Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!

Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu!

By:  Ririn Irma  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8
4 ratings
102Chapters
9.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dinikahi, tapi tak dicintai. Itulah aku! Mas Dewa, suamiku itu, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya sejak awal pernikahan. Walaupun aku dinikahi, hatinya terikat untuk perempuan lain. Aku adalah ratu dalam istana pernikahan bersamanya, tetapi mahkota itu diberikan untuk perempuan lain. Tidak apa-apa, akan kubalas keangkuhan Mas Dewa dengan elegan karena aku ini adalah istri pilihan orang tuanya ….

View More
Aku, Istri Pilihan Orang Tuamu! Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Indra Itha Idris
.up dong thor
2023-05-14 09:31:53
0
user avatar
Dewi Sartika
udah lama ga up
2022-12-10 23:45:45
1
user avatar
Ririn Irma
Mampir yuk di ceritaku
2022-11-02 14:13:23
3
user avatar
Musriah 13
itu pilihan yg bodoh menurutku sih mengapa ? ya karna gak seorang istri yg mau di selingkuhin dan elo dg mudah GPP itu sih sakit ya menurut ku
2023-10-20 11:13:34
0
102 Chapters
Bab 01
"Sabar, Sayang. Pernikahan ini gak akan lama, kok. Kamu tenang aja, aku sama dia itu gak cinta. Ini semua cuma terpaksa. Sampai kapan pun cintaku hanya buat kamu," ucap Dewa sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Dia duduk di sofa yang berada di kamar hotel, masih dengan balutan jas hitam yang melekat di badan dengan posisi menyilangkan kaki kanannya. Entah Dewa sedang berbicara dengan siapa, tapi jika kutangkap dari pembicaraannya, lelaki yang baru saja menikahiku itu sepertinya mengobrol dengan seorang wanita. Sakit? Ya, sakit bukan main. Di hari pertama pernikahan seharusnya dilalui dengan penuh cinta, tapi tidak denganku. Ah, iya, aku lupa. Bagaimana kami bisa seperti Romi dan Juli? Pernikahan ini saja terjadi karena sebuah perjodohan. Entah apa motif dari perjodohan ini, yang jelas aku dipaksa untuk menerima pinangan dari pihak keluarga Dewa. Tak ada kuasa untuk menolak ketika Papa mengancamku tak akan menganggapku sebagai anak jika tidak mau menuruti permintaannya. Saat itu r
Read more
Bab 02
Langsung saja kurebahkan badan meski otakku tak bisa berpikir tenang. Ke mana Dewa pergi? Lalu, jika di luar dia bertemu dengan salah satu keluarga kami, apa yang akan kukatakan? Ya, keluarga besar kami memang sama-sama menginap di hotel ini. Banyak pertanyaan dan kekhawatiran berkeliaran di pikiran. Jarum jam terus berputar, waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Namun, Dewa tak kunjung kembali. Dalam hatiku berniat menghubunginya, tapi niat tersebut segera kuurungkan karena mengingat perseteruan yang baru terjadi. Pasti Dewa enggan menerima telepon dariku. Aku cukup tahu diri. Dia memang sama sekali tidak mengharapkanku sebagai istrinya. Seiring bergesernya waktu, mataku terasa berat. Rasa kantuk seketika menghampiri. Ketika baru saja memejamkan mata, tiba-tiba terdengar pintu terbuka. Ketika kuarahkan pandangan ke sana, ternyata Dewa yang datang. Perlahan dia berjalan mendekati tempat tidur, lalu menarik bantal di sampingku. Kemudian, kulihat dia menuju sofa dan membaring
Read more
Bab 03
Ada belek, di matamu Kunyanyikan lagu dengan lirik seperti itu. Dewa spontan membelalakkan mata padaku. Kemudian, dia segera mengarahkan ponsel di hadapannya, lalu membersihkan kedua sudut mata menggunakan jari telunjuknya. Melihatnya seperti itu, aku makin tertawa puas. "Mana? Gak ada, kok." Dewa kembali menatapku nyalang. Aku spontan tertawa lepas. "Tuh, di sebelah kanan pojok." Kutunjuk di mataku sendiri. Dewa kembali menggerakkan jari telunjuknya ke tempat yang kumaksud. "Mana? Gak ada." "Emang enak dikerjain." "Awas, ya." Dewa langsung mengepalkan tangannya. "Eh, ngomong-ngomong kamu gak sholat?" Aku mengalihkan pembicaraan. Dewa kembali menatapku tajam. "Udah. Sebelum kamu bangun aku udah bangun duluan." "Masa? Pasti kamu bohong." "Tuh, liat aja ada sajadahku di sana." Dewa menunjuk jemuran handuk yang kosong. Memang benar, ada sajadah yang dilipat di atas sana. "Makanya kalo tidur itu jangan kayak kuda yang mau lari." Kini Dewa gantian yang meledekku. Aku seketika m
