All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 71 - Chapter 80
102 Chapters
Bab 71
Jeda beberapa saat, bamin keluar dari rumahnya. Sigap Dewa segera menghampiri dan aku mengekor di belakangnya. Ketimbang duduk di dekat ibu-ibu itu, mending ikut suamiku."Mau bayar baju olahraga yang kemarin itu, Bamin," ucap Dewa seraya menjulurkan sejumlah uang."Berarti gak usah potong gaji nih?" timpal Bamin sambil menerima uang dari Dewa.Suamiku menggeleng. "Siap, gak usah Bamin."Tak banyak waktu, Dewa langsung pamitan karena memang mentari telah memancarkan semburat orange-nya. Kemudian, kami berjalan melewati kerumunan ibu-ibu menuju mobil. Ketika kusapa mereka, hampir semuanya melengos. Hanya ada beberapa yang menyahut sapaanku. Ya ampun, nyesek sekali rasanya. Gimana nanti kalau aku tinggal di sini? Sepertinya aku bakal membatasi diri demi menghindari tetangga toxic.Dewa segera melajukan mobil. Di tengah perjalanan, dia menawariku mampir ke rumah Bu Danton. Namun, kutolak. Selain capek, aku sudah trauma jika harus berhadapan dengan ibu-ibu asrama. Mendingan istirahat di r
Read more
Bab 72
"Yang sabar, coba aku lihat SMS-nya."Dewa kembali memungut ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu menunjukkannya padaku. Setelah kubaca tulisan di ponsel tersebut, seketika rasa iba menyeruak. Bagaimana jika Dewa mengetahui kebenaran bahwa dia bukan putra kandung dari keluarga Himawan? Pasti yang melakukan ini Jems, tak ada yang lain."Enak aja ada yang mau ngaku-ngaku anak Papi! Anak Papi sama Mami itu cuma aku." Dewa tampak begitu geram.Kemudian, Dewa tampak menghubungi seseorang. Namun, yang kudengar justru suara operator menunjukkan bahwa nomor tersebut sedang tidak aktif."Sialan! Nomornya langsung gak aktif!" lanjut Dewa sembari memukul telapak tangannya sendiri."Papi harus tau tentang ini. Aku akan kasih tau. Kurang ajar!" Dewa spontan bergegas keluar.Tapi, tangannya segera kutarik. Aku tak bisa membayangkan jika Dewa mengusut tuntas dan mengetahui kebenarannya. Hatinya pasti hancur. Saat ini bukan waktu yang tepat."Tunggu dulu! Mendingan kamu pikir tentang r
Read more
Bab 73
Selepas dua gadis tadi pergi, aku menyusul Dewa masuk ke mobil. Ketika di dalam, kutuntaskan gelak tawa. Aku tak berhenti tertawa saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi."Kamu ketawanya lepas banget. Aku seneng liatnya." Dewa berbicara sambil membenarkan posisi spion yang ada di depannya. Sejenak kuhentikan tawa. "Habisnya Mbak tadi lucu banget. Duh, gak kebayang gimana malunya, tuh."Sambil memasang seat belt, Dewa kemudian menyalakan mesin mobil. "Biarin aja. Mungkin itu cara mereka untuk membahagiakan dirinya sendiri." Suamiku itu perlahan melajukan mobil.Di sepanjang jalan, aku masih menyerocos membicarakan dua gadis tadi. Pun dengan Dewa. Sesekali kunikmati pemandangan wajah suamiku yang semakin hari semakin menyenangkan. Dewa yang sekarang di sampingku ini seperti bukan Dewa saat bersama Nindi. Dia benar-benar berubah tiga ratus delapan puluh derajat. Tak terasa kami tiba di rumah. Tampak Mang Dikin baru keluar, sepertinya beliau baru pulang menjemput Papi."Den, ditu
Read more
Bab 74
