All Chapters of Dijodohkan dengan Ipar Posesifku: Chapter 31 - Chapter 40
151 Chapters
Kurir Cinta
“Kenapa tak boleh? Saya ingin memberikan sesuatu untuk anak kamu,” ujarnya memaksa.“Besok saja Pak, di kantor.” Aku menjawab.“Sakitnya sekarang kok ngasihnya besok!” gerutunya.“Ya sudah kalau gitu bapak titipin kurir aja ya. Pokoknya jangan ke sini.” Aku bersikeras menolak dikunjungi, tak enak sama Mama dan Arman.“Jadi kamu lebih suka bertemu kurir daripada bertemu saya? Memang kalau ke sana kenapa sih?”“Aduuh, Pak!” Aku bingung mencari alasan.“Gini, Bapak kan artis terkenal.” Ketika mengatakan ini rasanya aku mual-mual.“Nanti kalau ada tetangga lihat bakalan heboh, hidup bapak bakal nggak tenang dikejar pengemar.”“Ah, udah biasa!”“Dih sombong! Udah deh Pak pokoknya gitu, demi keamanan Bapak, JANGAN KE SINI!” tegasku.“Ya sudah biar kurir yang ke sana.” Galang mengalah. Aku bernapas lega. Akhirnya dia nurut juga.“Kirim alamat ya. Saya panggil kurir sekarang.”“Oke, Pak.”Setelah mengirimkan alamat rumah pada Galang, cepat-cepat aku menyambar jilbab yang tergantung di belaka
Read more
Ungkapan Perasaan
POV Arman Akhirnya Nadia menurut, mengikutiku ke dapur. “Siapa yang masak?” tanyanya ketika melihat sepanci sayur sop di atas kompor. Seperti tak yakin dengan ucapanku barusan bahwa aku yang memasak untuknya. “Aku yang masak. Tidak percaya?" “Kamu bisa masak? Baru tahu aku!” serunya. “Cuma sop aja, semua kalo diajarin juga pasti bisa.” Aku mengambil semangkuk lalu kuletakkan di atas meja makan, yang terletak bersebrangan dengan meja dapur. “Makanlah,” kataku. Nadia menyendok sayur sopnya, “Ugh panas," ditiup-tiupnya makanan yang ada di sendok. “Tidak boleh ditiup, tunggulah sebentar sampai dingin,” kataku sambil mengipasi sup Nadia dengan piring plastik yang ada di atas meja. “Eh kalian berdua di sini.” Tiba-tiba Mama datang. “Mama juga mau dong nyobain masakan Arman, kaya apa sih rasanya.” "Oh, boleh, Ma. Ayo kita makan sama-sama." Nadia sigap mengambilkan semangkuk sup untuk Mama. “Hmmm enak…” kata Mama setelah mencicipi satu sendok. Nadia ikut menyendokkan sop buatanku l
Read more
PDKT
Sepanjang perjalanan di taksi aku merenung, salahkah ia menyukaiku?Jelas salah! Aku menjawab sendiri pertanyaanku dalam hati. Aku istri kakaknya, kenapa dia tega diam-diam menyukaiku. Jadi, selama ini ia memandangku sebagai perempuan yang Disukai nya bukan kakak iparnya. Lalu saat Mas Arya tiada, sedihkah ia? Atau malah gembira karena itu artinya bisa memperjuangkan lagi cintanya? Tapi, bukankah perasaan itu datang dengan sendirinya? Sisi hatiku yang lain membelanya. Toh selama ini dia tidak pernah macam-macam denganku malah cenderung menjaga jarak saat mas Arya masih ada. Itu artinya ia menghargai aku sebagai istri kakaknya.Argh, jadi pusing sendiri aku memikirkannya.“Mama kok kita ngga bareng sama Paman, sih?” Pertanyaan Rania membuyarkan lamunanku.“Paman lagi buru-buru mau langsung ke kantor,” jawabku asal.“Tadi Paman bilang, sebental mau cuci tangan dulu, tlus antel Lan ke cekoyah.”Aku tersernyum, memeluk dan mengusap kepala Rania. “Iya kapan-kapan kita bareng Paman lagi,
Read more
Nostalgia SMA
