Semua Bab 7 TAHUN SETELAH MENJANDA: Bab 11 - Bab 20
204 Bab
Bab 10A
"Maaf, Dra. Kami sudah lama tak bertemu Hana. Kami bahkan tak tahu di mana dia tinggal sekarang." Dengan tatapan datar yang diberikan, Laina memberi informasi yang melemaskan kaki dan tubuh Mahendra. Harapan yang dipupuknya tadi pun terkikis perlahan. Ke mana lagi dia harus mencari sang kekasih yang belum diputuskan hubungannya. Mahendra masih menatap Anissa dan Laina dengan ragu, ada rasa curiga di balik pengakuan yang baru saja mereka lontarkan.***"Busyet dah, untung saja dia percaya, Han. Kita sampe bingung merangkai kata bohong agar dia tidak mencecar pertanyaan yang lain."Laina berujar sambil mencomot risol sayur yang disajikan Hana saat kedua temannya berkunjung ke kontrakan dan memberitahu pertemuan tak terduga tadi siang dengan Mahendra."Kalau gitu, mulai sekarang kalian batasi kunjungan ke sini. Aku tahu betul dia. Dia tak mudah percaya dengan omongan orang. Dia pasti akan cari tahu. Btw, tadi wajah kalian cukup meyakinkan nggak?"Jujur, hati Hana terasa ngilu seperti di
Baca selengkapnya
Bab 10B
Keluhan itu akhirnya dikeluarkan dari mulut Hana. Sudah lama dia menahan masalah orderan yang sepi, sudah beberapa kali pula dia menaruh keinginan untuk bekerja kembali seperti dulu. Walau hanya sebagai pelayan toko, restoran atau kasir di salah satu toko kelontong. Dia wanita tangguh, apa pun akan dilakukan demi tiga perut yang perlu diisi setiap hari. Hanya saja memang, dunia belum memihak kepadanya, tak bisa menjanjikan pekerjaan yang berlevel tinggi, mengingat ijasah yang dikantongi cuma tingkat SMA.Dulu niat dia berhenti dari pekerjaan sebelumnya karena Kaindra yang masih membutuhkan ASI dan kasih sayang di dua tahun pertamanya. Setelah itu, Hana mencoba mengais rejeki di bisnis kue tetapi fasilitas pemasarannya kurang memadai. Rata-rata orang yang memesan kuenya adalah kenalan dari Arsenio dan kedua temannya. "Aku pengen kerja lho sekarang. Kalau kalian ada info tentang lowongan kerja, aku mau, ya. Penghasilan yang didapat lebih menjamin tiap bulannya. Ada terus uangnya meski
Baca selengkapnya
Bab 11A
Sekilas meliriknya dengan ekor mata, Hana bisa memastikan pria itu kini sukses meraih impian yang pernah ingin digenggam.Kemeja dongker dengan dasi tersimpul elegan di lehernya, lengan kemeja panjang yang dilipat sampai ke siku. Dia pun melihat sepatu pantofel hitam yang mengkilat dan rambut disisir ke samping dengan rapi. Semua tampak sempurna melekat di tubuh tegapnya. Berbeda dengannya yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana sobek di lutut. Jaket jeans yang menemani saat dia melaju dengan motor matic kesayangannya. Rambut dikuncir asal di belakang dengan wajah berlumuran minyak. Kusam. Pemandangan itu seperti langit dan bumi."Hana." Pria itu mencoba mengikis jarak di antara mereka setelah aksi diam beberapa detik, memahami pertemuan yang tak terduga.Dengan kedua tangan menenteng plastik berisi bahan yang baru ia belanjakan dari warung depan, Hana berjalan mendekati pintu. Debaran jantung kian bertalu, dia tak suka keadaan seperti itu. Mencoba berpura-pura tak peduli deng
Baca selengkapnya
Bab 11B
