Kenan membuka jendela kamar untuk melihat bulan sabit yang tergantung di langit malam. Angin sedikit berisik, entah apa yang sedang mereka perbincangkan. Mungkin sedang membicarakan pria yang terlihat hidup, tetapi mati. Seseorang pecundang yang kini hidup dari sisa kenangan yang dikais dari masa lalu.Pandangan Kenan jatuh pada bunga-bunga hias di samping rumahnya. Bunga lili beraneka warna memenuhi rak-rak besi yang dicat merah menyala. Dia ingat, dulu Hasna merengek padanya agar dibuatkan rak-rak tersebut. Kesukaan pada bunga lili, sama persis seperti almarhumah sang mama. Hampir setiap sore, wanita itu berada di sana. Memberikan kasih sayang seperti seorang ibu kepada anaknya. Sering Kenan meledek, mengapa Hasna bicara pada bunga yang jelas tak bisa mendengar atau merespon ucapannya. Wanita itu menjawab, bunga-bunga itu seperti anak baginya. Bila dirawat dengan segenap kasih sayang, dia akan tumbuh subuh. Mereka memang tak bisa mendengar, melihat, tetapi bisa merasakan kasih s
Rumah berlantai dua di hadapan Kenan masih sama. Hamparan rumput jepang, bunga-bunga hias, dan riuh kicau burung perkutut milik Ayah Hasna. Pria itu tak melihat perubahan apa pun meski putri sang empunya rumah melanglang buana entah ke mana. Hanya saja saat bertamu, ada kekosongan di mata renta Hasan, setiap kali nama putrinya disebut."Hasna paling tidak suka suara burung perkutut," celutuk Hasan. Saat ini keduanya duduk di teras, seraya menikmati mentari yang mulai lingsir ke barat.Kenan tersenyum tipis. Dia ingat omelan Hasna saat hendak membawa salah satu burung perkutut milik Hasan. Wanita itu bilang, suara perkutut itu tidak merdu, membuat telinganya pekak. Dia pikir alasan yang dikatakan si wanita sangat mengada-ngada, tetapi Kenan tak berani memprotes. Bila satu pertanyaan mengandung protes saja keluar dari bibirnya, Hasna dengan senang hati membawakan bantal dan selimut ke sofa. Tak lupa mengatakan bahwa dia ingin tidur sendirian."Dia pasti mengatakan kalau suara perkutut i
Harusnya Hasna menahan diri lebih lama tinggal di rumah, tetapi tiga hari menghabiskan waktu melepas kerinduan, berbincang pengalamannya selama dua tahun dengan ayah serta ibunya, dia tak tahan untuk tidak menemui Refan. Dia penasaran, bagaimana temannya itu mengelola studio foto yang dia titipkan. Apakah berkembang? atau malah berantakan?Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Hasna meraih kunci dan mengemudikan mobil menuju studio foto. Di sepanjang perjalanan hatinya menghangat melihat tempat-tempat yang pernah dikunjungi bersama Kenan. Sosok pria itu selalu mengikuti ke mana saja dia pergi, seakan tak bosan menghadirkan ke dalam ruang imaji. Sekuat apa pun Hasna mencoba mengusir, bayang-bayang pria tersebut selalu datang. Namun, sosok Kenan yang dia lihat beberapa hari yang lalu, menghantarkan perih ke dadanya. Apakah pria itu telah melupakannya? Mengapa Refan tak mengatakan apa pun? Hal ini juga yang membuatnya ingin segera bertemu.Dering telepon membuyarkan ingatan Hasn
Hasna membekap mulut agar isaknya tak terdengar keluar. Hati wanita itu lelah terus berharap agar manik matanya melihat dua garis merah. Namun, hampir dua tahun pernikahan dan menghabiskan banyak tespack, lagi-lagi dia harus menelan kecewa. Dia selalu berdebar saat jadwal menstruasi datang. Berharap siklus bulanan itu berhenti dan memberikan kabar baik. Namun, sepertinya Hasna harus memupus harapan memiliki anak."Sayang, buka pintunya." Suara Kenan terdengar dari balik pintu kamar mandi. Panggilan sang suami tak membuat Hasna bergeming. Dia masih sibuk mengemasi rasa kecewa yang kembali berhamburan ke dadanya. Dia menatap pantulan wajah yang terlihat kacau di dalam cermin. Pikiran-pikiran buruk bertandang ke tempurung kepalanya. Bagaimana jika dia tak bisa memiliki anak? Bagaimana jika Kenan menggantikan posisinya dengan wanita lain? Lalu, jawaban apa yang akan diberikan kepada sang ibu yang sangat berharap menimang cucu?Bila pertanyaan-pertanyaan itu mendesak kepalanya, Hasna kemb
