorang pria keluar dari sisi kanan, buru-buru mengembangkan payung berwarna hijau tua. Dia terlihat tergesa berjalan ke pintu kiri depan, membukakan pintu untuk teman wanitanya. Lelaki itu kemudian menggandeng pasangannya keluar. Mereka sepayung berdua menuju kafe.Vira tersenyum tipis, Apakah kafe ini sekarang sudah menjadi tempat asyik nan romantis saat gerimis seperti ini?
Read more
Antara Vira dan Arlin
Arlin menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Sekuat tenaga dia memaksakan lehernya yang terasa berat untuk tegak. Setelah kegugupannya mereda, dia menatap Vira dengan senyum mengembang."Obat apa ini?" Arlin menunjuk botol obat di hadapannya dengan pandangan mata."Jangan berbelit-belit, Mbak Arlin! Silmi sudah menceritakan semua." Vira sedikit memajukan tubuh ke arah wanita yang duduk di hadapannya. "Silmi siapa? Aku tidak kenal." Arlin membuat ekspresi kebingungan. Vira tersenyum sinis. Ujung bibir sebelah kirinya terangkat. Wanita berlesung pipi itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi kafe. Dia menggeleng-geleng sambil pandangannya tidak lepas dari Arlin. "Bagaimana kau bisa tahu itu obat?" Vira bertanya dingin. Dia tidak sedikitpun merasa perlu beramah tamah dengan seseorang yang tega membahayakan nyawa ayahnya."Maksudmu? Hei kapsul memangnya apa kalau bukan sejenis obat-obatan? Ya bisa jadi vitamin. Tetapi k
Read more
Berbagi
“Kau salah menilaiku, Vir.” Arlin bersuara setelah sekian lama. Senyumnya mulai mengembang, menunjukkan kepercayaan dirinya telah kembali.Vira menghembuskan napas kencang. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan kencang.“Aku berbeda dengan wanita-wanita yang pernah kau usir dari kehidupan Hendra, Vir. Tidak semudah itu membuatku menjauh. Apalagi, aku memang tidak ada niat untuk melakukannya. Aku datang, bermaksud untuk tinggal.” Vira mengangkat dagu saat mendengar ucapan Arlin. Wanita ini resmi mengibarkan bendera perang. Apa katanya tadi? Dia berbeda dari wanita-wanita Hendra yang sebelumnya? Benar, Arlin memang berbeda. Lebih tepatnya, wanita itu bukan manusia. Dia adalah iblis yang menjelma menjadi perempuan cantik.“Pergilah, Mbak Arlin. Aku tidak berminat memperjuangkan sesuatu yang memang sudah kumenangkan dari awal.” Vira memainkan sedotan stainless di gelasnya. Pelan dia mengetuk-ngetukkan sedotan pada gelas, menimbulkan
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status