Aku melirik pada Galang, curiga dia salah minum obat.“Nggak usah aneh-aneh deh Pak, bicaranya. Gombalan kaya gitu, nggak mempan di saya!” jawabku ketus. Untung kru lain masih pada sibuk memesan makanan dan saling mengobrol satu sama lain, jadi tak begitu perhatian pada obrolan kami."Kalau diantara sepuluh benda, sembilan berbentuk kotak dan satu diantaranya bulat, mana yang kira-kira lebih menarik perhatian?" Kali ini ia malah bertanya hal yang aneh."Yang bulat lah Pak, pasti. Karena satu-satunya yang beda," jawabku."That's you! Itulah kamu!""Gimana sih, Pak? Maksudnya saya bulat gitu?"Galang tertawa sembari geleng-geleng kepala mendengar jawabanku. "Sudah nggak marah lagi, kan?"Baru mau menjawab, tiba-tiba aku merasakan getaran ponsel dari dalam tas. Sedari tadi, nada dering ponsel memang kumatikan. Saat melihat layar, nama Erna tertera di sana. Tumben masih pagi begini dia menelepon.“Ya Er, ada apa?”“Nad, dari tadi kukirim pesan kok nggak balas, sih? Rania demam. Kamu jempu
Magbasa pa