“Rania, mau makan apa?” tanya Galang pada Rania saat kami berjalan keluar dari arena bermain.“Nggak usah aneh-aneh deh Pak, nanti kalau ada yang kenal Bapak gimana?” sahutku.“Cari tempat yang sepi, dong!”“Yang sepi biasanya makanannya nggak enak!”“Asal makannya sama kamu kan jadi enak!”“Aduh!” Dia mengaduh karena aku menginjak sepatunya dengan keras.“Makanya jangan ngomong yang aneh-aneh!” kataku ketus.Akhirnya kami meluncur ke sebuah kafé yang menurut pengamatanku setelah beberapa kali datang ke sana, suasananya tenang, tidak terlalu ramai.Saat kami tengah menunggu pesanan, seorang lelaki datang mendekati meja kami. “Nadia kan!” Ia menunjukku sambil tersenyum. “Kak Dito?” Ternyata ia Kak Dito, kakak kelas satu tingkat di atasku saat SMA, ketua ekskul jurnalistik sebelum aku. “Apa kabar Kak, sama siapa ke sini?”“Sama temen, lagi ada kerjaan motret,” jawabnya.“Eh duduk kak, duduk,” kataku mempersilakan. Ia lalu menarik kursi duduk di samping Galang.“Halo.” Ia menyapa Galang
Read more
Lagu Untuk Kamu
Mbak, ada yang mau bertemu pimpinan kafé, katanya mau mengajukan proposal kerjasama,” ujar Andri seorang waiter yang mendapat shift pagi hari ini. “Pak Wira belum datang, Mas Galang juga.” katanya lagi. “Biar aku yang temui Ndri, minta dia menungguku sebentar ya,” jawabku. “Siap mbak,” jawabnya, lalu meninggalkan ruangan karyawan tempatku bekerja. Sebelum keluar menemui tamu, aku menyimpan dokumen yang sedang kukerjakan di laptop dan membereskan berkas referensi yang berserakan di meja. “Selamat pagi,” sapaku ramah pada pemuda yang menungguku di salah satu meja kafé. Proposal kerjasama apa yang akan ia tawarkan? Agak aneh melihat pemuda ini berpenampilan casual serta membawa gitar. “Oh pagi Mbak.” Ia berdiri dan menganggukkan kepalanya. “Saya Fabian.” “Nadia.” Aku ikut menyebutkan nama. “Silakan.” Lalu mempersilakannya duduk kembali. “Begini Mbak Nadia, saya seorang pemusik, mau mengajukan kerjasama dengan kafé ini. Mbak bisa baca dulu CV saya.” Ia menyerahkan sebundel kertas be
Read more
Hari Ayah
“Mama ....”Pukul tiga sore lebih sedikit, tiba-tiba Rania muncul di depan kafe.“Lho, Rania?” Aku memeluknya. Kupikir Arman akan menjemputku dulu baru menjemput Rania.“Kok jemput Rania dulu? Bolak-balik dong,” kataku pada Arman. Jarak sekolah Rania ke rumah, kan lebih dekat daripada ke kafé.“Biar kita nggak cuma berdua aja,” jawabnya sambil berjalan ke arah mobil. Menggandeng Rania, aku mengekorinya. “Biasanya juga berdua, kan?” tanyaku heran. Sampai di depan mobil, Arman membuka pintu untukku. “Kalau cuma berdua, yang ketiga setan, ya kecuali ...” Kalimatnya terhenti.“Kecuali apa?” tanyaku penasaran.“Nggak ah, nanti kamu marah lagi.” Ia menutup pintu.“Kecuali apa sih? Aku malah marah kalau kamu nggak jawab!” cecarku saat ia sudah memasuki mobil lalu mengenakan seat belt.“Nggak apa-apa kalau kamu marahnya ngomel gini, aku tenang. Tapi kalau diem seperti kemarin, aku takut.”“Takut kenapa?”“Hmm, kenapanya pikir sendiri, ya!” Ia lantas melajukan mobil tanpa peduli rasa penasar
Read more
Berebut Rania
“Erna memberitahuku tentang kegiatan di hari Ayah, makanya aku datang.” Arman menjelaskan tanpa kuminta. Ya, saat menerima informasi kegiatan hari ini, aku sedang marahan sama Arman, jadi gengsi mau minta tolong dia untuk datang.“Ayo, Ran!” Arman menggamit satu tangan Rania. Jadi sekarang, tangan kanan Rania digandeng Galang, sementara tangan kirinya digandeng Arman.“Pak, kita ke kantor.” Aku memberi kode pada Galang agar ia segera ke mobil. “Saya datang lebih dulu,” katanya menoleh pada Arman.“Tapi saya pamannya, saya yang harus menggantikan tugas ayahnya.”“Tanya saja pada Rania, mau ditemani siapa masuk kelas.” Galang tetap tidak mau kalah."Udah, Pak, ayo. Biar Rania dengan pamannya," bisikku pada Galang. Sementara Rania nampak bingung, ia menoleh pada Arman dan Galang bergantian."Ran, mau sama Om, kan?" Galang membungkukkan tubuhnya di samping Rania, tak peduli dengan ucapanku barusan."Ayo, Ran, ikut Paman!" Arman menarik pelan tangan Rania agar ikut bersamanya."Kita ... m