"Gak papa, Sayang. Gak masalah. Mami bener-bener salut sama kamu. Kamu itu berasal keluarga berada, tapi sifatmu rendah hati. Didikan mama sama papamu emang the best." Mami mengacungkan jempol ke arah Mama.Mama pun tertawa. "Ada-ada aja, Jeng. Saya itu selalu didik anak-anak buat hidup sederhana karena kehidupan ini selalu berputar. Saat ini emang kita ada, tapi gak tau ke depannya nanti. Ya, biar mereka gak kaget kalau sewaktu-waktu kita ada di bawah."Aku hanya mematung menyaksikan dua wanita bak malaikat itu berbincang. Tiba-tiba ingatanku tertuju pada Diva. Sejak aku berada di sini tak tampak batang hidung adik semata wayangku itu."Diva mana, Ma? Kok, gak keliatan?" tanyaku seraya menyela obrolan Mama dan Mami.Mama sejenak menghentikan obrolannya, lalu menatap ke arahku. "Oh, adekmu ada kegiatan di kampus. Gak bisa ikut ke sini, tadi dia cuma nitip salam. Apa dia gak kasih tau kamu?""Oh, gitu ya. Gak tau juga, Ma. Soalnya dari tadi aku belum lihat HP."Kemudian, Mama dan Mami
Read more
Bab 75
"Kamu siap-siap duluan sana. Cewek itu kalo dandan, kan lama. Aku belakangan aja," tutur Dewa dari tempatnya berada."Iya," jawabku mengambang. Pikiranku masih tertuju pada SMS dari Winda. Tak kusangka ada wanita sepertinya. Setelah Nindi, sekarang dihadapkan dengannya lagi.Perlahan aku melangkah gontai melewati Dewa. Dalam hatiku masih bergejolak. Memang suamiku bisa menolak, tapi jika digoda terus menerus aku tak menjamin dia tidak akan goyah. Baru beberapa langkah hendak menuju kamar mandi, suara Dewa menghentikanku.Sejenak aku menoleh. "Kenapa?""Sini dulu," jawabnya sambil menepuk-nepuk tempat tidur pertanda meminta diriku duduk di sampingnya.Aku kembali. "Ada apa?" Bibir ini berusaha kutarik lebar. "Kamu kenapa? Gak kayak biasanya." Dewa menarikku hingga kuhempaskan bokong dan duduk di sebelahnya.Aku terdiam sejenak. Tak ingin Dewa tahu apa yang menjadi keganjalan hatiku. Namun, dia terus mendesak dan begitu penasaran."Suer, aku gak papa." Masih kupasang wajah datar.Seket
Read more
Bab 76
Ketika suamiku itu hendak mendekatkan kepalanya di dekatku, tiba-tiba ponselnya berdering. Namun, dia tak menghiraukan dan melanjutkan aksinya. Sayangnya, benda pribadinya itu tak berhenti berdering. Sepertinya memang benar-benar penting. Gegas Dewa beringsut dan menuju meja samping tempat tidur. Kulihat dia mengambil ponselnya. Ketika dia pegang benda tersebut, sepertinya panggilannya telah berakhir.Dewa pun seketika berdecak kesal sambil memandangi layar ponselnya. "Sialan!" Kemudian, dia cepat-cepat menuju lemari dan mengeluarkan seragam lorengnya."Ada apa?" tanyaku penasaran.Belum sempat dia jawab, ponselnya kembali berdering. Gegas suamiku itu menerima panggilan."Siap, siap. Saya sekarang menuju ke sana." Dewa langsung mengenakan seragam lorengnya dengan sangat cepat. Kemudian, dia mencari kaus kaki serta sepatunya. Aku masih penasaran. Sebenarnya dia mau ke mana malam-malam begini?Segera kudekati suamiku itu dan menuntaskan rasa penasaranku. "Kamu mau ke mana?"Dewa sejena
Read more
Bab 77
"Ya udah, aku berangkat dulu," lanjutnya lagi sambil melirik ke arah pergelangan tangannya.Ketika Dewa berjalan keluar, aku mengikutinya dari belakang. Saat tiba di ruang tengah, tampak keluargaku dan keluarga Dewa masih asyik mengobrol. Begitu mengetahui kami datang, pandangan mereka sontak beralih."Lho, lho. Pengantinnya mau mana ini? Kok, pake baju loreng?" Mami kaget ketika melihat Dewa berpamitan."Aku ada apel dadakan, Mi. Tadi ditelepon sama Danki," timpal Dewa sembari menyalami semua anggota keluarga."Aku jalan dulu, ya. Assalamu'alaikum." Dewa langsung melenggang keluar."Eh, kamu naik apa?" teriak Mami.Sontak langkah Dewa terhenti. "Motor, Mi. Biar cepat nyampe." Kemudian, dia kembali melangkahkan kaki keluar.Setelah itu, pandangan Mami mengarah padaku. "Terus rencana pengajian di asrama kapan?""Lho, emangnya udah dapat rumah dinas? Kok, Mama gak tau?" timpal Mama dengan raut wajah terkejut."Inilah Furi dan Dewa, Jeng. Saya aja gak dikasih tau coba. Tau-taunya mereka
