All Chapters of Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku : Chapter 21 - Chapter 30
41 Chapters
BAB 21
Aku turun dari sepeda motor. Sapaan beberapa orang yang memang lumayan mengenalku karena aku sering berkunjung ke ruko tempat Mak Nyah membuka warung kopi, sempat beberapa kali kudengar. Aku pun menyahut sekedarnya, karena memang aku tak terlalu akrab dengan mereka.Apalagi semenjak aku memutuskan untuk tak lagi hidup sebagai lelaki simpanan Mak Nyah, otomatis aku jadi semakin jarang datang ke tempat ini. Dan kali ini aku datang kembali ke sini lagi pun karena aku masih punya urusan dengan Laras.Saat masuk ke dalam ruko, ku lihat Mak Nyah sedang duduk di belakang meja kasir, seperti biasa. Tak nampak batang hidung Laras, mungkin dia sedang di belakang membuat pesanan kopi pelanggan.“Tumben kau datang ke sini,” ujar Mak Nyah dengan nada agak sinis.Padahal aku baru saja menjejakkan pantatku di atas kursi. Sengaja ku pakai meja yang agak jauh darinya, karena aku tak terlalu suka kalau Mak Nyah dekat-dekat denganku.“Aku ada urusan.” Kataku agak malas.“Urusan dengan pacarmu?”“Memangn
Read more
BAB 22
“Banyak juga uang tip yang kau dapat. Sepertinya di sini kau sudah mulai banyak penggemar.” Aku menghitung lembaran uang yang bercampur mulai pecahan ribuan hingga puluhan ribu. Hebat juga dia, hanya dalam waktu kurang lebih dua minggu saja sudah bisa mengumpulkan uang sebanyak ini. Mungkin memang benar, jadi perempuan itu jauh lebih mudah dalam mencari uang.“Nggak juga Bang, kebetulan dapat rezekinya segitu.” “Kau dicium apa dipangku?” Tanyaku sambil tertawa kecil. Padahal niatku hanya bercanda, namun sepertinya Laras terlihat sangat marah, bisa kulihat dari kilatan benci di matanya. Namun aku tahu, ia tak berani membantah apalagi marah atas kata-kataku barusan.“Saya Cuma buatin kopi atau masak mie aja Bang.” Sahutnya dengan nada bergetar.“Ini semua kuambil ya.” Ujarku senang, setelah menerima lembaran uang sebanyak lima ratus ribu.Kulihat Laras mengangguk. Wajahnya kini kulihat jauh lebih bersih, namun gurat kesedihan jelas terlihat di sana. Ia pasti sangat merindukan an
Read more
BAB 23
Kami bertiga makan dengan lahap. Aku membeli dua bungkus nasi Padang, yang mana sebungkus kumakan sendiri dan sebungkus mereka bagi berdua. Aku juga membeli buah semangka dan beberapa Snack yang pasti jadi kesukaan anak-anak. Rencananya akan kami makan bersama setelah makan nasi.Kulihat mereka sangat menikmati makanan yang kubelikan. Sudah pasti, karena itu adalah makanan yang lezat. Aku sampai menghabiskan uang yang tadi diberikan Laras sebanyak hampir dua ratus ribu. Rencanaku untuk berjudi dan membeli minuman keras justru berganti menjadi acara makan bersama anak-anak. “Enak?” Tanyaku pada Nurul. Ia hanya mengangguk tanpa berhenti mengunyah. Sesekali tangannya menyuapkan nasi ke mulut mungil Melina. Meski balita itu sudah bisa makan sendiri, tetap saja ia butuh bantuan untuk makan. Tangan kecilnya membuat hanya sedikit nasi yang bisa masuk ke mulut. Selebihnya, jatuh berhamburan sampai ke baju dan lantai.“Yang jatuh biarkan aja. Jangan diambil apalagi dimakan. Kotor.” Aku m
Read more
BAB 24