Read more
Aku Hamil
Siang harinya, Galang mengajakku menemaninya ke sebuah resto.Katanya resto itu cukup terkenal di kota ini. "Aku ingin tahu seperti apa suasana dan makanannya." Begitu alasannya.Aku menurut saja mengikutinya, toh memang sudah kesepakatan aku menjadi asistennya selama di kota ini. Meski molor dari kesepakatan awal yang katanya hanya seminggu. Nyatanya sekarang sudah hampir dua minggu ia masih tetap berada di sini.“Urusanku di sini ternyata memakan waktu lebih lama,” jawabnya ketika kutanya.Ia bilang memang belum ada lagi jadwal syuting, setelah sinetronnya Aroma Cinta tamat di season pertama. Ia juga sudah berpesan pada manajernya ingin fokus dulu sementara pada bisnis resto, sekaligus istirahat dari kegiatan syuting panjang yang melelahkan.“Lagipula aku merasa betah di sini. Suasana kotanya tenang, tidak seperti di Jakarta. Ada di dekat kamu aku lebih tenang lagi!” Entah dia sudah terbiasa menggombal atau bagaimana, aku tidak pernah menanyakannya. Daripada hubungan kami menjadi t
Read more
Percaya Aku
Aku tercekat, spontan kutatap Galang yang terlihat pucat, sama kagetnya denganku.“Jangan tinggalkan aku,” bisiknya ketika ia melihatku hendak beranjak.“Selesaikan masalah kalian dulu,” jawabku lantas berdiri.Ia menggenggam pergelangan tanganku erat, tatapannya dalam, membuatku tak tega meninggalkannya.Sebelah tanganku melepaskan genggaman tangannya. “Saya akan kembali nanti Pak,” kataku sambil berusaha tersenyum.Aku melangkah tergesa keluar dari restoran itu. Sesampai di teras resto aku berhenti, berpikir hendak ke mana aku pergi. Apakah aku harus balik ke kantor sekarang juga? Ah rasanya tak tega pergi dari Galang begitu saja. Aku ingin memastikan kondisinya baik-baik saja.Akhirnya kuputuskan masuk ke resto di sebrang jalan, memesan segelas ekspresso, untuk menenangkan diri.Sengaja aku ambil tempat duduk yang paling dekat dengan pintu keluar agar lebih leluasa memandang keluar, mengawasi Galang tanpa ketahuan.Galang, benarkah kamu melakukannya?Kusesap ekspresso yang telah t
Read more
Mama Sakit
Aku kaget setengah mati. Kulihat setetes darah mengalir di ujung bibir Galang. Untung saja kafé ini sedang sepi dan Galang mengambil tempat duduk di sudut ruangan yang agak jauh dari tempat waiter berada.“Jangan, Pak!” Aku melangkah mendekat pada Galang.“Biar dia sadar!” ucap Pak Wira murka.“Jangan mendekat Nadia. Jangan sekali-kali dekat dengn orang yang sedang mabuk!” titahnya.“Pak Parlan, bawa dia ke mobil saya, saya urus pembayarannya dulu.”Pak Wira pergi ke meja kasir sementara Pak Parlan membantu Galang berdiri. “Ayo Mas, pulang,” katanya.Bergegas aku mengambil tisu dari dalam tas. “Pak Parlan tunggu.” Kuusap ujung bibir Galang yang berdarah. Dia yang terluka entah mengapa hatiku yang merasa perih.“Nadia.” Galang berusaha meraihku tapi aku segera menghindar.“Jangan dekat-dekat, Mbak,” kata Pak Parlan lalu melangkah berusaha membawa Galang keluar kafé.“Perlu saya bantu, Pak?” tanyaku ketika melihatnya cukup kepayahan membawa Galang seorang diri.“Jangan!” Pak Wira datang
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status