Read more
Bab 78
"Sayang!" Tiba-tiba kudengar suara teriakan Dewa.Ketika baru saja kubalikkan badan, suamiku itu telah berada di depanku. Matanya seketika tertuju pada halaman belakang."Kenapa itu?"Aku menggeleng. "Gak tau. Pas aku ke belakang udah kayak gini. Liat, tuh pagarnya juga ada beberapa kayu yang lepas."Dewa langsung berjalan ke belakang seraya mengecek. "Tapi, gemboknya gak rusak. Apa kena angin?"Aku terdiam sejenak, memikirkan ucapan Dewa barusan. Jika memang terkena angin, sangat tidak masuk akal. Pagar kayu di belakang menurutku termasuk berat. Masa iya, bisa terlepas hanya terkena angin? Sekencang apa anginnya? Kalau sampah masih bisa masuk akal. Apa ada orang yang berusaha masuk rumah ini? Ah, kenapa dari tadi pikiranku selalu begini?"Ya udah, biarin aja. Mending kita bersihin," titahku seraya mengambil sapu lidi yang terletak di ujung pintu dapur."Biar aku aja yang bersihin." Dewa mengambil alih sapu dari tanganku.Namun, kutahan. "Aku yang sapu, kamu aja yang buang sampahnya."
Read more
Bab 79
"Ada apa, Sayang?" Dewa menoleh dan menatapku intens."Aku mau nanya, tapi jawab jujur."Dahi Dewa seketika terlihat mengkerut. "Nanya apa?""Semalam kamu beneran apel malam, kan?"Spontan Dewa memelukku dari belakang dan menciumi rambutku. "Kamu masih curiga sama aku?"Melihat perlakuan Dewa kali ini kemungkinan dia tidak berbohong. Tapi, entah mengapa aku sulit untuk percaya begitu saja.Sejenak kutoleh ke belakang. Pandangan kami seketika saling bertautan. "Kamu gak bohongi aku, kan?"Dewa makin mengeratkan pelukan dan makin menikmati aroma rambutku. "Terserah kamu percaya apa enggak, aku gak peduli. Intinya akan kubuktikan kalau aku beneran udah berubah."Sontak, kulerai pelukannya dan membalikkan badan. Kutatap matanya dalam-dalam. "Soalnya tadi Bu Soni bilang gak tau kalau ada apel dadakan. Masa dia tinggal di sini, tapi gak tau?"Dewa justru terkekeh mendengar penuturanku barusan. "Bu Soni suaminya itu nakal." Dia berbicara sangat pelan sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.A
Read more
Bab 80
"Ini, lho Bu Dar. Kata Tante Dewa nanti Bu Dar disuruh bantu habisin makanan," sahut Bu Soni berusaha mengajak bercanda dan bersikap biasa. Mungkin tetanggaku itu tak mau bermasalah dengan Bu Dar sehingga dia memilih mengalah."Halah! Makanan kalau katering itu kebanyakan gak enak. Masih enakan kalo kita yang masak," teriak Bu Dar dari teras rumahnya.Seketika kualihkan perdebatan dua tetanggaku itu. Kebetulan kulihat rumah di antara Bu Soni dan Bu Dar tampak sepi dan seperti tak ada penghuninya."Eh, tetangga yang di tengah itu ke mana ya? Perasaan sejak saya ke sini gak pernah keluar.""Udah kabur!" timpal Bu Dar blak-blakan.Aku seketika mengernyit, tak mengerti dengan ucapan Bu Dar barusan. Akhirnya, kutanyakan langsung pada Bu Soni."Tante yang di sebelah saya itu udah gak tinggal di sini lagi," jawab Bu Soni berhati-hati."Oh, omnya udah pindah tugas, ya?" tebakku.Bu Soni seketika mendorongku ke dalam rumah. "Maaf, Tante, gak enak kalo ngomong di luar. Tetangga sebelah saya itu
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status