All Chapters of JADI TETANGGA MANTAN: Chapter 21 - Chapter 30
47 Chapters
FLASH BACK
Jakarta, dua belas tahun yang lalu."Assalamualaikum, Chika?" tanyaku pada seseorang di sambungan telepon. Tak sabar rasanya ingin berbicara dengan sahabat SD-ku itu. Dengan susah payah, akhirnya aku bisa mendapatkan nomor telepon Chika dari Ina, teman sekelas kami juga."Waalaikumusalam, ini siapa?" sahut suara di ujung telepon.Tapi ... kenapa suaranya laki-laki?"Ini benar nomor telepon Chika?" tanyaku dengan sedikit ragu."Maaf salah sambung." Lelaki di ujung telepon memutuskan sambungan telepon.""Hih kenapa juga salah sambung? Ina gimana sih kasih nomor?" dengkusku kesal sambil melempar handphone pertama yang kumiliki itu. Harapanku untuk bisa berbicara dan melepas rindu dengan Chika pupus sudah.Kembali kuraih handphone Nokia 3310 itu dan mengamati nomor yang tertera di layar, dengan nomor di kertas pemberian dari Ina. Setelah kuperhatikan dengan teliti, tak ada yang salah dengan nomor yang diberikannya. Tapi kenapa bisa salah sambung?[Maaf ya, tadi saya lagi kerja. Boleh kena
Read more
SIKAP ANEH TEH LINA
Ya Allah, bagaimana ini???Ingin rasanya aku kabur ke planet Mars kalau begini. Bukan hanya bibirku yang tiba-tiba kelu. Kakiku lemas, nafas tercekat, seluruh sendi terasa lepas. Ya Allah, inikah akhir hidup Anjani???Ingin aku melirik bagaimana respon Teh Lina, atau Aa Hadi. Tapi aku tidak sanggup, aku hanya menunduk dan menunggu dengan pasrah, apapun yang akan terjadi selanjutnya."Sarah, maksud kamu apa?" tanya Teh Lina yang masih kebingungan.Kupejamkan mata dan berharap Sarah tiba-tiba bisu. Ya ampun jahat banget kamu Janiiii!!!"Mamaaaaaaaaaa ...! " Suara tangisan Hamdi, yang sering membuatku kesal, kini terdengar bagai pembawa alunan kesejukan."Hamdi?" seruku.Wussshhh!!!Kuambil jurus seribu langkah mengatasnamakan kekhawatiranku pada Hamdi.Terima kasih Nak, terima kasih! ucapku penuh haru.Dengan gemetar, aku menyusui Hamdi yang tangisnya langsung berhenti begitu aku datang.Menyusulah sepuasnya Nak, hari ini kamu pahlawan Mama! Ucapku dalam hati, sambil mengecup keningnya.
Read more
KEBOHONGAN LAIN
Teteh marah atau enggak sih, sama Jani?Hiks, mending Teteh bu**h Jani sekalian deh!Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi untuk menyapu halaman, agar bisa bertemu dengan Teh Lina. Karena biasanya, dia akan membeli sayuran di ujung gang setiap pagi.Selain ucapan terima kasih atas oleh-oleh yang dia berikan, aku juga ingin memastikan sikap Teh Lina setelah mengetahui semuanya dari Sarah.Lama kusapu jalanan, hingga debu pun ikut menghilang, tapi Teh Lina tidak kunjung keluar. Ya Allah, apa Teh Lina tahu, kalau Jani nungguin Teteh?Rasanya kenapa lebih sakit daripada saat tahu telah dibohongi Aa Hadi ataupun Mas Pras?"Bersih amat sih, Ma!" tegur Mas Pras yang sedang bersiap berangkat kerja dan memanaskan motornya.Aku hanya mendelik tak menyahut. Sesaat kemudian, aku teringat sesuatu dan langsung menghampiri Mas Pras.Hari ini, kan hari gajian Mas Pras. Dan untuk pertama kali, aku tak ingin melewatkannya, meski hanya sekedar mengambil uang di ATM."Mana kartu ATM-nya Pa? Katanya Ma
Read more
SALAH BICARA
