Semua Bab Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan: Bab 31 - Bab 40
74 Bab
Pov Anton 2
Singkatnya dalam sebulan kemudian aku melamar Rina. Pernikahan diadakan dengan mewah, dengan tamu undangan seribuan orang. Malam pertama kami lewati dengan tidur, karena aku belum bernafsu untuk menyentuh Rina. Aku belum menaruh hati padanya, Rina pun mengerti dan tidak memaksaku. Begitulah kami lalui hingga satu bulan kami belum juga melakukan hubungan badan. Hingga malam itu, selesai makan entah mengapa gairahku tiba-tiba naik. Aku melihat Rina dengan nafsu yang memuncak. Rina pun paham lalu menarik tanganku ke kamar. Rina mulai membuka satu persatu pakaiannya, hingga tubuh mulusnya terpampang di hadapanku. Tanpa menunggu lama aku menerkam dan menghempas Rina ke ranjang. Terjadilah adegan malam pertama yang sempat tertunda. Esoknya aku bangun kepalaku terasa pening. Setelah sadar aku membuka selimut, ternyata tubuhku tidak memakai pakaian. Rina masih tertidur membelakangi, terlihat dia juga tidak berpakaian. Aku membangunkan Rina. "Rina, bangun! Apa yang terjadi tadi malam," uca
Baca selengkapnya
Mengawasi seseorang di restoran
Lima foto kukirim ke nomer HP Rina, sambil menunggu balasannya pasti tak lama karena Rina sering memainkan ponselnya. Benar, tak lama pesan balasan masuk. [Eh, siapa kamu? Apa maksud kamu mengirim foto ini padaku? Kamu mau menghancurkan rumah tanggaku ya?] ditambah emoticon marah. [Terserah kalo tidak percaya, tanya sendiri sana. Dasar bodoh, suami selingkuh dan akan punya anak tetap nggak tau apa-apa kamu!] balasku memakinya padahal aku cekikan pasti Rina emosi dan jantungan melihat foto suaminya. Benar saja, Rina tak ada membalas lagi. Tentu langsung menghubungi Mas Anton menanyakan kebenarannya. Lega perasaanku nampaknya aku jahat telah merusak rumah tangga Rina namun itu juga demi kebaikannya agar dia tau suaminya telah mengkhianatinya. Dua puluh menit kemudian ponselku berdering, aku mengerutkan dahi. Pesan masuk dari Rina. Pasti dia masih penasaran dengan foto itu dan bertanya lagi. [Sebenarnya kamu siapa? Dan mengapa bisa memfoto suami saya?] [Kamu nggak perlu tau siapa
Baca selengkapnya
Rina ditalak
"Winda, kamu ingin makan apa sayang?" tanya Mas Anton pada wanita yang duduk di sebelahnya. "Hum, daging panggang ini boleh Mas?" suara lembut wanita yang dipanggil Winda itu bertanya. Pantas saja Mas Anton menikahinya, dari suaranya sudah nampak selain cantik wanita itu juga lembut, beda jauh dengan si Rina itu. "Boleh sayang, tapi sedikit aja ya! Sayur juga dipilih, biar sehat kan dokter bilang perbanyak makan buah dan sayur," kata Mas Anton perhatian. Sambil menunggu pesanan datang, aku terus mendengar obrolan mereka. Aku sedikit tau kalo istri kedua Mas Anton ini ternyata kenal dekat proyek kerjanya. Kini wanita yang akan bergelar ibu itu ternyata tinggal dengan ibunya Mas Anton. Akan tetapi, mengapa Rina tidak tau? "Mas, apa mbak Rina tau kalo Mas telah menikahiku dan akan punya anak?" "Awalnya dia nggak tau, tapi kemarin entah dari siapa dia mendapat foto waktu kita di rumah sakit. Dia minta jawaban dari Mas, tapi Mas diam aja," sungut Mas Anton. "Kenapa Mas nggak bilang,
Baca selengkapnya
Siapa Winda sebenarnya?