Bibir mungil Kai manyun setelahnya, dia kesal dengan suara gaduh. Dia anak pintar yang suka dengan ketenangan. Bisa saja karena efek musik yang sering dimainkan kebanyakan adalah alunan lagu yang menenangkan."Mama tidak kenal, Kai." Hana berdusta di balik senyuman tipis sambil mengusap lembut kepalanya setelah mereka merenggangkan pelukan."Apa dia mengganggu Mama? Kalau iya, nanti Kai hajar orang itu."Lucu sekali dia, masih kecil sudah bisa menjaga dan tahu cara menyayangi orang yang telah melahirkannya. "Tidak, Kai. Tadi orang itu hanya tanya alamat." Masih menggunakan nada tenang, Hana memberi jawaban untuk bocah tampan dengan rambut tipis, mirip dengannya. "Tapi tadi Kai dengar Mama teriak maling, apa Mama yakin dia tidak melukaimu? Katakan saja, Kai pasti akan memberi pelajaran kepadanya."Haduh, anak seperti Kai memang beda dari bocah pada umumnya. Sejak ia lahir tanpa ada sosok ayah di sampingnya, Kai diajarkan nenek dan ibu menjadi anak yang super mandiri. Dia pun diberit
Baca selengkapnya
Bab 12A
Menghindari dan bersembunyi adalah jalan ninja Hana pagi itu. Dia tak mau ketahuan Mahendra dengan kehadirannya di sana. Apalagi ada Kaindra yang ikut turut serta dalam perlombaan. Namun, Hana bisa memastikan kalau Mahendra tidak akan tahu jika Kaindra adalah anak biologisnya. Pasalnya, mereka berdua belum pernah saling mengenal dan tahu statusnya meski Annisa dan Laina membenarkan kalau mata dan hidung Kai merupakan duplikat dari pria itu. Mirip sekali, kata mereka.Ah, bukankah di dunia ini kita sering menemukan orang yang mirip dengan kita meski beda ayah dan ibu?Hana berjalan ke arah pilar besar yang ada di beberapa titik gedung. Di balik pilar batu yang menjulang sampai ke atas, dia cukup merasa aman karena tubuh kurusnya bisa bersembunyi di sana. Sorot mata indah memindai tubuh Mahendra yang sedang masuk bersisian dengan beberapa pria lain. Iris mata itu terus mengamati langkah kaki sampai tubuh dewasa tersebut semakin menghilang dari pandangannya.Hana bernapas lega seraya men
Baca selengkapnya
Bab 12B
Tadi, sewaktu Kiandra mengikuti lomba, Hana bergelut di dapur. Mulai menyulap kue brownies pisang menjadi kue ulang tahun pesan Elena untuk calon pacarnya. Selain brownis, dokter gigi itu pun memesan kudapan kue jajanan pasar dua ratus biji. Khusus kue basah itu, ibu yang mengerjakannya tadi sebelum subuh."Bentar lagi mau aku antar, Bu. Kue basahnya sudah pas dua ratus?"Tangan Hana meletakkan kue tart buatannya ke dalam kotak dengan hati-hati. Sudah ia hias kue itu dengan krim, cukup menarik dan rapi."Ada lebih dua puluh, tapi Ibu masukin saja semuanya."Wanita senja itu tidak menoleh, fokus mencuci alat perang mereka saat mengerjakan pesanan kue. Semuanya sudah ibu siapkan ke dalam dus kue. Mengerti, Hana pun pamit dan segera meletakkan semua pesanan ke motor. Dia tak mau telat menjemput Kaindra setelah mengirim pesanan kue Elena ke alamat kantor yang dikirim barusan. Dia sangat buru-buru. Di bawah terik matahari, dengan helm dan jaket jeans yang selalu menemani perjalanannya, d
Baca selengkapnya
Bab 12C
"Maaf, Bu. Saya telat."Ucapan tulus diberikan saat dia menemukan Kai dan Bu Siska sedang duduk di kursi panjang di depan lobi gedung."Oh, tidak. Kami barusan selesai dari panggung setelah serah terima penghargaan dan piala."Mata Hana fokus pada piala yang digenggam Kai dengan erat. Piala yang lebih besar dan bagus dari koleksi piala yang ada di rumah sekarang."Kai hebat, Bu. Bisa menang se-Jakarta. Saya mewakili sekolah mengucapkan selamat untuk Kai. Kami bangga mempunyai anak didik berprestasi seperti Kai."Bersamaan dengan ucapan Bu Siska, Hana berjongkok, mensejajarkan tubuh bocah pintar itu lalu mengecup kening dan memeluk erat. Ada haru dan bangga terpatri di dada ketika ia mendengar ucapan terima kasih dari pihak sekolah untuknya. Tidak sia-sia selama ini dia membanting tulang. Terkadang ia harus mengirim kue orderan di bawah panas matahari dan dengan tubuh yang tak kenal lelah. Seluruh hidupnya dikerahkan untuk masa depan Kaindra.Hana pun tak menyangka prestasi yang diraih
