Semua Bab Hidup di Dua Hati: Bab 31 - Bab 40
44 Bab
Jackpot
Kenan menyugar rambutnya. Hampir saja pertahanannya jebol karena godaan Naya. Ternyata imannya tak sekuat yang dia pikirkan. Andai saja telepon pintarnya tak berdering, mungkin saat ini dia sudah mendaki kenikmatan yang kemudian akan mengantarkan pada neraka dunia. Sikap gadis tersebut tak bisa diprediksi, membuat Kenan harus bertindak segera. Dia sudah berpikir seharian ini, untuk mengembalikan kepada keluarga almarhum Ibu Naya. Seharusnya, memang merekalah yang bertanggung jawab atas gadis tersebut. Mengingat teleponnya, Kenan merogoh kantong celana bahan. Dia penasaran siapa yang menelepon tengah malam buta seperti ini. Terlihat nama Salwa sebagai pemanggil di layar. Dahi pria itu berkerut, apakah terjadi sesuatu pada adiknya? Ingin mendapat jawaban, dia memutuskan menelepon balik."Ada apa, Salwa?" Kenan bertanya setelah panggilan terhubung."Enggak ada pa-pa, Kak. Aku kebangun karna mimpi buruk, trus ingat Kakak. Jadi, aku telepon. Kakak baik-baik aja, kan?" Terdengar suara lemb
Baca selengkapnya
Terusir
Hasna masih bertahan dalam mobil Refan. Setelah dua hari di Surabaya, rasanya malas sekali kembali ke rumah sendiri. Dia bahkan tinggal di studio foto selama dua hari. Bangunan yang berada di pusat kota Jakarta itu adalah rumah kedua baginya. Bila dikejar dead line atau sedang bermasalah, dia lebih suka tinggal di sana. Selain lantai dasar yang diperuntukkan untuk kantor, lantai dua disulapnya menjadi kamar pribadi yang sangat nyaman. Dengan kaca lebar dan besar menghadap jalan raya, Hasna bebas menikmati kerlip lampu-lampu kendaraan yang berlalu-lalang. Bagian atap kamarnya, sebagian dipasangi atap transparan, hingga saat tidur pun dia bebas mengamati langit malam.Hasna menatap dengan wajah murung rumah berlantai dua di hadapan. Dua pilar seperti raksasa menyangga bagian depan. Deretan bunga-bunga hias yang dulu menjadi favoritnya, kini tak lagi tersentuh. Gemericik dari air mancur kecil di samping rumah tak lagi mampu menyejukkan hati Hasna."Kamu enggak mau masuk?" tanya Refan den
Baca selengkapnya
Amarah Membakar Logika
Kenan tersentak saat sinar matahari menyentuh wajahnya tiba-tiba. Dia refleks menjadikan telapak tangan sebagai tameng, agar cahaya terang itu tidak menusuk retina. Setelah matanya menyesuaikan dengan cahaya di dalam kamar yang seketika benderang, dahinya berkerut melihat Naya berdiri di dekat jendela sambil tersenyum."Selamat pagi Uda. Ayo bangun, aku udah siapin sarapan yang spesial buat suamiku tersayang."Kenan menyibak selimut dengan kesal. Satu minggu setelah dia menjatuhkan talak kepada Hasna, bukannya merasa tenang, hidupnya semakin kacau. Dia mulai jarang ke kantor. Untuk urusan kelancaran usaha diserahkan ke orang-orang kepercayaannya."Uda, ditanya, kok, malah diam." Naya mendekat, sambil menyentuh lengan Kenan.Alih-alih Kenan menanggapi, dia menepis tangan Naya. "Dengar! Aku enggak suka kamu masuk kamar aku." Dia membuka pintu kamar. "Keluar!" titahnya dengan nada dingin.Naya tertawa sumbang, wajahnya yang semula ceria, memerah mendengar pengusiran Kenan. "Uda bercanda
Baca selengkapnya
Kasih Sayang yang Pupus
