All Chapters of BUKAN MENANTU KAYA: Chapter 31 - Chapter 40
67 Chapters
Toxic
Hadi dan Rika langsung pamit tak lama setelah kejadian tadi. Aku hanya menyahut tanpa minat dan menatap mereka dari meja kasir. Sementara Mas Hasan mengantar sampai mobil mereka keluar dari halaman grosir. Aku pun duduk di kursi kebesaran dengan benak dipenuhi hinaan-hinaan mereka. Tanpa terasa kedua sudut mataku membasah. Tetesan air mulai meluncur membasahi niqob. Aku tertunduk seraya mengusap dada, berharap sesak yang berjejal pergi dengan sendirinya. “Adek, kenapa?“ Suara Mas Hasan membuatku mendongak. Dia menarik bangku plastik lalu duduk di hadapanku. “Aku ini sebenarnya salah apa sih, Mas, sama mereka? Kenapa mereka gitu terus sama aku? Bahkan Sekarang mereka juga sudah berani mencibir penampilanku,“ jawabku kesal. “Mencibir gimana maksud Adek?“ Dahi Mas Hasan mengerut. Mau tak mau, kuceritakan kejadian tadi diiringi deraian air mata. Wajah Mas Hasan merah padam, matanya melotot tajam. Dia mengambil ponselku, lalu mengetikkan sesuatu. Setelah itu Mas Hasan menyuruhku dan K
Read more
Launching
Kutatap antrean pembeli yang cukup panjang. Sore ini, gerai ’MARTABAK MENANTU’ resmi dibuka. Selain lisan ke lisan, kami juga memanfaatkan akun sosial media sebagai ajang promosi. Namun di WA, aku sengaja memprivasikan status gerai Martabak Menantu dari keluarga Mas Hasan. Aku tak ingin mereka menambah dosa dengan mencibirku. Demikian denganku. Aku tak ingin amarah tersulut.Banyak pembaca cerbungku yang menanyakan alamat gerai kami. Mereka ingin singgah, mencicipi MM dan bertemu denganku. Para tukang becak juga membantu promosi. Pun begitu dengan para teman dan tetangga. Mereka membantu promosi dengan cuma-cuma, ikhlas tanpa bayaran.Sampai pukul sepuluh malam, gerai masih ramai meski antrean tak sepadat tadi. Beberapa ojol ikut mengantre. Kami sudah menerima pesanan via online. Aku masuk duluan, karena Mas Hasan masih berkutat dengan pesanan. Kugendong Khalid yang tertidur di belakang meja kasir grosir dengan pelan-pelan. Lalu memindahkannya ke kamar.Sembari menunggu Mas Hasan pula
Read more
Tasyakuran Rumah
Kutatap sertifikat rumah yang baru saja kuterima. Sertifikat atas namaku. Kami resmi membeli rumah itu dengan harga seratus juta. Namun rumah itu belum kami huni, karena masih tahap renovasi kecil sesuai keinginan kami berdua.Mas Hasan sengaja menyematkan namaku di sertifikat itu sebagai bentuk hadiah untuk kesetiaan dan kesabaranku. Sekitar satu minggu lagi rumah sudah bisa ditempati. Rencananya kami akan mengadakan syukuran kecil-kecilan. Selain mengundang teman dan tetangga, kami juga mengundang keluarga. Appa, Ammah, kedua adikku juga Mbakku dan keluarganya menyanggupi datang. Entahlah dengan keluarga Mas Hasan. Kami belum menghubungi mereka.🌹🌹Rumah sudah selesai direnovasi. Warna abu dan deep blue menjadi pilihan kami berdua. Rumah masih kosong, kami belum membeli perabotan. Hanya memindahkan yang ada. Bakda subuh, aku dan Mas Hasan pergi ke pasar. Membeli berbagai macam bahan yang diperlukan. Khalid kami titip pada keluargaku. Mereka sudah datang sejak kemarin sore.“Ammah
Read more
Julid pada orang julid
