Semua Bab Menikahi Adik Musuh: Bab 21 - Bab 30
68 Bab
21. Tak Boleh Ada Anak
"Papa ingin kita berdua menemui mama," beritahu Zaffya pagi itu ketika mobil mereka mulai melaju keluar dari halaman gedung dan masuk ke jalan raya.Richard mendesah. "Dan mama ingin menemui Dania.""Mamamu sudah tahu?"Richard mengangguk.Zaffya merasakan beban dalam pundaknya bertambah satu ton dengan rasa bersalah yang semakin besar."Aku hanya berharap Dania mau mendengarkan mama.""Semoga.""Lalu, kapan kita akan menjenguk mamamku?"Zaffya mengingat-ingat jadwal yang dikirim Satya. "Aku akan menyuruh Satya mengepaskan jadwalku dengan waktu luangmu.""Tidak perlu, Zaf. Aku bisa meminta bantuan Luna menggantikanku jika memang itu perlu."Cubitan di hatinya selalu muncul saat Richard mengucapkan nama itu. "Mungkin lusa, biarkan mama istirahat selama dua hari untuk menenangkan dirinya.""Hm, Baiklah."Zaffya menatap kembali jalanan. Pikirannya melayang mengingat pembicaraannya dengan Luna semalam. Lagi.***Dania terkesiap ketika Raka tiba-tiba muncul di hadapannya. Membuatnya gugup
Baca selengkapnya
22. Gemuruh Emosi Dewa
"Lepaskan dia!" Dewa menarik tangan kiri Dania dan menghentikan langkah Richard.Richard berputar, menggeram marah, dan siap melemparkan satu tinjunya ke wajah Dewa.Dania terperangah, menghadang kakaknya. "Jangan, Kak.""Jangan memohon pada kakak untuk mengampuni pria brengsek sepertinya, Dan," desis Richard."Kami tidak tahu apa pun tentang rencana ini.""Apa kau percaya pada ucapannya?"Dania menggeleng. "Bukan Dewa yang meminta kami ke sini.""Lalu?"Dania meragu sesaat. "Mamanya Dewa."Richard tersentak."Sepertinya ini memang rencana mamanya kak Zaffya dan mamanya Dewa."Richard merasa napasnya tersengal. Derita apalagi yang telah ia berikan pada adik kesayangannya satu ini. "Apa kau sudah bertemu dengan mama?""Ya, tapi Dania tetap pada pilihan Dan.""Kau!!" Richard benar-benar kehilangan kontrol. Melihat Dewa yang berdiri di belakang Dania. Memegang erat tangan Dania. "Apa yang kaulakukan pada adikku hingga dia menjadi seperti ini?""Bolehkah aku mengajukan pertanyaan yang sam
Baca selengkapnya
23. Batasan Dewa
"Jam berapa kau pulang?" tanya Dewa sebelum Dania menarik pengait pintu mobil dan turun.Kenapa Dewa bertanya? Dania ingin tahu tapi memilih menjawab atau mereka akan kembali berdebat sehingga ia terlambat memasuki kelasnya. "Jam tiga sore.""Aku akan menjemputmu, jadi pastikan kau tidak membuat janji dengan siapa pun sepulang kuliah."Dania hanya mengangguk lalu turun. Dewa rela meluangkan waktu di antara kesibukan pria itu untuk menjemputnya karena ingin menunjukkan pada Raka bahwa hanya Dewalah yang berhak atas diri dan waktunya. Dania pikir, waktu mampu menyembuhkan luka hati Dewa. Tetapi ada kalanya waktu semakin membuat seseorang tenggelam dan terbiasa dengan luka tersebut. Setelah sebulan pernikahan, sifat kekanakan dan sikap sinis pria itu tak berkurang sedikit pun pada Raka. Menikmati ketika melihat Raka terusik saat memamerkan permen yang berhasil direbut.Dania merogoh tas dan mengeluarkan ponselnya. Menekan deretan nomor-nomor yang sudah tertulis di ingatan dan menempelkan
Baca selengkapnya
24. Sisa Perasaan
Lamunan Raka teralih mendengar pintu di geser dengan pelan dari balkon kamar Dewa dan melihat Dania muncul. Dengan rambut terurai dan kemeja putih kebesaran menyelimuti tubuhnya yang mungil. Sudah jelas itu kemeja yang dikenakan Dewa hari ini. Dan apa yang membuat Dania hingga memakai pakaian Dewa mengganggu pikirannya. Adiknya mencium Dania secara terang-terangan di lift, tentu saja lebih dari sekedar ciuman jika keduanya berada di tempat tertutup.Dengan kaki telanjangnya, Dania berjalan menghampiri pagar balkon. Mengamati dengan pandangan kosong ke arah langit malam. Ya, Dewa benar-benar membuatnya tak bisa tertidur meskipun pria itu kini sudah terlelap seperti bayi tanpa dosa di ranjang setelah menuntaskan gairah pada tubuhnya. Tubuhnya remuk redam karena kelelahan tapi matanya tak bisa terpejam. Menghirup udara malam dengan bebas seperti meredakan rasa sakit di tubuh dan meringankan beban di hatinya. Dalam hati meyakinkan diri bahwa inilah pilihan yang tak akan pernah ia sesali.