Baca selengkapnya
Bab 13A
"Ma, kenapa menangis lagi?"Tak langsung menyahutinya, Hana mengusap jejak air di pipi. Bahkan dia memaki diri sendiri, betapa bodoh dirinya telah melupakan untuk tidak menumpahkan rasa sakit dengan menangis di depan putranya. Dia tak ingin ada yang tahu perasaan sedih yang kerap datang kala bayangan wajah atau ingatan peristiwa tentang Mahendra. Ternyata dia belum move on? Bukan, hanya saja semua insiden tentang Mahendra terlalu kuat mengakar di sudut hati yang terdalam. Sulit memang untuk ia melupakan sosoknya lantaran pria itu adalah cinta pertamanya. "Mama tidak nangis, Kai. Mama hanya terharu dengan prestasi kamu hari ini. Mama bangga punya anak pintar dan berbakat seperti kamu. Mama sayang kamu."Membentangkan kedua tangan menunggu reaksi Kaindra membalas pelukannya, Hana terpaksa berbohong dan memilih kalimat yang pas untuk mengalihkan pikiran Kai. Kai tidak boleh tahu hubungan ayah dan anak itu. Hana hanya ingin hidup tenang tanpa kehadiran sosok Mahen
Baca selengkapnya
Bab 13B
"Maaf, Tante! Aku minta maaf! Aku datang karena ingin memperbaiki semuanya. Aku akan bertanggungjawab terhadap apa yang sudah aku lakukan dulu.""Kamu yakin Hana bisa memaafkanmu?" Nada ibu meninggi, geram sekali dengan pria yang sudah mengoyak harapan dan masa depan putrinya. Kini, ia berani menampakkan diri di hadapannya."Sulit memang, Tante. Tapi aku akan berusaha. Aku tidak mau menjadi pecundang untuk kedua kalinya. Aku akan membuktikan asal Tante izinkan aku bertemu dengannya."Kini pria itu datang kembali, menggenggam harapan untuk bisa membalut luka lama Hana yang sudah menganga. Walau belum yakin Hana sudi menemuinya lagi, setidaknya dia akan berjuang. Bagaimana kelanjutannya, dia akan memikirkan caranya nanti. Punya kesempatan untuk bertemu dulu, baru ia lihat bagaimana reaksi Hana terhadapnya. "Sudah kubilang dia tak ada!" Menutup pintu kembali, ibu sebenarnya tak ingin melihat wajahnya lagi. Sakit hati, ibu pun ikut merasaka
Baca selengkapnya
Bab 13C
Dia gadis yang baik, cantik, manja dan paling mencolok adalah kepintarannya. Jadi tak heran, dia bisa lulus pendidikan kedokteran gigi dalam tiga tahun. Ayahnya adalah dokter gigi senior di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Jadi, tak sulit baginya untuk bisa praktek di rumah sakit yang sama.Lagi, Mahendra menuruti keinginannya dengan memejamkan mata dengan pikiran tertuju pada Hana. Berdoa dalam hati. Ada satu keinginan yang terbesar saat ini yaitu mendapatkan maaf dari Hana.***Tidak mau makan kue yang disuguhkan Elena, Mahendra memilih membawanya pulang dan memasukkan ke kulkas tanpa menyentuh seupil pun. Selesai membersihkan tubuh, dia pun merebahkan tubuh di tengah kesepian yang selalu menemani dirinya kala malam hari. Setelah pulang dari Jepang, dia pindah ke apartemen mewah yang dihadiahkan orangtua karena sudah menuruti keinginan terbesar mereka. Ia memandang langit kamar dengan meletakkan punggung telapak ke dahi, ingatan tenta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
21
DMCA.com Protection Status