Waktu bergulir dengan cepat. Tak terasa, empat bulan sudah kami menekuni usaha Martabak Menantu. Suka dukanya kami lewati dengan senyuman. Berwirausaha memang tak selamanya mulus. Dalam kurung waktu empat bulan, kami pernah mengalami beberapa kali musibah. Salahsatunya mendapatkan order fiktif dalam jumlah lumayan besar. Kami tak menyalahkan driver ojol, toh mereka pun posisinya sama dengan kami. Malam ini kami kedatangan tamu spesial. Uwak Piah dan Uwak Ayi. Mereka ke Bogor, memasukkan putri semata wayangnya ke pondok tahfidz di daerah Bogor utara. Halimah--anak mereka--tadinya mondok di Sukabumi dan sekarang pindah ke Bogor, karena sesuatu hal yang tidak Uwak katakan.Aku, Mas Hasan dan Khalid ikut mengantar Halimah ke pondok barunya. Tak lupa, Mas Hasan menyisihkan sedikit harta kami untuk wakaf bangunan pondok yang belum rampung.“Gimana usaha kalian? Lancar kan?“ tanya Uwak Ayi. Ketika perjalanan pulang dari pondok Miftahus Sunnah. “Alhamdulillah, Wak. Walau beberapa kali perna
Read more
Ningrum kritis
Setengah dua belas malam, Ikmal menelepon. Meminta maaf untuk segala kesalahan Ningrum dan meminta kami datang ke Cianjur. Aku dan Mas Hasan awalnya diam saja, tapi mendengar isakan Ikmal, kami pun tak tega. Jam tiga dini hari kami meluncur ke Cianjur menggunakan mobil invertaris dari Pak Bos.Setibanya di Cianjur, Khalid langsung kutitipkan pada Uwak Piah. Aku dan Mas Hasan bertolak ke Rumah Sakit, melihat keadaan Ningrum. Pemandangan menyedihkan menyambut kedatangan kami berdua. Mama dan Ikmal duduk menekuri lantai dengan tatapan kosong. Wajah mereka begitu sembab dengan kantung mata yang hitam.“Assalamualaikum,“ ucap kami bersamaan. Ikmal dan Mamah langsung mendongak. Ikmal menghampiri Mas Hasan, memeluknya sambil sesenggukan. Sementara Mamah menatapku tajam.“Puas kamu, Hah? Puas kami sudah bikin anakku sekarat?“ teriaknya yang tentu saja membuat mataku terbelalak sempurna. “Apa maksud Mamah?“ Mas Hasan melepaskan pelukan Ikmal, lalu menatap Mamah penuh tanya.“Coba kamu tanya,
Read more
Mental pengemis
Satu minggu berlalu dengan cepat. Ningrum masih koma, sementara bayinya sudah kami bawa pulang. Walau enggan berbicara denganku, tapi Mamah tak menolak saat aku membawa pulang Bayi Ahmad Hikam Zaidan.Bulan suci Ramadhan telah tiba. Selama di sini Mas Hasan terpaksa bolak-balik Cianjur-Bogor untuk memantau grosir dan gerai MM. Alhamdulillah, kami dikaruniai karyawan yang jujur dan profesional hingga gerai bisa berjalan seperti semestinya.Pukul dua dini hari, aku terbangun oleh tangisan bayi Zaidan. Sembari membuatkan susu, kuhangatkan nasi dan lauk untuk sahur nanti. Selama satu minggu di Cianjur, aku hanya beberapa kali bertemu dengan Nuri dan Rika. Itupun saat menjemur pakaian. Walau begitu, aku tetap menjalankan kebiasaan di Bogor. Membagikan lauk jika memasak dalam jumlah banyak.Satu jam berlalu, Mas Hasan sudah bangun. Dia berdiri di ambang pintu sambil menatap keponakannya yang kutidurkan di atas ayunan rotan. “Zaidan sudah tidur lagi, Dek?“ tanyanya.“Sudah, Mas.“ Aku menjaw
Read more
Tak tahu terima kasih
Ningrum sudah sadar. Keadaannya pun perlahan membaik. Besok, dia dan Nuri akan pulang. Mamah menyuruh Mas Hasan menyiapkan dua tempat tidur di ruang keluarga. Aku paham, secara tidak langsung Mamah menyuruhku.Aku meminta bantuan Rika menyiapkan segalanya. Awalnya Rika menolak tapi setelah Uwak Piah memberi wejangan, barulah dia mau ikut membantu.“Hamil besar itu jangan manja. Hamil trimester awal memang rentan, tapi hamil besar justru harus lebih gesit. Biar nanti lahirannya lancar. Biasakan banyak bergerak, banyak jalan kaki, jangan dikit-dikit naik motor.“ Uwak Piah kembali memberinya wejangan saat aku dan Rika sedang memasangkan sprei pada kasur.Rika tak menjawab. Dia hanya menunduk dengan bibir mengerucut. Setelah tempat tidur rapih, aku dan Uwak Piah ke dapur. Memasakan menu berprotein tinggi untuk recovery Ningrum dan Nuri. Selain gulai ikan gabus, kami juga merebus setengah kilo telur ayam juga menyiapkan susu murni juga aneka jenis lalaban. Rika membantuku menyiangi sayuran
