All Chapters of Lelaki Dua Wajah: Chapter 221 - Chapter 230
259 Chapters
Bab 221
"Dokter J, bisakah Anda menjelaskan kepada Kami mengapa Anda menyembunyikan identitas Anda selama ini?""Apakah Anda punya trauma di masa lalu?""Sehari sebelumnya, video amatir Anda tersebar di dunia maya. Apakah hal itu yang mendorong Anda untuk mengadakan jumpa pers hari ini?"Kilatan blitz tak henti menyoroti wajah Karel. Dia baru saja memasuki lobi hotel, tetapi beberapa jurnalis telah memberondongnya dengan pertanyaan."Kalau kalian begitu tidak sabar, lebih baik batalkan saja jumpa pers hari ini."Karel mengeluarkan ponsel, bersiap untuk menghubungi seseorang.Perkataan dan aksi Karel sukses membuat wajah sekumpulan kecil dari wartawan itu memucat.Serentak mereka mengbungkukkan badan. "Tolong, maafkan kami, Dokter J! Kami hanya sangat antusias untuk mengetahui wajah asli Anda."Mereka sadar telah melakukan kesalahan besar. Bila sumber berita utama melarikan diri, mereka akan menerima konsekuensi berat. Nama mereka akan masuk blacklist dunia jurnalistik."Iya. Kami tidak bermak
Read more
Bab 222
"Menurut Anda, kenapa saya melakukan itu?" Karel sudah menduga pertanyaan tersebut akan muncul dan sengaja melempar balik pertanyaan yang diajukan jurnalis pria, dengan kacamata yang cukup tebal."Sebelumnya ... kami sempat mengira bahwa Anda, maaf, mungkin malu menunjukkan wajah Anda karena ... ya ... kami yakin Anda bisa menebak apa yang kami pikirkan."Karel manggut-manggut dengan seulas senyum yang sukses membuat para wanita menahan napas."Saya paham, tapi bukan itu yang menjadi alasan saya," sahut Karel. "Jika saya tak menyembunyikan identitas saya, orang-orang akan cenderung mengaitkan diri saya dengan ayah saya."Karel melirik Profesor Jansen. Lelaki sepuh itu tersenyum tipis dan mengangguk ringan.Karel melanjutkan penjelasannya, "Saya tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang nama besar orang lain, walaupun orang itu adalah ayah saya. Saya ingin masyarakat mengenal saya karena kemampuan saya, bukan karena menyegani nama besar seorang Profesor Jansen."Mata para awak media ki
Read more
Bab 223
"Xela, cepat buka pintu!" titah Tuan De Groot kala bel berbunyi nyaring."Nyonya Beth, to—""Aku memerintahmu, Xela! Bukan Nyonya Beth!""Aku belum selesai, Ayah!"Jawaban Xela memaksa Tuan De Groot meninggalkan pintu kamar sang putri. Daripada membiarkan Nyonya Beth yang membukakan pintu, lebih baik dia sendiri."Selamat malam, Tuan!" sapa Karel begitu wajah Tuan De Groot muncul dari balik pintu."Dokter J!" seru Tuan De Groot girang. "Selamat datang! Mari masuk!"Tuan De Groot langsung menuntun Karel menuju ruang makan. Ia bahkan tak segan menarikkan kursi untuk Karel."Terima kasih, Tuan! Anda tidak perlu bersikap terlalu sopan," ujar Karel, merendah. "Saya jauh lebih muda daripada Anda. Tak pantas mendapatkan perlakuan istimewa. Justru saya yang seharusnya melayani Anda."Tuan De Groot terkekeh senang. "Tidak perlu sungkan, Dokter J. Anda adalah tamu spesial keluarga kami malam ini. Sudah selayaknya saya menghormati Anda, tak peduli berapa pun usia Anda."'Ck! Ternyata pandai juga