Baca selengkapnya
25. Rasa Bersalah Zaffya
"Wajahmu pucat sekali," komentar Richard ketika menyodorkan sepiring nasi goreng.Zaffya menatap tak suka ke arah piring yang disodorkan Richard. Steak dengan beberapa kacang polong."Hanya ini yang bisa kutemukan di kulkas. Kau harus memakan semuanya." Mata Richard melirik kacang polong dengan tatapan tegas.Zaffya mengerutu. "Aku alergi kacang polong.""Itu bukan alergi.""Aku tidak tahan bau dan bentuknya yang aneh.""Ya, dan itu bukan alergi.""Aku tidak menyukainya.""Apa kau tidak tahu berapa banyak nutrisi yang terkandung?""Tidak akan sebanyak uangku." Zaffya mengiris steaknya dan menyuapkan ke mulut. Menikmati bibir Richard yang terkatup rapat."Aku berjanji akan membuatmu memakan makanan itu saat kau mengandung anakku. Aku tidak ingin anakku memiliki alergi aneh yang harus kau turunkan padanya," gerutu Richard sambil melahap makan malamnya.Sesaat Zaffya kembali terpaku dan berhenti mengunyah. Tulang punggungnya terasa kaku dan perutnya kenyang seketika hingga hampir membuat
Baca selengkapnya
26. Terluka
Pesanan datang tepat ketika Zaffya benar-benar sudah tak bisa menahan rasa lapar dalam perutnya."Apa kau begitu kelaparan?" Richard menarik piringnya mendekat. Ia bahkan belum memegang sendoknya dan Zaffya sudah menyuapkan risotto ke mulut untuk kedua kalinya.Zaffya hanya mengangkat bahu sekali dan masih terus menuntaskan rasa lapar yang melilit tanpa merasa terusik dengan tatapan penuh tanya Richard. "Aku mempunyai pertemuan yang berat tadi sore. Beberapa keluhan dan pekerjaan yang tak sesuai target. Ternyata kemarahan bisa membuatmu sangat lapar.""Ya, kau membuang tenagamu dua kali lipat saat kau marah."Zaffya mengerti. Terlalu sibuk mengunyah daripada membuka mulutnya untuk berbincang seperti biasa.Tak sampai sepuluh menit, isi piring Zaffya tandas dan ia masih merasa sangat lapar. Tapi ia tak akan membiarkan Richard tahu. Berbeda dengan selera makannya yang cukup besar, Richard nampak sedikit enggan menghabiskan makanannya. Pria itu bahkan menyisakan hampir setengah isi pirin
Baca selengkapnya
27. Merasa Kacau
Makan siang berlalu dengan sangat indah dan penuh kerinduan seperti yang Richard janjikan. Richard datang tepat waktu dan menatapnya penuh binar cinta. Bahkan Zaffya bisa melihat burung kecil beterbangan di sana. Kebahagiaan membuat dadanya mengembang sangat bangga. Keputusanya sepadan dengan apa yang didapatnya siang hari ini.Akan tetapi, sepertinya Tuhan memang selalu mempunyai rencana tak terduga. Pagi itu, Richard menemukan pil kontrasesi Zaffya tergeletak di wastafel. Matanya berkedip tiga kali demi memastikan bahwa ada yang salah dengan penglihatannya. Namun, terpaksa ia menelan pil kecewa dan hatinya terhujam keras. Itu benar-benar pil kontrasepsi.'Jadi, bukan hanya perasaanku saja. Inikah alasanmu menghindari pembicaraan tentang anak?'Lima menit kemudian, setelah ia berhasil menguasai diri untuk tidak melemparkan tinjunya ke kaca. Richard mendengar pintu kamar mereka terbuka. Samar-samar suara Zaffya yang sedang bercakap dengan ponsel. Richard mengambil napas panjang dengan
Baca selengkapnya
28. Awal Kehamilan