Read more
Idul Fitri
Waktu bergulir dengan cepat. Ramadhan sudah menginjak hari ke dua puluh. Aku dan Mas Hasan menunda wacana franchise Martabak Menantu dengan berbagai pertimbangan.Di bulan yang suci ini, kami fokus memperbaiki diri dan memohon ampunan. Gerai Martabak Menantu dihandel Irwan, kami hanya memantau saja. Gerai MM makin hari makin berkembang. Rekening mulai mengembung. Satu persatu keinginan kami mulai tercapai. Salahsatunya bisa membahagiakan orangtua, terutama Bapak mertua Rahimahallah. Setiap hari kami membuat menu takjil dan menyimpannya di masjid komplek. Para tamu yang datang ke masjid komplek, bukan hanya warga komplek tapi banyak juga mereka yang kesorean, seperti kurir, petugas sampah bahkan pemulung rongsokan. Semua sedekah yang dikeluarkan, kami niatkan untuk Bapak mertua. Semoga Bapak bahagia di alam sana. AamiinSemenjak kejadian itu, keluarga Mas Hasan benar-benar tak menghubungi kami. Kami hanya bertukar kabar dengan Uwak Piah dan Uwak Ayi. Dari mereka, kami tahu bagaimana k
Read more
Tega
Embusan angin sore membelai tubuh. Kueratkan cardigan rajut seraya tersenyum melihat pemandangan sunset yang begitu memanjakan mata. Sudah dua hari kami berada di Cidaun, daerah selatan Cianjur.Bersilaturahmi ke keluarga besar Ammah. Selain ada Ummi--ibunya Ammah--di sini juga tujuh adik Ammah. Sedangkan Kakak Ammah satu-satunya tinggal di daerah Cibinong, tiga jam dari Cidaun.Hari lebaran ke-lima ini belum ada tanda-tanda permintaan maaf maupun balasan pesan dari keluarga Mas Hasan. Padahal dilihat setiap harinya, Ningrum selalu mengunggah foto dan video kebersamaan keluarga. Aku tahu karena akun literasi Es Lilin milikku masih berteman dengannya. Sampai hari ini Ningrum belum tahu, kalau akulah pemilik author cerita favoritnya itu.Mas Hasan dan Khalid begitu sumringah. Selain bermain pasir, mereka juga kejar-kejaran. kuabadikan momen itu dan menggunggahnya di akun Es Lilin, setelah wajah mereka kububuhi stiker love. Aku ingin tahu seberapa besar kepekaan Ningrum pada sosok Kakang
Read more
Masalah
Hari begitu cepat berganti. Idul adha tinggal lima belas hari lagi. Keinginan untuk memberangkatkan Bapak ke tanah suci sudah terlaksana. Satu bulan lalu, kami ditemani Uwak Piah dan Uwak Ayi sowan ke pondok Miftahus Sunnah. Menitipkan milik Bapak. Uang itu kami berikan salahsatu pengajar di sana untuk berangkat ibadah ke tanah suci dan membadalkan Bapak.Kebetulan ada slot kosong calon jamaah yang gugur. Jatahnya diberikan pada sesepuh Miftahus Sunnah, jadi bisa kami ambil. Kami hanya membayar sejumlah empat puluh juta pada keluarga calon jamaah yang gugur. Awalnya aku ingin Mas Hasan yang berangkat, tapi dia menolak. Mas Hasan ingin berangkat denganku.Hari ini kami ke Bandung. Ada acara walimatussafar. Alhamdulillah, Ammah dan Appa mendapat panggilan tahun ini. Acara sudah berlangsung saat kami tiba di Bandung. Di tengah-tengah Mas Hasan pamit ke kamar. Sedari tadi ponselnya terus berbunyi, takutnya ada sesuatu yang darurat.“Ada apa?“ tanya Mbak Nisa saat melihat Mas Hasan berjala
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status