All Chapters of Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!: Chapter 81 - Chapter 90
102 Chapters
Bab 81
Setelah membersihkan halaman belakang, Dewa kembali masuk rumah. Aku langsung mengikutinya. Kemudian, kami segera membeli air mineral kemasan gelas."Kita pake mobil?" Dewa spontan menatapku. "Terus, mau pake apa?""Pinjem motornya Bu Soni aja, deh. Ntar kita dibilang sok kaya lagi sama Bu Dar. Telingaku lama-lama panas juga," timpalku setengah jengkel."Ngapain kamu jengkel? Orang kayak Bu Dar kok diambil hati. Kalau kita jengkel itu tandanya dia berhasil, dia malah senang. Mending kita sengaja aja biar tambah naik darahnya." Dewa pun langsung tertawa.Aku sejenak terdiam, ada benarnya juga apa yang dikatakannya. Masa mau kalah dengan orang seperti Bu Dar."Ya udah, kita beli aja, yuk. Nanti keburu kesorean malah mepet waktunya."Dewa pun segera mengambil kunci mobil dan berjalan keluar. Ketika hendak menutup pintu, Bu Soni keluar dari dalam rumahnya."Mau ke mana, Tante?""Mau beli air minum,nih ,Bu," jawabku sambil mengunci pintu."Oh, iya. Beli di tempat Bude Wito aja, Om. Lengka
Read more
Bab 82
Aku menggerutu sendiri. Banyak pasang mata yang melihatku mematung sembari menatap motor Dewa yang telah melesat jauh. Tanpa peduli kulangkahkan kaki berjalan menyusuri jalanan beraspal di lingkungan asrama itu. Berharap Dewa kembali menjemputku. Namun, cukup lama berjalan, suamiku itu tak ada nampak batang hidungnya. Aku semakin kesal. Awas saja nanti kalau sampai di rumah. Akan kucecar habis-habisan. Bisa-bisanya dia meninggalkanku sendirian di sini."Mau ke mana, Bu? Ayo, saya antar," ajak seorang wanita mengendarai motor matic berhenti tepat di sampingku."Gak usah repot-repot, Bu. Saya lagi nunggu suami saya jemput." Aku menjawab sambil celingukan seolah mencari keberadaan Dewa."Oh iya, dah. Saya duluan, ya?" Wanita tersebut langsung mengegas motornya meningalkanku sendiri di tepi jalan.Aku terus saja berjalan hingga betisku terasa sakit. Ah, sial. Mimpi apa aku hingga bisa jalan lumayan jauh begini? Tepat di pengkolan antara masjid dan barak bujang, tampak Dewa melaju kencang
Read more
Bab 83
Tampak dada Dewa naik seperti sedang menghirup oksigen banyak-banyak. "Sudah, Bu Dar." Nada bicaranya itu sengaja diperlambat.Setelah itu, datang anak buah Bude Wito mengantarkan air mineral. Dewa sigap mengambilnya. Sementara aku masih mengobrol dengan dua tetanggaku itu."Tante, nanti pake meja punya saya aja, ya? Ada rempelnya juga, kok," ucap Bu Soni menawariku."Halah, jangan Tante Dewa. Rempel punya Bu Soni itu udah jelek. Pake punya saya aja, masih baru. Saya baru beli, lho. Harganya itu satu set hampir sejuta." Bibir Bu Dar tampak merat-merot.Aku dan Bu Soni seketika saling pandang. Kami sudah paham dengan sifat tetangga yang satu itu dan memilih mengalah."Iya dah, Bu Dar yang mana-mana saja. Sama aja, kok," timpalku tak ingin memperpanjang perdebatan.Senyum semringah di bibir Bu Dar seketika tercetak. Kemudian, aku pamit masuk rumah seraya mempersiapkan perintilan-perintilan untuk pengajian malam nanti.Ketika di dalam, ponselku tiba-tiba berdering. Ketika kulihat ternyat
Read more
Bab 84