Aku meringis saat rasa sakit di sekitar perut bagian bawah mulai menjalar.Perlahan, berusaha kembali mengingat kejadian tadi siang. Meski samar, aku masih ingat dan cukup sadar, saat dokter dan para perawat menanganiku yang mengalami pendarahan dan menyebabkan keguguran.Air mataku mengalir begitu mengingat, bayi di dalam kandunganku tidak bisa bertahan. Ya Allah ... apakah ini dosa Jani karena sempat mengeluhkan kehamilan ini?Samar-samar, kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan mendapati seorang wanita sedang duduk sambil memainkan ponselnya.Tapi ... bukankah itu Teh Lina?Ya Allah ... apa karena Jani rindu sama Teh Lina, terus jadi terbayang-bayang? Mana mungkin Teh Lina ada di sini?"Ehm ...!" Aku berdehem, bukan saja karena tenggorokanku kering, tapi sengaja agar menarik perhatian wanita berkerudung ungu yang sedang menunduk itu.Mendengarku berdehem, dia memasukan ponselnya ke dalam tas dan beranjak menghampiriku. Kini memang jelas, kalau dia benar-benar Teh Lina. MasyaaAl
Read more
SEBUAH KEPUTUSAN
Mas Pras diam membisu. Sengaja kukeraskan volume suara, hingga keluarganya sangat terkejut. Mungkin dia malu. Bukannya sungkem sama orangtuanya yang datang jauh dari kampung, Mas Pras malah melengos dan langsung pergi. Teh Lina terus menggenggam tanganku sejak tadi. Aku tahu, mungkin saat ini, aku terlihat seperti orang yang paling dikasihani.Sedangkan keluarga suamiku, mereka diam saja. Mungkin malu dengan kelakuan anaknya."Maaf ya Pak, Bu ...," ucapku sebisanya."Untuk apa, Nduk? Pras yang salah. Ibu sampai kehilangan muka begini!"Aku menghela nafas. Asal jangan suruh Jani cari ya Bu, Jani enggak tau hilang di mana, beneran deh ...!"Baiknya, kalian istirahat di kontrakan aja. Jani enggak tega. Kalian pasti capek seharian ini."Kasihan juga aku melihat mereka yang dipenuhi rasa bersalah. Terlebih, mereka belum istirahat sejak tiba siang tadi.Setelah memberi wejangan panjang lebar sampai aku mengantuk, keluarga Mas Pras menuruti saranku untuk kembali ke kontrakan."Sebentar lag
Read more
DAPAT KUNJUNGAN
Assalamualaikum Teh ...Ketika membaca pesan ini, Jani berharap Teteh dalam keadaan bahagia.Terima kasih karena telah mengizinkan Jani memiliki seorang kakak seperti Teteh.Hanya ini yang bisa Jani berikan, semoga Teteh suka. Jani tau, Teteh bisa membeli apapun yang Teteh inginkan. Kalau bisa, apapun juga akan Jani berikan untuk Teteh, sebagai rasa terima kasih yang tulus dari seorang adik.Jangan melow ya Teh, nanti make-up nya luntur!_____________________________________________Pesan yang kutulis untuk Teh Lina dan kuselipkan bersama dengan tas kecil berwarna ungu, kembali terlintas di ingatanku.Aku sama sekali tidak menyangka, apa yang kutulis dadakan itu, bisa meredam kekesalan Teh Lina saat mengetahui masa laluku dengan Aa Hadi. Padahal, saat itu aku benar-benar tulus menuliskannya, karena rasa sayangku padanya sebagai seorang adik.***Hari ini, aku akan kembali ke kampung dan memulai lembaran baru di sana bersama anak-anakku.Mas Pras, bahkan tidak menahan sama sekali keti
Read more
TAMU TAK TERDUGA
Perasaan ku tiba-tiba jadi enggak enak karena Teh Lina berkata begitu. Kulihat Aa Hadi yang tampak asyik ngobrol dengan Mang Nakim. Dulu itu, mereka sering mancing bersama Bapak."Jangan ngomong begitu ah, Teh ... Kalau mengungkit masa lalu, Jani nggak enak sama Teteh!" ungkapku pada Teh Lina "Teteh mah santuy Neng! Malah kepikiran buat jadiin kamu istri keduanya Papi!"GlekkYa ampun Teh, ceplas-ceplos sih nggak apa-apa, tapi nggak langsung ke point begitu juga kali!"Ish Teteh, ngomong apa, sih? Jani masih punya pikiran kali Teh! Nggak mungkin Jani berpikir sampai ke sana!" sungutku kesal.Menikah dengan Aa Hadi? Jadi istri kedua? Mau sih mau Teh, tapi kalau istri pertamanya Teteh, Jani nggak sanggup!Teteh itu terlalu baik di mata Jani."Tapi Teteh udah mikir ke sana lho, Neng! Lagipula, Teteh lihat si Aa masih perhatian kan, sama kamu?""Teteh jangan ngomongin itu ah. Jani aja belum resmi bercerai dari Mas Pras. Lagi pula, nggak mungkin Jani nyakitin hati Teteh!""Kalau Teteh yan