Sudah sejak tadi aku mematut diri di depan cermin. Dari sejam yang lalu aku sudah rapi dan wangi. Kemeja flanel lengan panjang dan celana kain hitam membungkus rapi tubuhku yang ku rasa semakin kurus. Sebuah kopiah hitam menutupi rambutku yang kini sudah hampir sepanjang bahu. Entah kapan aku ada waktu untuk memotongnya.Hari ini, sudah tanggal 21. Karena memikirkan hari ini, beberapa malam belakangan aku sampai tak bisa tidur. Ini adalah hari ulang tahun anak lelaki tak berdosa yang menjadi korban kebiadabanku.Sejak hari itu, saat kulihat Laras berteriak seperti orang gila karena anak lelakinya meninggal di pangkuannya sendiri, sejak itu pula siang dan malam aku menyalahkan diriku atas apa yang telah terjadi.Sungguh, aku tak pernah berniat menyakiti apalagi membunuh siapa pun. Semua terjadi begitu saja karena kebiasaan burukku yang suka mabuk-mabukan.Masih kuingat, wajah anak kecil itu, yang matanya separuh tertutup tanpa nyawa. Badannya begitu kurus karena lama tak kuberi mak
Read more
BAB 25
Suasana tahlil Andra terasa khidmat meski seadanya. Aku hanya bisa meminta tolong pada Ustadz Ilmi, seorang Ustadz kenalanku dan membeli makanan seadanya untuk membacakan doa dan tahlil di hari yang sebenarnya adalah hari ulang tahun Andra. Uang yang diberikan Laras kemarin tinggal sekitar dua ratus lima puluh ribuan, telah kubelikan makanan untuk keperluan tahlil Andra malam ini. Sisanya, mungkin akan kuberikan pada Ustadz Ilmi sebagai ucapan terima kasih karena telah mau membantuku mengadakan tahlil sederhana untuk Andra.Selama tahlil, aku sempat melihat mimik wajah Nurul yang terlihat sedih. Ia pasti mengingat adiknya yang sudah meninggal itu. Sementara aku sendiri, semakin kuat bacaan doa Ustadz Ilmi, semakin besar pula rasa bersalahku pada Andra. Aku hanya tak mau menampakkannya di depan siapa pun, terutama Nurul.Setelah selesai membaca doa, kami menyantap hidangan makanan yang tadi kubeli dan tentu saja sudah dibacakan doa. Menu ayam bakar lengkap dengan nasi dan lalapan,
Read more
BAB 26
PoV Laras Aku baru saja selesai mencuci piring kotor saat terdengar suara seorang pelanggan laki-laki memanggil. Dengan cepat ku lap tanganku yang basah dan dengan setengah berlari aku menuju ke depan. “Mbak, buatin mie rebus ya.” “Pakai telur sama cabe potong nggak?” tanyaku. “Nggak usah. Polosan aja. Aku nggak makan telur dan nggak tahan makan pedas.” Jawabnya. “Oke tunggu sebentar. Mau minum apa?” “Kopi susu, tapi nggak usah pake gula ya.” Aku mengangguk dan segera mengambil gelas. Aku akan membuat kopi terlebih dulu, agar pelanggan tak merasa bosan sambil menunggu mie matang. Setelah jadi, aku mengantar kopi itu ke depan. Tempat di mana pelanggan yang tadi memesan sedang duduk menunggu di meja luar di bawah pohon. Kebanyakan pelanggan warkop Mak Nyah memang lebih suka duduk di situ, apalagi saat malam. Mungkin karena agak jauh dari warkop dan mereka bisa merokok sambil mengobrol dengan tenang. Malam ini warkop tak terlalu ramai. Jadi aku agak sedikit santai. Jam sudah men
Read more
BAB 27
“Laras, buatkan kopi satu lagi. Aku ada tamu. Kalau sudah jadi, antar ke atas ya.” Teriak Mak Nyah dari atas tangga.Mak Nyah memerintahku di saat warkop sedang dalam kondisi ramai. Ini memang jam di mana pelanggan menyerbu. Kulirik jam dinding, baru jam setengah sembilan malam. Masih lama waktu untukku beristirahat. Sungguh badanku sudah terasa sangat lelah.Dalam waktu sehari semalam, aku Cuma punya waktu istirahat tak lebih dari dua jam. Itu pun tak bisa langsung tidur. Aku harus mengemasi kamar serta mencuci dan menjemur pakaian milikku. Kalau saja bukan karena ada semangat yang kuat demi anak-anakku, mungkin sudah sejak kemarin aku tumbang.Sambil menguap karena kantuk, aku mengaduk kopi hitam pesanan Mak Nyah. Aku tahu, tamu yang ia maksud adalah pacar berondongnya. Namun kali ini, pacar barunya berbeda dengan yang dulu pernah kulihat saat pertama kali datang kemari.Setelah memastikan kalau belum ada pelanggan yang membuat pesanan baru, aku naik ke atas untuk mengantar kopi