Kenan tergopoh-gopoh menghampiri meja resepsionis rumah sakit. "Permisi, suster! Korban kecelakaan atas nama Naya Rusli di mana?" Wajahnya menyiratkan kecemasan yang luar biasa. Baru saja menutup pagar rumah, teleponnya berdering mengabarkan gadis itu mengalami kecelakaan. Parahnya, si gadis mengendarai mobil rental yang keadaannya rusak parah."Sebentar, Pak," ujar sang perawat seraya mengecek data pasien di komputer di hadapan. "Pasien atas nama Naya yang kecelakaan itu, ya, Pak?"Kenan mengangguk."Pasien ada di ruang IGD. Lewat di situ, Pak." Sang perawat menunjukkan arah ke mana Kenan harus berjalan.Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu bergegas mengikuti petunjuk arah dari perawat tadi. Jantung pria itu bertalu-talu. Bagaimanapun, Naya tetaplah tanggung jawabnya. Jika terjadi sesuatu dengan gadis itu, tentu dia akan sangat merasa bersalah. Namun, yang jadi pertanyaan, untuk apa Naya merental mobil sementara gadis tersebut bisa menggunakan mobilnya?Langkah Kenan melambat meli
Baca selengkapnya
Ruang Hati yang Berantakan
Kota Jakarta diguyur hujan seharian. Rumput basah yang dihiasi warna cokelat dari daun-daun akasia yang gugur diembus angin kencang semalam, menciptakan korelasi warna yang tidak seimbang, tapi cukup mampu membuat teduh mata memandang. Warna saga di ujung cakrawala, perlahan menepi dan memburam ditutupi awan-awan kelabu yang menggantung. Langit masih mendung menyisakan derai gerimis tipis yang tempiasnya jatuh ke tubuh Kenan.Lagi dan lagi Kenan datang ke rumah sakit. Tiga hari berlalu sejak kecelakaan yang menimpa Hasna, dia belum bisa menemui wanita itu. Setiap kali keinginan itu datang, langkahnya seakan dipaku oleh rasa bersalah. Pada akhirnya dia hanya mampu berdiri termangu di depan ruang IGD. Kenan mulai terbiasa dengan aroma obat-obatnya yang menusuk penciumannya. Kedatangan pria itu hanya untuk mencari tahu bagaimana perkembangan Hasna, yang telah dipindahkan ke ruang perawatan. Dia terlalu malu untuk meminta izin kepada Hasan. Apalagi mengingat sorot Indah yang seolah-olah
Baca selengkapnya
Pusaran Samsara
Hasna berharap bulan Desember tak pernah ada, pasti lebam-lebam di dadanya juga tak akan tercipta. Juga berharap tak pernah mengenal kata cinta. Dua kali membuka hati, selalu kecewa menjadi muara. Andai saja tiada sang ayah menjadi penguat, mungkin saat ini dia tinggal nama. Bukan berarti dia pecundang, memilih menyelesaikan dengan cara hina, tetapi luka di dada terlalu dalam hingga menyeretnya dalam pusaran lara. "Ini takdir. Kita dipaksa berdiri di tengah-tengah pusaran samsara dan parahnya, tidak bisa menolak. Hanya menerima pasrah hantaman dari keperkasaan garis nasib." Hasan menasehati sang putri yang duduk termangu di atas kursi roda. Keadaan Hasna sudah lebih baik. Dia hanya butuh beberapa kali terapi dan pengobatan rutin agar kembali pulih seperti sedia kala. Namun, pria itu tahu. Luka batin putrinya butuh waktu yang sangat lama untuk kembali baik-baik saja. Saat luka itu sembuh, bukan berarti lupa. Benaknya akan menyimpan ingatan tersebut menjadi kenangan paling kelabu yang
Baca selengkapnya
Bukan Mereka, tapi Untukmu
Susah payah Hasna menahan air mata agar tak jatuh di ruang perawatan Naya. Dia bergegas keluar dari tempat itu, menolak bantuan Salwa mengantar kembali ke kamarnya. Dia seolah-olah punya kekuatan lebih untuk menghindar lebih cepat. Napasnya memburu, dia menggerakkan kursi roda dengan gesit. Namun, bukan ke kamarnya. Hasna justru membelokkan kursi roda ke taman rumah sakit. Di bawah pohon akasia yang berdaun rimbun, sepi dari lalu-lalang orang, dia menghentikan gerakan tangannya. Genangan air di kelopak mata, akhirnya luruh jua. Tetes-tetes tangis menderas di pipi Hasna, sementara bibirnya bergetar menahan isak. Dia tak tahu apa yang tengah dirasakan. Semua rasa padu di dada. Kasihan, marah, dan benci. Dia tak bisa mendefenisikan, hanya ingin marah pada nasib yang tengah dilakoni. Salahkah jika belum mampu memaafkan Naya? Dia hanya manusia. Tak mudah bersikap baik-baik saja, sedangkan hatinya sudah tak berbentuk lagi, hancur berkeping-keping. Hasna lelah berpura-pura tegar. Selalu me
