All Chapters of ISTRI TUKANG CILOK: Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
31
"Maukah engkau menjadi istriku?" tanya lelaki itu."Dasar gila,".Aku bersungut marah melihat siapa yang datang.Siapa lagi kalau bukan si perusuh, Marwan."Memang kenapa kalau aku gila ? Aku tergila-gila padamu Rin. Apa yang salah. Aku duda dan kamu janda." lanjutnya.Hilya telah meninggal kurang lebih dua minggu yang lalu yang disebabkan sebuah kecelakaan. Banyak rumor uang beredar katanya kualat denganku. Aku tidak ambil pusing karena maut sudah memjadi kehendak Nya."Lalu karena kamu duda dan aku janda, bukan berarti aku mau menerimamu," ucapku acuh. Belum genap empat puluh hari istrinya meninggal, sudah melamar wanita lain saja."Kenapa Rin ? Aku kurang kaya? Aku ASN golongan tinggi. Kalau aku jadi suamimu, tak akan ku biarkan kamu berjualan cilok seperti ini,". Tanganya menunjuk remeh gerobak cilok ku.Emosi ku tambah ingin meledak. Enak saja menyalahkan usaha ku yang aku rintis dari nol bersama Bang Agha."Marwan, seandainya aku menjadi Hilya pasti aku sudah menangis di alam san
Read more
32
Sorot mata tajam Juragan Malik terus menghujam. Terlihat sekali dia tidak suka dengan perkataan Mala."Saya kesini bukan untuk itu,". Suara bariton penuh penekananya mulai keluar. Ada rasa gemetar di hati Mala. Ia fikir seorang Juragan Malik akan selalu mendewakan wanita. Karena terdengar santer ia gemar beristri lebih dari satu."La-la lu ada apa Ju-juragan?""Pembangunan rumah mewah di ujung desa itu apakah milik mu?"Mala menggeleng cepat. Dapat tercium dengan pertanyaan Juragan, karena ia tidak mau tersaingi."Bukan Juragan. Tapi Bu Minah mengaku itu adalah rumah Airin. Saya sih nggak percaya, mana bisa penjual cilok punya rumah mewah begitu?"kata Mala denga tawa remeh di akhir pembicaraan.'Airin?' gumam Sang Juragan.Nama yang tidak asing di telinganya. Apakah Airin orang uang sama?"Siapa nama bapak Airin?""Pak Hasan, Juragan,"Mendadak senyum merekah tipis dari bibir juragan.'Dasar tua bangka. Sudah bau tanah, kalau dengar nama wanita masih sumringah,'gerutu Mala dalam hat
Read more
33
"Bu, aku kecopetan," kata Mala sesaat ia telah sampai rumah.Mata Bu Sri membulat sempurna."Hah kok bisa ? Lalu apa yang hilang? Uang-uang di dompet juga hilang. Aduh,"Bu Sri mengeluh seperti hendak menangis."Tadi Mala sudah menukar kalung ibu dengan berlian. Indah sekali. Harganya samai milyaran bu. Tapi justru kecopetan saat Mala sedang memilih baju untuk ibu,"Wajah Mala memelas. Membuat Bu Sri dan Pak Wito percaya dengan akting nya."Tapi Mala mencoba ikhlas Bu. Anggap saja ngamal. Lagipula, itu hanya sebagian kecil uang Mala kok. Minggu depan Mala mau ke luar negeri, Mala belikan berlian dari sana saja ya bu. Dijamin lebih bagus," katanyaBu Sri menurut saja permintaan Mala.*Suara mobil yang halus terdengar lirih di depan kontrakan. Aku yang tengah menyuapi Arsy di dalam hanya menebak-nebak siapa yang bertamu atau sekedar berhenti di depan rumah ku. Fikirku saat itu mungkin hanya tamu orang lain, menumpang parkir. Aku merasa tidak punya urusan dengan orang lain.Namun tak be
Read more
34