"Apakah dia akan menyukaiku?"Richard mengira Zaffya sudah terlelap dalam dekapannya saat ia berniat untuk turun dari ranjang rumah sakit yang seharusnya tak cukup luas untuk dua orang dewasa. Dalam keheningan yang begitu dingin dan lama."Apakah aku akan menjadi ibu yang baik untuknya?""Zaff?" Richard melonggarkan pelukannya dan membawa wajah Zaffya menghadapnya. Kecemasan, kekhawatiran, dan kehilangan kepercayaan diri. Hal-hal normal yang dilalui para ibu hamil di beberapa minggu pertama."Apakah dia akan kekurangan gizi jika aku tidak makan kacang polong?" tuntut Zaffya merasa tidak berdaya."Tenanglah." Richard mengelus rambut Zaffya menyalurkan ketenangan. "Ini tidak akan seperti yang kau takutkan."Zaffya menggeleng. "Kau menjauhiku. Apa karena tahu aku hamil dan tubuhku akan menjadi gemuk?""Zaff, aku hanya marah karena pil kontrasepsi yang kau sembunyikan dariku.""Karena aku belum siap menjadi seorang ibu. Hal-hal inilah yang kutakutkan dan sekarang menjadi kenyataan.""Seha
Baca selengkapnya
29. Kabar Tak Terduga
"Kau boleh berhenti," gumaman lirih Dewa mengalihkan perhatian Dania dari pil yang akan masuk ke mulutnya.Dania mengernyit tak memahami perkataan Dewa baru saja. Matanya memperhatikan raut Dewa melewati cermin rias. Pria itu baru saja datang dengan raut ditekuk langsung duduk di sisi ranjang. Rambutnya sedikit mencuat tak teratur dan dasi yang sudah terurai."Kau boleh berhenti meminumnya jika kau tidak ingin." Dewa bertanya kenapa dia harus memperjelas kalimatnya. Jika Dania tidak mendengarkan, bukankah itu lebih baik.Dania melirik pil yang sudah siap ditelannya. Seringai dan dengkusan tipis mencela kata-kata Dewa. Dalam hati tertawa terbahak dengan permintaan Dewa. "Kenapa? Apa kau berubah pikiran untuk memiliki anak denganku?"Dewa mendesah, tapi tak menjawab. Jika Dania ingin, mungkin ia juga menginginkan ada anak di antara mereka. Mungkin dengan begitu, kehidupan rumah tangga mereka bisa menjadi sedikit lebih hangat. Atau setidaknya Dania bisa sedikit tersenyum dan mendapatkan
Baca selengkapnya
30. Apakah Janin Itu Milikku?
Pagi itu, Dania hampir terjungkal ke belakang ketika kakinya terpeleset menginjak tangga terakhir. Tetapi tubuhnya tertahan lengan yang menopang sebagian besar berat tubuhnya."Apa kau baik-baik saja?" Jantung Raka seperti terlepas, beruntung kesigapannya menyelamatkan gadis itu.Dania mematung. Terkejut setengah mati jika saja ia benar-benar terjatuh dan membahayakan janin dalam kandungannya. "Terima kasih, Kak."Raka tertegun. Wajahnya dan Dania begitu dekat dan punggung gadis itu menempel di dadanya. Sudah jelas gadis itu merasakan degupan jantungnya yang begitu keras. Reaksi akrab ketika ia berada sedekat ini dengan Dania. Jika tidak ada batasan yang harus ia jaga, jika tidak ada martabat yang harus ia lindungi, Raka pasti sudah menempelkan wajah mereka."Lepaskan tanganmu darinya!" desis Dewa tajam dari arah belakang keduanya. Dengan kasar menarik pergelangan tangan Dania, memisahkan kedua tubuh yang saling menempel. Sungguh pemandangan yang memuakkan."Aauuuwww..." Dania mengera
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status