Kemudian, muncul anak perempuan Bu Dar dari balik pagar, lalu bergelayut manja di tangannya sambil merengek."Mak, minta uang buat beli jajan."Sontak, Bu Dar mengempaskan tangan anaknya. Gadis kecil berusia sekitar sebelas tahunan itu pun menarik diri dengan raut wajah murung."Jajan terus, jajan terus. Sana, minta sama bapakmu!" Bu Dar kembali membentak anaknya. Seketika rasa iba menyeruak. Kupanggil gadis kecil itu ke rumah. Bu Dar masih menunggu putrinya di luar pagar. Anak itu pun mendekatiku. Kemudian, kuambil selembar uang sepuluh ribu dari saku celana."Makasih, Tante," ucapnya pelan dan segera memasukkan uang tersebut ke dalam kantong bajunya. Gadis kecil itu seperti ketakutan.Setelah anaknya Bu Dar pergi, aku kembali ke dapur. Baru saja melangkah, suara teriakan anak kecil terdengar dari arah belakang."Ampun, Mak. Jangan, Mak. Ini buat jajan Aira, tadi dikasih sama Tante itu." Gadis kecil itu terus meraung histeris. Sepertinya dia dipukul oleh ibunya.Aku terdiam sejenak
Read more
Bab 85
"Fur, rumahmu di bagian mana? Aku udah di pos provost," ucap Mila dari seberang."Tunggu dah di sana, aku suruh suamiku yang jemput. Atau gak minta tolong om provost anter ke rumah. Bilang di rumah Serda Dewa," jawabku seraya menjelaskan."Aish, ogah ah. Mending suruh suamimu aja yang jemput ke sini."Aku pun menyetujui. Usai menutup sambungan telepon, segera kuberi tahu Dewa. Tanpa basa-basi, suamiku itu bergegas menuju pos provost.Di sela-sela Dewa pergi, tetangga pun pulang sejenak untuk menyiapkan diri. Ketika aku hendak masuk ke rumah, suara lelaki mengalihkan pandanganku. Tampak pria berdiri dari rumah sebelahnya Bu Soni mengedipkan matanya padaku. Sontak aku geli dan ketakutan. Langsung saja diriku masuk rumah dengan cepat.Tak berselang lama, Dewa datang dan tampak Mila mengikuti dari belakang menggunakan motor. Ketika tahu suamiku pulang, om tetangga sebelah perlahan masuk rumah. Seketika muncul ketakutan jika Dewa tak ada di rumah. Sepertinya aku harus lebih waspada."Hai,
Read more
Bab 86
"Pengacara model apa kayak gini? Udah punya suami masih ganggu suami orang," omelku sambil menggulirkan ke bagian bawah pesan dari Winda di ponsel Dewa.Setelah kucek, Dewa sama sekali tidak menanggapi pesan dari wanita gatal itu. Di antara SMS yang masuk, semua berawal dari Winda tanpa mendapat balasan dari suamiku."Bagus."Segera kucek ke aplikasi perpesanan lainnya. Mengantisipasi jangan sampai Dewa bermain belakang. Pura-pura tak merespons SMS, tapi melalui jalur lain. Tanganku terus menggulirkan ke semua perpesanan, tak ada yang mencurigakan. Semua pesan yang masuk dari teman kantor Dewa. Hatiku pun tenang.Tak berselang lama, masuk lagi pesan dari Winda. Sejenak aku berpikir, apa sebaiknya kuladeni saja? Ya, aku akan berpura-pura sebagai Dewa untuk mengetahui apa niat dan rencana wanita tak tahu diri itu.[Waalaikumsalam. Maaf, baru balas. Ini habis pengajian di rumah asrama. Ada apa, ya?] Tulisku di kotak masuk dan setelahnya kukirimkan ke nomor Winda. Dalam hati sangat geram
Read more
Bab 87
Kutarik napas dalam-dalam. Tanganku telah bergetar hebat. Ingin kulabrak wanita itu, tapi masih berusaha kutahan. Secepatnya ku-screenshoot pesan dari Winda barusan. Untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu ada buktinya bahwa dia yang memulai menggoda Dewa.Kugeletakkan kembali ponsel Dewa di bawah bantal. Detik kemudian, suara deringan terus terdengar. Sejenak kuintip, rupanya telepon dari Winda. Namun, tak kuhiraukan panggilan tersebut dan menyudahi membalas pesannya.Tepat jam setengah satu, terdengar suara ketukan pintu diikuti salam. Aku yang sempat terlelap, terbangun karena kaget mendengar suara tersebut. Setelah kubuka pintu, ternyata Dewa yang datang. Raut wajahnya terlihat lesu dan dipenuhi keringat.Segera kuambilkan air minum, lalu kusodorkan padanya. Dewa langsung meneguk hingga tandas. Sepertinya dia sangat kehausan."Apel apa tadi?" tanyaku sambil menerima gelas bekas air minum Dewa."Ada anggota yang berkelahi dengan warga sebelah. Kita siaga satu buat antisipasi kala