"Kenapa tidak dari dulu melindungiku?" tanyaku pada bapak yang terlihat sudah semakin tua, keriput di wajahnya mulai tampak, kulitnya semakin menghitam legam. Mungkin efek beliau terlalu bekerja keras di usia senja."Ma'af."Hanya kata itu yang terlontar dari mulut kelunya. Sesaat kemudian, beliau menunduk."Mari masuk dulu pak."Aku mempersilahkan bapak masuk, namun bukan seperti bapak yang tengah mengunjungi anaknya, sikap bapak seperti tamu, hingga ia duduk hanya di pucuk kursi."Boleh bapak menggendong Arsy?" tanyanya dengan suara parau. Aku mengangguk dan memberikan Arsy pada gendongan bapak. Namun tidak disangka, Arsy justru menangis histeris. Bapak menyerahkanya kembali kepadaku."Mungkin bapak memang terlalu rajin ya Airin menengok cucu. Hingga Arsy juga tidak mau di gendong," kata bapak sembari memaksakan senyum nya.Ada rasa iba dalam hati. Bagaimana di usia senjanya, justru orang tua banting tulang untuk hidup.Ahh aku tidak setega itu namun bagaimana perlakuan mereka. bag
Read more
35
Sepertinya bapak itu yang memohon padaku untuk membuat konten di ruko cilok Mbak Airin saat hampir bangkrut tempo hari."Bapak....Air mataku mulai turun perlahan.Do'a yang selama ini aku langitkan, mulai dikabulkan. Sang Pembolak balik Hati ternyata telah melunakan hati bapak jauh sebelum ini."Dia memohon sangat Mbak. Sampai ingin bersujud di kaki ku. Dia juga mau membayar ganti rugi jika memang kontenku nanti akan sepi penonton. Tetapi ternyata justru menghadirkan penonton yang lebih dari yang kuperkirakan. Mbak memang hebat," puji Jesna.Aku masih terfikirkan bapak. Tidak konsentrasi apa yang Jesna utarakan."Mbak," tegur Jesna kala mendapatiku tengah asyik melamun."Eh iya. Maaf. Jadi bagaiamana Jes ? Ada apa?""Ini temanku sesama youtuber ingin mengundang mbak di podcast nya dia."Aku tersipu malu."Ahh apa aku pantas sih Jes di undang podcast begitu? Belum jadi sultan aku mah."Jesna menyentuh lembut punggung tanganku."Mbak, ini bukan masalah sudah menjadi sultan atau belum.
Read more
36
"Untuk sementara Airin berhentikan pembangunan rumah bukan karena dana pak tetapi Airin ingin membuktikan kejahatan yang telah menimpa Airin. Karena aku yakin, ada oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini."Bapak dan ibu saling tatap."Memangnya siapa yang kamu curigai, Rin?" tanya ibu."Juragan Malik," jawabku lirih.Namun raut muka ibu berubah menjadi panik luar biasa. Kulit ibu yang lumayan putih langsung bersemu merah."Rin, kamu mau apakan dia? Dia bukan orang sembarangan,"Aku menghela nafas pelan. Berdiri menatap langit dari bingkai jendela tempatku dilahirkan." Mau sampai kapan tertindas bu? Ini hidup Airin. Tidak ada yang berhak mengatur bahkan memaksakan kehendakm . Sekalipun yang punya kekuasaan seperti Juragan Malik."Bapak berdiri menyejajarkan tubuhnya denganku."Bapak setuju Rin. Sebenarnya banyak kelicikan serta kecurangan Juragan Malik, namun sebagai kalangan rendah, tidak ada yang berani bertindak. Bertindak sama dengan mati. Kali ini bapak mendukungmu Rin. Bapa
Read more
37
Sorot mataku menatap tajam juragan Malik. Ia tidak gentar juga. Silahkan membungsungkan dada saat ini. Tapi akan aku pastikan itu semua tidak berlangsung lama.Setelah berproses mencari bukti itu, dan memang benar dari rekamana CCTV memang mobil juragan Malik lah yang mengangkut material dari rumahku.Langsung aku memberi laporan ke polsek terdekat tentang perkara ini."Lebih baik Mbak pulang saja. Percuma, dia pasti juga bebas,"ujar salah seorang oknum polisi yang menerima laporanku.Semakin geram dong aku."Kenapa ? Takut mati ya?" tanyaku sinis.Polisi tersebut menatapku dengan pandangan tidak suka."Dia bukan malaikaat maut kan pak?" lanjutku."Tetapi dia mampu membayar lebih dari yang seharusnya,""Oh seperti itu."Aku tetap mencoba bersikap santai."Lalu kalau masyarakat seperti saya harus melaporkan kasus seperti ini pada siapa? Bukankah oknum polisi itu tugas nya mengayomi ya? Kok masih kalah dengan uang?"Sontak sang polisi langsung berdiri."Mbak, asli sini kan? Pasti tau