Read more
Bab 04
Setelah Dewa berlalu, tiba-tiba terdengar suara seperti orang menendang meja. Ketika aku menoleh, ternyata dia yang tersandung meja guci. Untung saja bukan gucinya yang jatuh. Melihatnya mengaduh kesakitan, aku makin mentertawakannya. "Seneng banget liat orang sakit," omelnya pelan sambil melirik ke arahku dengan ekor matanya. Kemudian, dia bergegas pergi. "Furi, tolong bantuin Mami." Suara maminya Dewa sontak mengalihkan perhatianku. Gegas aku menghampiri beliau. "Ini, tolong aturin di sini." Beliau menyodorkan piring ceper dan keranjang buah. Setelah itu, Mami beranjak pergi. Katanya beliau ingin mengecek Papi di luar. Usai mengatur puding dan buah, mataku perlahan mengarah ke wastafel. Di sana banyak piring kotor yang menumpuk. Aku langsung menuju tempat pencucian piring tersebut. Baru mencuci satu piring, Bik Marni datang tergopoh-gopoh. Kulihat beliau sangat panik. Kemudian, Bik Marni langsung mengambil alih benda yang kupegang. "Udah, Non, gak usah cuci piring. Biar Bibik a
Read more
Bab 05
"Sakit tau!" Dewa langsung membungkam mulutku. "Jangan berisik, nanti Mami dengar." Kemudian, dia melepaskan tangannya. "Iya, tapi sakit banget." Aku meringis kesakitan sambil memegangi lengan. "Halah, manja. Cuma dicubit gitu aja sakit." Dewa bangkit dan menuju sofa di ujung kamar. Dia kembali asyik dengan ponselnya. "Dasar manusia jahat, gak punya perasaan," timpalku geram. Dewa tak menanggapi omelanku, dia justru asyik dengan ponsel. Kuduga dia sedang bermesraan dengan kekasih hatinya. Melihatnya seperti itu, aku makin kesal. "Kenapa nasibku apes banget." Aku meremas-remas bantal. "Salah siapa juga mau dijodohkan. Perempuan aneh." Tiba-tiba Dewa menyolot. Kemudian, dia menghampiriku. Bantal yang kuremas dia ambil, lalu menarik selimut yang terbentang di ujung ranjang. Setelah itu, kulihat dia berbaring di sofa dan masih asyik dengan ponselnya. Tak lama kemudian, dia bergegas bangun. Tampak sedang merogoh saku celananya. Kulihat dia mengeluarkan amplop berwarna putih dan lang
Read more
Bab 06
Setelah melakukan penerbangan kurang lebih satu jam lima puluh lima menit, kami tiba di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali. Ketika turun dari pesawat, Dewa justru menggandeng Nindi. Mereka sama sekali tak memedulikanku. Dalam hatiku sangat sakit, tapi tak ingin menampakkan pada mereka. Akan kuhadapi permainan mereka dengan cara halus. Ketika menunggu bagasi, hatiku terasa seperti teriris. Dewa malah asyik bermesraan dengan Nindi. Mereka tidak tanggung-tanggung berswafoto bersama. Untung saja tak ada orang yang melihat kekonyolan mereka. Jika sempat ada teman kantor Dewa yang mengetahui, entah apa yang akan terjadi. Terlebih lagi Mami dan Papi. Mereka pasti sangat kecewa karena putra kesayangannya telah mengkhianati jodoh pilihan orang tua. Memandangi dua manusia layaknya sedang dimabuk asmara itu, di dalam sini terasa diremas-remas. Wanita mana yang terima melihat dengan matanya sendiri suaminya bersama wanita lain. Meski kutahu Dewa tak pernah menaruh rasa padaku, hatiku tetap sakit kare
Read more
Bab 07