Read more
KEPERGIAN
Apa dia benar-benar Sarah keponakan Teh Lina? Tapi ... untuk apa dia datang ke sini?Aku sangat yakin dia adalah Sarah, keponakan Teh Lina yang pernah memergoki aku dengan Aa Hadi, juga yang telah menceritakan semuanya pada Teh Lina.Setelah membuka pintu, kupersilahkan dia untuk masuk dan duduk. "Maaf, pasti Teh Jani kaget ya ...." Sarah bicara dengan lembut dan sopan. Beda sekali waktu dia memergoki aku dengan Aa Hadi. Sangar kayak singa. Wajar juga sih, kan Bibinya dikhianatin sama mamangnya!"Iya, memang kaget. Tunggu sebentar ya, Teteh bikin minum dulu!"Tanpa meminta persetujuannya, aku ke dapur untuk membuatkan Sarah minum.Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku. Ada apa Sarah sampai jauh-jauh datang ke sini?Setelah membuatkan segelas Teh hangat, dia memintaku untuk bicara dengan serius.Padahal dari tadi kurang serius apa ini coba?"Apa Bibi sudah bilang sama Teh Jani, kalau dia minta Teteh nikah sama Mamang Hadi?" tanya Sarah sambil meneguk teh manis hangat buatanku. "Uhu
Read more
TAMU JAUH
"Bu, bagaimana ini? Apa kita harus menginap atau bagaimana?" Samar-samar kudengar suara Bapak saat aku mulai sadar. Kenapa aku harus pingsan lagi? Padahal aku ingin mengantarkan Teh Lina sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya. Aku yakin saat ini dia sudah dikebumikan. "Nanti tanya Anjani dulu Pak, kasihan dia pingsan berkali-kali ...," jawab Ibu. "Bu ...," panggilku pada Ibu. "Teteh udah sadar? Sebentar Ibu bikinin Teh manis, biar kuat ...." Ibu berlari ke dapur meninggalkan aku dan Bapak di sini. "Anak-anak di mana Pak?" "Diajak main sama Dini dan Anjeli. Tadi ... Dini nggak berhenti nangis, tapi setelah main dengan anak kamu, dia bisa melupakan sejenak kesedihannya." Ya, Dini pasti sangat terpukul dengan kepergian maminya. Selain bungsu, selama ini dia sangat bergantung pada Teh Lina. "Bagaimana Teh, kita pulang kapan? Jujur aja, Ibu nggak enak karena banyak saudara mereka di sini. Dari tadi nanya sama Ibu. Ibu 'kan jadi bingung, Teh, mau bilang mantan pacar apa manta
Read more
DILAMAR
Lalu, ke mana Bapak?Apa Ibu sengaja berbohong agar aku menemui Aa Hadi di sini?Baru saja aku hendak berbalik, Aa Hadi memanggilku."Jani!""Heumm ...."Aku berhenti dan diam sejenak."Aa mau ngomong.""Ngomong aja atuh, A, itu juga lagi ngomong kan?" sahutku ketus."Duduk dulu!" pintanya.Kuturuti permintaan dia untuk duduk dan bersiap mendengarkannya"Kenapa?" Aku penasaran juga."Nikah, yuk!" jawabnya santai."Ish, ngajakin nikah kaya ngajakin main. Nikah itu 'kan bukan buat mainan!" seruku kesal."Terus maunya gimana, yang romantis? Aa kan nanya dulu, takut ditolak!""Belum usaha udah takut duluan, gimana sih?"Mendengar ucapanku, Aa Hadi diam. Mungkin dia kesal mendengarnya."Aa nggak usah usaha macem-macem, Jani cuma bercanda kok!" Aku mencoba meredam suasana. Kasihan mukanya melas begitu gara-gara kesal."Jadi Aa diterima?"Ish, kenapa matanya jadi membulat dan tampak bersinar-sinar begitu?"Nggak!" Mataku spontan meliriknya dan wajahnya kembali melas, mungkin dia bingung.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status