Read more
Bab 224
"Memiliki pendamping hidup bukan hanya menyatukan cinta dari dua insan yang berbeda, Tuan, tapi juga restu dari dua keluarga," kata Karel. "Apalah artinya sebuah pernikahan bila tanpa restu orang tua? Semua hanya akan berakhir dengan derita dan air mata."Uhuk!Tuan De Groot tersedak. Cepat-cepat ia menyesap air putih.Kata-kata yang diucapkan Karel dengan nada santai itu bak tikaman belati menusuk jantungnya."Anda tidak apa-apa, Tuan?" tanya Karel, memasang wajah khawatir."Saya ... saya baik-baik saja," tukas Tuan De Groot. "Saya hanya kaget mengetahui Anda memiliki pemikiran yang sangat dalam. Jarang sekali orang muda yang berpikir seperti Anda."'Kaget atau merasa tersindir?' cibir Karel dalam hati."Itu karena saya tidak terlahir dengan sendok emas di mulut saya, Tuan. Peliknya lika-liku kehidupan memaksa saya untuk dewasa lebih cepat.""Oh ya?" Tuan De Groot tak percaya begitu saja dengan ucapan Karel. "Bukankah Anda putra Profesor Jansen yang terkenal itu? Setahu saya, Profeso
Read more
Bab 225
"Apa kau ingin kembali mempermalukan aku?" bentak Tuan De Groot. "Jawab, Xela! Iya?!"Xela tergugu. Rasanya sakit sekali menyadari bahwa diri tak juga dimengerti oleh orang tua sendiri.Bukankah setiap orang tua menginginkan kebahagiaan untuk putri mereka? Akan tetapi, Xela tak menemukan kebenaran dari anggapan itu pada ayahnya.Sebaliknya, sang ayah selalu memaksakan kehendak tanpa memikirkan perasaannya."Ayah, tidak bisakah sekali saja Ayah mempertimbangkan perasaanku?" lirih Xela dengan tatapan sendu. Matanya bahkan berkaca-kaca."Justru aku sangat memikirkan kebahagiaanmu, Xela! Kalau kau menikah dengan Dokter J, kehidupanmu akan terjamin. Kau juga akan menjadi sorotan dan disegani oleh banyak orang. Apa lagi yang kau inginkan?""Tapi, aku tidak mencintainya, Ayah. Dia juga belum tentu menyukaiku."Xela berusaha membuka pemikiran ayahnya akan perasaan cinta yang tak bisa dipaksa.Cinta adalah rasa hati yang rumit. Ia datang tanpa diduga, tetapi ia selalu tahu di mana harus berlab
Read more
Bab 226
"Tuan Jaffan, apa maksud Anda bertanya begitu? Apakah Anda meragukan kasih sayang saya terhadap putra Anda?"Profesor Jansen merasa sedikit tersinggung dengan pertanyaan yang diajukan oleh Tuan Jaffan."Sejak pertama kali saya bertemu dengan Karel, saya tidak pernah menganggapnya orang lain. Bagi saya, Karel adalah putra saya.""Saya tahu. Saya sama sekali tidak meragukan kasih sayang Anda pada Karel. Saya dapat melihatnya dengan sangat jelas.""Lalu?""Sesuai dengan makna tersurat dari pertanyaan saya."Tuan Jaffan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Perasaannya saat ini serupa dengan saat ia menunggu jawaban atas pernyataan cintanya pada mendiang istrinya dulu. Harap-harap cemas."Saya tidak mengerti maksud Anda, Tuan Jaffan," ujar Profesor Jansen. "Tapi, saya bisa pastikan bahwa apa pun yang terjadi, bagi saya ... Anda adalah saudara. Anda adalah seseorang yang sangat berarti bagi Karel. Saya sangat berterima kasih karena Anda telah mengikhlaskan Karel menyandang nama saya."