Baca selengkapnya
Lepaskan dan Ikhlaskan
Nahas ... pijakan-pijakan pengampu terjerat ketetapan adat Tali Tigo Sapilin. Tercabar hatiku tertebuk pasak kelaziman etika. Isyarat jarimu seolah-olah menyuruhku diam dan mendengarkan semilir angin di persawahan. Langkah-langkah berangasan kakiku berhenti beranjak, beradu tajam pada sengatan matahari Tertunduk, mataku melihat hamparan keindahan padi mulai menguning. Di senja kala kupetik setangkai dan menyelipkan di daun telinga. Tersenyum dan berlari sesekali melewati sungai-sungai kecil di antara seruan-seruan manja memanggilku, memaksa mengejar mengiring selaras pada seiras wajahmu yang memesona.Naya, ruang sepi.-----------Kenan termenung melihat goresan tangan Naya. Sebuah diary bersampul biru langit diberikan gadis itu semalam dan berpesan agar membaca semua yang tertulis di buku berukuran dua telapak tangan orang dewasa. Dari sekian banyak curahan hati Naya, yang semuanya perihal kerinduan kepada sang pria, juga betapa kesepiannya dia tanpa kasih sayang seorang ibu meski
Baca selengkapnya
Hati yang Masih Bersiteru
Kata ikhlas mungkin sangat mudah untuk diucapkan, tetapi sulit diaplikasikan. Bisa saja bibir mengatakan ratusan kali. Namun, bagaimana dengan hati yang telanjur tersakiti? Tidak mudah luka yang bersarang di dada sembuh begitu saja. Bagi sebagian orang butuh waktu yang sangat lama, tapi bagi sebagian lagi mungkin bisa sangat cepat, tergantung sedalam apa perih terhunjam ke kalbu dan sebesar apa benak mengingat rasa kecewa.Seperti Hasna, dia mungkin memaafkan almarhumah Naya. Dia mencoba mengerti alasan yang melatarbelakangi gadis tersebut berbuat keji padanya. Harapan terlalu besar, tetapi sama sekali tak sesuai kenyataan, membuat gadis itu depresi. Membiarkan pikiran-pikiran buruk menguasai dirinya, hingga terjebak dalam ilusi yang diciptakan sendiri. Pola salah asuhan juga memicu kepribadian yang tak menerima penolakan dari siapa pun. Doktrin sejak kecil bahwa dia adalah seorang ratu, putri kesayangan almarhum Mak Rusli, bisa memiliki apa saja, boleh meminta apa pun, membuat Naya
Baca selengkapnya
Waktu yang Tepat Untuk Berpisah
Kenan menatap pintu bercat putih di hadapan dengan sorot entah ... seperti pintu, hati Hasna juga tertutup untuknya. Kata-kata wanita yang pernah mengisi hatinya itu, teramat tajam menikam jantung. Meski tak berkata kasar, tetapi mampu menebas semua harapan yang dia bangun sejak beberapa hari yang lalu. Setelah mengantar jenazah almarhum Naya ke kampung halaman dan memakamkannya di sana, Kenan kembali ke Jakarta dengan seribu doa yang selalu dia langitkan. Semoga Hasna mau memperbaiki dan mengarungi kembali samudera rumah tangga bersamanya. Dia yakin, tak mudah cinta pupus dari hati wanita tersebut. Apalagi mereka nyaris memiliki seorang anak. Oleh karena itu, dengan keyakinan penuh dia mendatangi Hasna. Meminta maaf dan berharap sang wanita mau kembali padanya. Namun, dia lupa sesuatu. Hati yang tersakiti tidak mudah melupakan siapa penggores luka begitu saja.Raut datar dan dingin Hasna masih terbayang di pelupuk mata saat tadi keduanya berbicara di teras rumah. Tatapan sang wanita
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status