Read more
38
"Terimakasih karena laporanya akhirnya saya bisa bebas dan menuntut cerai," kata wanita itu lirih dan terisak.Aku menautkan alis. Saling bertatap dengan ibu."Saya juga akan melaporkan kejadian yang menimpa saya mbak. Tolong bantu saya.""Mohon maaf bukanya lancang mengurusi rumah tangga orang lain. Memangnya mbak ada masalah apa?" tanyakuTanpa menjawab apa-apa perempuan itu menyibak baju nya dan tampaklah luka lebam dimana-dimana."KDRT mbak?" tanyaku setengah kaget.Ia menunduk. Dapat ku tangkap saat itu bahwa air matanya juga terjatuh."Bukan hanya dari Juragan Malik tetapi dari istri-istri yang lain.""Memangnya istrinya ada berapa?""Empat mbak."Aku tak habis fikir, buaya juga seorang juragan."Bukanya istri nya ada dua?" tanya ibu."Iya istri sahnya. Kalau yang siri banyak bu. Banyak juga yang cerai. Dan apesnya saya tidak kunjung diceraikan."Aku kasihan dengan wanita itu. Rona wajahnya memang seperti menyimpan beban, serta tekanan yang berat. Aku bantu dia melaporkan apa y
Read more
39
"Bagaimana ya mbak. Kalau mbak ikut kan jadi serumah ada tiga keluarga. Pamali mbak," jawabku."Iya Nduk. Benar kata Airin," lanjut ibuMbak Yanti melengos dengan muka kesal dan menatap kami dengan tajam."Jadi bapak dan ibu sekarang membela Airin? Mentang-mentang kaya?" tanyanya sembari berkacak pinggang."Yanti, ini bukan maslah membela siapa. Tetapi apa yang dikatakan Airin saat ini itu benar. Kita orang jawa yang masih menjujung tinggi adat istiadat," kata bapak mencoba menengahi."Kalau gitu bangunkan aku rumah dong Rin," kata Mbak Yanti dengan entengnya."Mbak kira bangun rumah itu kayak beli tempe? Mbak sedari dulu terlalu membanggakan suami, mengandalkan suami. Jadi nya gini kan. Tidak bisa mandiri."Aku mulai kesal. Perangai Mbak Yanti sedikitpin tidak berubah walau sudah mendapat teguran.Bapak hanya menggelengkan kepala."Dasar pelit. Aku minta Devi aja lah. Sebentar lagi kan suaminya jadi bupati. Gampanglah kalau sekedar membangunkan rumah.""Sudah sudah. Kalau mau, tingga
Read more
40
"Tapi kedatangan kami bukan untuk itu mbak," ujar Devi lirih.Yanti menautkan alis. Dia heran, lalu apa maksud kedatangan adiknya ini."Aku ingin meminjam sertifikat bapak. Kalau tidak boleh, aku ingin meminta warisanku. Untuk tambah biaya kampanye suamiku."Yanti mulai berkacak pinggang. Dia melotot."Bapak dan ibu masih hidup Dev. Kenapa kamu sudah berbicara warisan?"Nada suara Yanti mulai meninggi."Memangnya salah? Toh aku juga anak bapak. Jadi aku juga berhak atas harta bapak.""Lagipula apa sampai segitunya Dev. Iya kalau suamimu jadi. Kalau enggak ? Uang sudah hilang. Belum lagi kalau kamu pinjam sertifikat. Yang ada suamimu tidak jadi sementara utang menumpuk. Mikir dong."Devi tertawa kecil meremehkan. "Tau apa sih mbak kamu tentang strategi politik? Urus hidupmu sendiri. Bodoh sekali bisa ditipu lelaki."Plakk...Yanti menampar dengan geram pipi mulus Devi hasil perawatan dengan skincare mahal yang dulu selalu ia pamerkan."Apa-apa an kamu? Manusia kere beraninya menampar
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status