Setelah pintu mobil mewah bergeser menutup, Pak Sopir melaju pelan. Kulihat Nindi masih mematung di sana. Sepertinya dia sangat kesal. Rencana bulan madunya bersama Dewa tergerus sia-sia. Sementara Dewa duduk manis mengenakan kacamata hitam sambil memainkan ponsel. Dia fokus pada benda di tangannya tanpa memperhatikan keberadaanku. Kami seperti orang yang tak saling mengenal. Namun, aku tak peduli. Diriku fokus menikmati suasana kota Bali. Sepanjang jalan yang kami lalui sangat tenang dan lengang. Berbeda jauh dengan suasana di ibukota. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, Pak Sopir membawa kami ke sebuah resort. Pasalnya tempat kami menginap tersebut telah disiapkan oleh Papi. Ya, mertuaku itu memang telah lama bergelut di dunia bisnis kuliner dan mempunyai banyak rekanan di seluruh kota. Ketika sampai di resort yang berada di daerah Ubud, lelaki berseragam hitam tadi membukakan pintu mobil. Kemudian, aku dan Dewa turun. Tampak di depan sana kami telah disambut oleh o
Read more
Bab 08
Sontak Dewa melompat ke arahku. "Eh, jangan. Jangan. Ya udah aku beliin, tapi tunggu aku mandi dulu." Dia langsung beranjak ke kamar mandi. Seketika aku tertawa puas. Pokoknya akan terus kukerjai dia selama masih memperlakukanku tidak baik. Setelah cukup lama menunggu, Dewa keluar dari kamar mandi. Melihatnya datang, seketika aku bernapas lega karena segera mendapat bala bantuan. "Nyusahin aja, sih, kamu." Dewa menggerutu sambil menyisir rambutnya. Aku hanya diam. Dalam hati juga merasa kasihan harus menyuruhnya seperti itu. Tapi, kalau bukan dia siapa lagi yang menolongku? "Pasti kamu sengaja ngerjain aku, kan?" lanjutnya lagi. Kali ini dia mengambil tas, lalu memasukkan ponsel ke dalamnya. "Ya, daripada aku laporin Mami kalo kamu di sini sama Nindi? Pilih mana?" Dewa sontak menghadap ke arahku. "Dasar, perempuan licik." Dia langsung keluar begitu saja. "Cepetan! Jangan lama-lama!" Aku berteriak dari dalam. Entah dia mendengar atau tidak karena bersamaan dengan pintu yang ter
Read more
Bab 09
"Astaga. Untung aja HP-ku gak ikut jatuh." Nindi berteriak dari arah sawah.Aku sontak melongo. Dalam keadaan seperti itu masih sempat memikirkan hartanya. Ah iya, aku lupa. Bagaimana dia tidak kepikiran jika ponselnya jatuh? Ponsel yang kupegang ini senilai puluhan juta. Maklum ponsel terkenal dengan tiga mata kamera bermerek Ipun. Sontak Dewa menatapku, lalu mengalihkan pandangan ke Nindi. Seketika kulihat lelaki di sampingku itu tertawa. Namun, saat itu juga dia segera menutupi. "Astaga, Nindi. Ngapain kamu di sana?" Dewa juga tampak heran. Kulihat Nindi sebagian kakinya telah dipenuhi lumpur. Wajahnya yang cantik seketika terlihat tak bercahaya. Dia sepertinya benar-benar marah. "Jangan banyak tanya. Cepetan bantuin!" tekan Nindi. Dewa mengulurkan tangannya pada Nindi. Wanita itu pun segera naik, tapi kulihat sandalnya tak ada. Astaga. Rasanya aku ingin tertawa sekencang-kencangnya melihat penampilan si Glowing itu. Saat ini bukan lagi Glowing namanya, tapi si Butek. "Pasti k
Read more
Bab 10
"Kamu, sih, ngomongin tempat tidur aja sampe ribut. Kedengeran sama Mami, kan? Tambah lagi Mami salah paham." Aku mengomel pada Dewa. Kulihat suamiku itu sedang duduk sambil memegangi ponselnya. Sejenak pandangannya mengarah padaku. "Emang kenapa? Bagus, kan biar Mami gak curiga sama kita." "Iya, deh, terserah kamu." Aku bangkit dan berjalan menuju jendela. Sesaat kulirik ke arah Dewa, dia masih saja asyik dengan benda yang berada di tangannya. Seketika dia senyum-senyum sendirian. Kuduga dia sedang asyik pacaran dengan Nindi. Hatiku rasanya seperti terbakar. Lagi-lagi kukendalikan diri. "Awas, aku mau tidur." Kuusir Dewa dari tempat tidur. Sontak matanya melotot ke arahku. "Udah kubilang kamu yang tidur di bawah." "Gak mau. Laki-laki apaan kamu? Sama perempuan aja gak mau ngalah. Minggir." Kutepuk pundaknya. "Nggak sopan." Dewa makin emosi. "Habisnya kamu diusir secara halus gak mau minggir, ya udah aku kasarin aja sekalian." Perlahan Dewa berdiri. Dia sejenak mematung sambil
Read more
DMCA.com Protection Status