Read more
Bab 88
"Dia langsung matikan. Dasar perempuan gak jelas," omelku sambil mengembalikan ponsel pada Dewa.Suamiku itu seketika memandangi layar pada benda yang berada di genggamannya. "Kamu dari tadi SMS-an sama Winda?" Kepalanya sontak mendongak ke arahku.Aku hanya menaikkan kedua alisku. "Kenapa?"Dewa justru terkekeh. "Gak papa. Lucu aja. Kasian, ya, Winda. Segitunya ngejar laki-laki. Bener-bener udah gak punya harga diri.""Tapi, kamu seneng, kan? Bangga dikejar-kejar perempuan seperti Winda."Mata Dewa seketika memicing ke arahku. "Mulai lagi, deh. Baru aja seneng-seneng udah kumat lagi."Spontan Dewa menggeser posisi duduk ke dekatku. Tangannya menangkup kedua pipiku, lalu menciumi kelopak mataku dengan sangat lembut. Perlahan dia memagut bibirku dan aku pun menikmati setiap perlakuan darinya. Sungguh malam ini menjadi malam terindah dalam hidupku. Persoalan Winda kulupakan sejenak demi menikmati malam bersama suami tercinta.Selepas itu, Dewa beringsut dan melepaskan tangkupannya. Namu
Read more
Bab 89
"Mau apa lagi dia?" ucapku kesal."Makanya kamu yang angkat," timpal Dewa masih menyodorkan ponsel di hadapanku.Aku mengedikkan bahu. "Ogah ah. Kalau aku angkat palingan langsung dimatiin. Lagian juga dia kan ada perlunya sama kamu. Coba kamu angkat, deh. Mau ngomong apa si ulet bulu itu."Dewa pun menuruti permintaanku. Kulihat tangannya perlahan menggeser tombol berwarna hijau, lalu mengaktifkan loudspeaker."Assalamu'aikum," ucap Dewa lirih seraya menatap ke arahku."Ya ampun, Wa. Dari semalam aku telepon kamu gak angkat-angkat ke mana aja? Eh, malahan istrimu itu yang terima. Kita bisa ketemuan gak? Aku janji bakal nurutin apa yang kamu mau, aku juga bakal senengin kamu," cerocos Winda tanpa rasa malu berbicara dengan suami orang."Orang salam gak dijawab. Tau gak, menjawab salam itu wajib hukumnya," cela Dewa seraya menasihati wanita tak tahu malu itu."Iya, deh. Sorry. Waalaikumsalam," jawabnya dengan suara yang dibuat-buat manja.Dadaku kian bergejolak. Seketika Dewa menggengg
Read more
Bab 90
Namun, suamiku itu justru menggodaku. "Cemburu, nih, ye?"Aku spontan berdiri dan menatap ke arahnya tajam. "Coba kalau kamu di posisiku? Seandainya ada cowok yang ganggu aku, kamu marah gak?"Dewa kembali menarik tanganku dan memintaku duduk di sampingnya. "Iya, iya, aku tau. Aku minta maaf. Kalau gitu terserah kamu, deh, mau apain perempuan itu. Intinya aku jujur dan gak mau ladeni."Kuacungkan jari telunjuk di hadapan Dewa. "Bener, ya? Awas kalau kamu bohong. Aku sunat kedua kalinya biar kapok."Raut wajah Dewa seketika berubah. Tangannya pun sigap memegang benda pusakanya itu. "Ngeri banget ancamanmu, Sayang.""Iyalah, makanya jangan macam-macam sama aku. Gak habis pikir aja sama Winda. Semalam tengah malam nelepon, sekarang pagi-pagi buta gini juga udah nelepon. Apa dia gak tidur semalaman?" Aku menggeleng."Daah, gak usah bahas dia lagi." Dewa seketika memelukku. "Mending kita lanjut lagi yang semalam. Dingin-dingin gini enaknya---"Langsung kututup mulut Dewa. "Pelan-pelan kala
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status