Read more
BAB 28
“Aku ingin kamu memberitahuku, satu informasi. Satu aja. Tapi kuharap kau jujur, tak berbohong.” Aku sempat diam berpikir. Haruskah aku mengiyakan? Bagaimana kalau ternyata syarat yang diajukannya adalah tentang hubungan antara aku dan Redy? Bukankah itu artinya sama saja? “Sepertinya kau sangat ragu. Sekarang begini saja, aku hanya ingin tahu sesuatu. Apa mungkin kau mengenal orang ini?” Bang Yunan menunjukkan layar ponselnya padaku. Mataku melotot melihat wajah yang terpampang di sana. Itu Ela! “Dilihat dari ekspresimu, sepertinya kamu mengenal dia.” Ujar Bang Yunan tersenyum sambil menarik kembali gawainya itu. Aku tak menjawab, hanya memandangi wajah lelaki di hadapanku ini dengan lekat. Ada hubungan apa antara dia dengan Ela? “Dia siapa Bang?” aku bertanya, hanya untuk memastikan kalau wanita yang baru saja kulihat fotonya itu benar adalah Ela. “Dia..? Kenalanku. Hanya saja aku punya urusan dengannya.” Aku mengerutkan alis. Tunggu dulu, urusan seperti apa yang dimaksud? A
Read more
BAB 29
“Ayolah, Mak Nyah. Lagi pula kudengar Mak Nyah memang mau memberinya libur dua hari kan, akhir bulan ini? Hanya tinggal beberapa hari lagi. Aku perlu dia. Tenang saja, pasti kukembalikan.” Bujuk Redy.Mak Nyah tampak memandangku garang.“Kau menelepon Redy diam-diam? Memberitahunya kalau kuberi libur? Lancang sekali kau Laras!”“Jangan salah paham, Mak Nyah. Dia sama sekali nggak ada menghubungiku. Aku datang ke sini mendadak, dan mendengar hal itu baru saja tadi. Jangan salahkan dia.” Ujar Redy membelaku.“Sebenarnya mau kau bawa ke mana dia? Kalian mau bermesraan?” nada suara Mak Nyah terdengar cemburu.“Nggak. Aku punya pekerjaan bagus untuknya selama dua hari ini. Karena dia masih berhutang padaku, jadi dia harus mau melakukan pekerjaan itu.”Aku diam, karena aku tahu itu hanya alasan Redy.“Pekerjaan seperti apa?”“Biasa--- ada Om-Om kaya yang minta ditemani karaoke. Bayaran untukku lumayan.” Redy cengengesan.“Nggak. Tetap nggak! Aku nggak akan beri izin. Ini belum wakt
Read more
BAB 30
Badanku gemetar dan jantungku berdebar keras saking takutnya. Aku tak menyangka, ternyata Redy masih ada di sini. Sepertinya dia memang sengaja mengujiku. Matilah aku kali ini.“Bang Redy--- aku minta maaf. Aku... Aku...” Tatapan dingin Redy yang tajam membuatku semakin panas dingin. Saking takutnya, aku hanya bisa menunduk sambil menggigit bibir.“Kenapa kau buka penutup matamu?” Pertanyaan itu diulanginya lagi. Aku tak terpikirkan jawaban karena otakku jadi buntu karena ketakutan. Kudengar Redy menghela nafas kasar. “Maaf Bang, aku udah salah. Tolong jangan apa-apakan anak-anakku.” Ujarku memohon.“Turun....” Redy berkata dengan ekspresi wajah yang nyaris datar.Aku mengerutkan kening. “Apa?”“Ayo turun. Kau bilang mau membeli makanan untukmu dan anak-anak kan?”Aku mengangguk tapi tetap merasa heran. Memangnya tak berbahayakah untuknya? “Kalau nggak jadi, kita pulang aja sekarang. Kamu kelamaan bengong.” Cetusnya.“Eh, jangan Bang. Iya aku turun.” Kataku cepat berg
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status