Setelah dari rumah Andre, aku menyusul Mas Anton ke rumah sakit. Ingin melihat keadaan Winda, sekalian ingin memberi tahu status baruku. Mobil kuparkir begitu memasuki area rumah sakit, aku turun dari mobil lalu menuju UGD. Terlihat Mas Anton menunggu dengan cemas di depan pintu UGD. "Mas Anton..." Aku tepuk pundaknya. Dia menoleh ke belakang dan terkejut saat mendapatiku berada di sini. "Eh, Ratih," ucapnya gugup. "Bagaimana keadaan Winda, Mas?" tanyaku to the poin. Mas Anton melongo saat aku tanya Winda, mungkin dia kaget aku tau. Aku tersenyum menatapnya. "Aku udah tau, Mas. Winda itu istri kamu kan! Kalian tadi abis dari rumah Rina dan bertengkar," kataku menjawab penasarannya. "Iya, bagaimana kamu tau semua itu? Atau jangan-jangan kamu yang mengirim foto itu sama Rina?" tanya Mas Anton menebak. "Bener, Mas. Waktu itu aku nggak sengaja melihat Mas di rumah sakit. Jadi, aku ingin tunjukkan pada Rina. Selain kasihan pada Rina aku juga ingin memberinya pelajaran," kataku ger
Baca selengkapnya
Pengakuan Bagas
Hari ini rencananya, ibu dan bapak akan balik kampung. Setelah seminggu bersamaku tinggal di restoran, walaupun senang keduanya teringat rumah di kampung tidak ada yang menempati. Jadi, dengan sedikit tak rela aku mengantar menggunakan mobil sendiri. Nova kutugaskan mengawasi dan menghandle restoran karena aku ingin dua hari menginap di rumah tempat aku dibesarkan itu. Lagian aku juga rindu suasana asri pedesaan. Udara yang segar dan suasana sunyi jauh dari kebisingan. "Gimana, ibu dan bapak udah siap?" tanyaku begitu melongok ke dalam kamar. "Sudah, Nak. Tinggal berangkat kita," balas ibu merapikan rambut. Seorang karyawan aku perintahkan membawa tas orang tuaku ke dalam bagasi mobil. Seluruh karyawan juga sudah akrab dengan keduanya, begitu akan pulang semua berebut salaman. Rasa bahagia terpancar dari raut wajah ibu dan bapak. Mobil kukemudikan dengan perlahan dan tidak kencang. Beruntung jalanan tidak terlalu macet jadi perjalanan tidak banyak makan waktu. Bapak duduk di samp
Baca selengkapnya
Mimpi aneh
Aku meneteskan air mata mendengar pengakuannya. Teringat memori silam yang mana aku telah salah paham padanya, bahwa kepergiannya ke tempat yang jauh adalah untuk meninggalkan diriku. Namun, Bagas malah telah berniat untuk membuatku bangga dan bisa menerima cintanya. Maafkan aku, Gas. Andai saat itu kamu mau bersabar sedikit, pasti saat ini hubungan kita sudah menjadi suami istri. Akan tetapi semua sudah terjadi, mungkin sudah garis hidupku menikah dengan Andre yang pengkhianat sebagai karma telah melukai hatimu. Terdengar langkah kaki Bagas menjauh dari pintu. Sepertinya dia sudah pulang, mungkin dia merasa aku tidak mau mendengarkan, padahal di balik pintu aku menguping curahan hatinya. "Ratih, tadi ibu mendengar suara Bagas. Kenapa nggak disuruh masuk?" tanya ibu yang keheranan. Gegas mengusap air mata agar ibu tak tau aku sedang menangis karena aku berdiri menghadap pintu. Membalik badan sambil mengangkat tas aku tersenyum pada ibu. "Oh, Bagas udah pulang Bu! Katanya cuma mam
Baca selengkapnya
Booking restoran
Ibu menerima dengan senyum mengembang, aku yang melihatnya jadi penasaran kapan ibu menitipkan barang itu pada Bagas. Kok aku tidak tau atau bisa jadi saat itu aku tak ada di dekat ibu. Ah, sudahlah. Lebih baik aku sibukkan dengan urusan bunga ini, telingaku menangkap suara ibu meminta Bagas masuk dan minum teh. Namun, Bagas menolak halus karena ingin pergi lagi ke rumah sakit. "Ratih, aku pamit dulu ya! Mau kerja," ucap Bagas mengagetkan. Aku menoleh dan mengangguk, kemudian kembali melanjutkan kesibukanku. Tanpa menghiraukan kepergian Bagas yang mungkin heran dengan sikapku masih enggan untuk akrab dengannya. Memang kusengaja bersikap demikian, agar tak memberi harapan terus padanya. Aku juga tak ingin pendirian goyah, untuk sementara aku memang ingin sendiri dulu. Setelah terdengar deru suara mobilnya menjauh, bergegas aku masuk ke dalam rumah. Mendekati ibu yang masih membuka bungkusan barang yang dibawa Bagas tadi. Ibu tersenyum lebar. "Ibu nitip apa sih, sama Bagas?" tany