Read more
Bab 227
"Anda suaminya?" tanya sang perawat yang mendampingi dokter.Tuan Jaffan ingin berkata bukan, tetapi melihat dokter menggeleng pada perawat setelah memeriksa Nyonya Shopia, ia hanya bisa mengangguk."Tolong, tanda tangani berkas ini, Tuan!" pinta sang perawat. "Istri Anda harus segera dioperasi."Demi keselamatan Nyonya Shopia dan bayinya, tanpa ragu Tuan Jaffan membubuhkan tangan.Malam itu, tepat pukul satu, perawat mengizinkan Tuan Jaffan memasuki ruang operasi."Selamat, Tuan. Istri Anda melahirkan putra kembar, dengan selisih waktu lima belas menit, tapi ...."Gulungan rasa cemas menghantam nurani Tuan Jaffan. Apakah Nyonya Sophia mengalami nasib yang sama dengan istrinya? Tidak! Jangan sampai hal buruk itu terjadi juga pada Nyonya Sophia. Bisa-bisa dia yang akan disalahkan oleh suami Nyonya Sophia."Tapi, apa, Nurse?""Tanggal ulang tahun putra Anda berbeda. Yang sulung lahir lima menit menjelang tengah malam, sementara adiknya ... lahir lima belas menit kemudian.""Syukurlah. I
Read more
Bab 228
Profesor Jansen tak mampu berkata-kata."J–jadi ... aku ... bukan putra kandung Ayah?""Karel!""Karel!"Tuan Jaffan dan Profesor Jansen serentak berseru kaget dan menoleh pada Karel yang mendatangi mereka dengan langkah berat.Tatapan Karel menghunjam lekat pada Tuan Jaffan."Katakan, Ayah! Apa benar yang kudengar? Aku bukan putra kandungmu?"Mengetahui bahwa diri dibohongi selama bertahun-tahun sungguh terasa sangat menyesakkan dada."Nak, itu ... tidak seperti yang kau pikirkan," ujar Tuan Jaffan, merasa serba salah."Memangnya Ayah tahu apa yang kupikirkan?" Langkah Karel semakin dekat dengan Tuan Jaffan."Aku salah karena merahasiakan hal ini darimu, tapi percayalah ... tidak ada niat di hatiku untuk menyembunyikan siapa orang tua kandungmu.""Begitukah?"Karel tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Haruskah ia senang setelah mengetahui Profesor Jansen adalah ayah kandungnya? Ataukah ia harus marah dan mengutuk takdir karena telah dibohongi dan tak pernah mengenal seperti apa
Read more
Bab 229
"Lepaskan kakiku, Ayah!""Tidak! Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau berjanji untuk tidak akan meninggalkan aku."Karel memejamkan mata. Nuraninya terluka. Ia ingin menendang Profesor Jansen untuk melampiaskan kemarahannya, tapi ia takut dosa.Profesor Jansen adalah ayah kandungnya. Tanpa benih darinya, ia tidak akan pernah terlahir ke dunia dan tumbuh dewasa dengan sempurna."Kalau Ayah bersikeras untuk tidak melepaskan aku, aku benar-benar akan pergi dari hidup Ayah!" gertak Karel."Jangan!""Jangan!"Profesor Jansen dan Tuan Jaffan kompak berteriak. Serta merta pagutan lengan Profesor Jansen pada kaki Karel terlepas.Kesempatan itu dimanfaatkan Karel untuk berbalik, meninggalkan kamar Profesor Jansen."Nak!" panggil Profesor Jansen, terdengar putus asa.Tuan Jaffan menggeleng. "Biarkan dia pergi! Dia butuh waktu untuk menenangkan diri."Tuan Jaffan sangat mengenal watak Karel. Apa pun yang terjadi, anak lelakinya itu tidak akan pernah membenci mereka berdua.Karel hanya butuh w
Read more
Bab 230
"Bagaimana ini? Gerbangnya dikunci," bisik Profesor Jansen, mencoba mendorong pintu gerbang rumah Karel.Tuan Jaffan celingukan mencari sosok penjaga pintu gerbang itu."Ah, sial! Saat terdesak begini, penjaganya malah menghilang!" gerutu Tuan Jaffan."Masa kita harus memanjat?" sungut Profesor Jansen, menyipit menatap pagar dengan ketinggian dua meter."Boleh juga dicoba," ujar Tuan Jaffan. "Ayo!""Jangan gila, Tuan Jaffan! Kita bisa dilaporkan warga karena dikira maling.""Tetap di sini pun sudah tidak nyaman. Karel tak menginginkan kita lagi. Untuk apa kita bertahan?" timpal Tuan Jaffan. "Dia pasti sangat membenci kita sekarang.""Apa aku pernah mengatakan hal seperti itu?" tanya Karel, membuat Tuan Jaffan dan Profesor Jansen terkesiap.Tuan Jaffan terus memainkan sandiwaranya. "Kami dapat merasakannya, Nak. Kami ikhlas meninggalkan rumah ini daripada keberadaan kami merusak kebahagiaanmu.""Ayah, kenapa pikiran kalian sempit sekali? Aku bukan anak kecil lagi, Yah," balas Karel. "A
Read more
PREV
1
...
212223242526
DMCA.com Protection Status