Baca selengkapnya
Bertemu mantan suami dan selingkuhannya
"Untuk acara apa dan di mana?" tanya karyawan dengan ramah. "Acara di restoran mewah yang dihadiri para konglomerat," jawabku sambil menelisik satu persatu gaun yang ditunjuk. "Oh, kalo begitu ikut saya Bu. Bagian sana bagus dan cocok untuk acara yang ibu maksud," kata karyawan butik berjalan ke dalam, aku pun mengekor di belakang. Sampai di dalam aku terperangah, betapa indah gaun yang dipajang. Pasti budget mencapai jutaan, tapi tak masalah toh baru kali ini aku membeli, lagipula bisa kupakai untuk lain waktu. "Nah, bagian ini semua cocok tapi terserah ibu mau pilih model yang mana," ucap karyawan itu tersenyum. Aku ragu mau pilih yang mana, karena semua gaun indah. Ada gaun terusan panjang dan ada yang selutut juga berbagai warna. Mataku terpaku saat menatap satu gaun, aku coba mengambil dari pajangan. Sebuah gaun berwarna hitam yang elegan, panjang gaun hingga sebetis membentuk bodi dengan hiasan ikat pinggang yang unik. "Wah, ternyata pilihan ibu cermat. Gaun ini sangat ind
Baca selengkapnya
Siapa yang booking restoran?
Mata Andre tak berkedip melihatku. Ya, begitu aku keluar dari kamar ganti dan sudah mengenakan gaun yang akan kupesan. Sengaja aku tidak peduli tatapan Andre dan meminta pendapat karyawan. "Bagaimana, cantik nggak?" tanyaku. "Wah, ibu cantik seperti princess," puji karyawan itu terkekeh. Aku tersenyum mendengar jawabannya. Lalu memutar-mutar tubuhku untuk membuat Lisa iri. Sepintas kulihat Lisa menatap sinis dan bibirnya mencibir. "Baru segitu aja udah belagu, memangnya cuma dia yang bisa beli, cih!" desis Lisa meludah. "Mbak jangan salah ya, gini-gini gaun ini harganya 10 juta loh! Saya tantang mbak beli sekarang juga," ujar karyawan butik mencemooh Lisa. Lisa terbengong mendengar perkataan karyawan itu, merasa dihina Lisa lalu kembali merayu Andre agar dibelikan gaun. Dan mengambil sebuah gaun secara acak tanpa memperhatikan modelnya. Mungkin ingin menunjukkan pada karyawan itu kalo Lisa mampu membelinya. "Mas, aku mau gaun ini. Bayari dong!" "Nggak, gaun itu mahal! Mas ngga
Baca selengkapnya
Perkenalan
"Ah, masa' sih! Ntar ditertawakan mereka gimana?" "Nggak mungkin lah, Bu. Mereka juga pasti tak percaya kalo ibu udah menikah, lah wong nampak masih muda," kekeh Nova geli. Aku memukul tangan Nova pelan karena gemas. Setelah dekat, aku sengaja berhenti agak jauh agar terkesan sopan. "Maaf, Pak Gunawan. Ini bos saya pemilik restoran ini," sapa Nova pada pria berjas di depan kami. Pria yang disebut Nova berbalik badan dan saat kami saling pandang, aku terkejut. Inikah yang namanya Gunawan Prakoso itu, masih muda. Tinggi, putih, dan terakhir tampan. Ah, kok aku jadi melantur gini. Kukira Gunawan itu sudah tua orangnya, tak disangka ternyata masih muda. Entah sudah menikah atau belum, kalo belum pasti ada kesempatan. Lah, kok aku jadi terus mikir yang tidak-tidak gini. Sadar Ratih, jangan bikin malu. Kamu harus jual mahal agar tidak direndahkan, gumamku dalam hati. Gunawan Prakoso itu menyodorkan tangannya. Nova menjawil tanganku karena aku cuma bengong. "Bu!" Aku tersentak dan sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status