Hasna menghirup udara dengan rakus. Tangan wanita itu mencengkeram setir mobil sangat kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Dada wanita berkulit sawo matang itu turun naik menahan amarah yang bergumul di dada. Lagi, dia mendapatkan bukti perselingkuhan sang suami. Awalnya, Hasna hanya menganggap perilaku Azka yang suka menggoda karyawan kontrak di dekat kantor pria itu bekerja, sebagai gosip belaka. Dia tidak pernah menanggapi karena sikap pria tersebut tak berubah padanya. Namun, gosip itu berubah menjadi fakta, saat seseorang mengirimkan foto-foto kemesraan Azka dengan beberapa wanita. Hati wanita yang telah menikah selama satu tahun itu, retak seketika. Kepercayaan yang dia berikan seratus persen dikhianati oleh pria tersebut. Hasna masih mencoba bersabar. Sebagai seorang istri, dia tak mau lancang kepada suaminya. Dia menanyakan masalah tersebut dan membicarakan dengan kepala dingin. Awalnya Azka membantah, tetapi setelah bukti-bukti ditunjukkan kepadanya, pria yang lebih mud
Mentari sudah terlihat gagah di langit. Teriknya tak membuat semangat orang-orang luntur untuk keluar rumah. Entah untuk mencari rezeki, menuntut ilmu, ke pasar, atau sekadar berjalan-jalan mencari sarapan. Jalanan masih terlihat basah sisa hujan deras semalam, genangan air di jalan berlubang membuat banyak pengendara memperlambat laju kendaraannya jika tak ingin terjatuh, paling penting untuk menghindari kecelakaan.Hasna juga tak mau ketinggalan. Pagi-pagi sekali, wanita itu sudah bangun dan mempersiapkan diri. Mengenakan celana jeans dan kemeja longgar, serta mengikat rambutnya tinggi seperti ekor kuda, membuat gerakannya menjadi lebih luwes. Sepatu kets putih dipilih menjadi alas kaki. Wanita tiga puluh tahun itu memang lebih nyaman dengan gaya kasual. Pekerjaannya di bidang fotografi membuatnya dituntut harus bergerak aktif dan kreatif. Oleh karena itu, gaun, rok, dan tetek bengek pakaian khas wanita, menjadi pilihan terakhirnya. Hasna melirik jam yang tergantung di dinding, sud
Pantai Tanjung Lesung adalah pantai yang berada di sekitar Anyer. Sering disebut-sebut sebagai surga yang tersembunyi. Meski pun akses menuju lokasi cukup jauh, tetapi keindahan alamnya sungguh luar biasa. Apalagi hamparan pasir yang berwarna putih berpadu dengan kilau air laut yang bening dan berwarna hijau kebiru-biruan. Merupakan tempat yang pas untuk bersantai dan bermain di wahana yang memang disediakan di sana. Tempat tersebut memang sangat indah, tak salah sepasang calon pengantin yang menjadi klien Hasna, memilih tempat tersebut untuk sesi pemotretan prewed mereka. Biasanya tempat itu sangat ramai dikunjungi setiap akhir pekan, oleh karena itu mereka bersepakat bertemu di hari senin. Hasna masih sibuk mengambil foto dari kliennya. Sesekali mengarahkan agar hasil yang didapat menarik. Refan juga tak kalah heboh. Pria itu juga ikut memperagakan gaya agar foto terlihat estetik. Sesekali di sela-sela jeda pemotretan, Hasna melirik pria yang bernama, Kenan. Pria itu duduk sambil
Bagi anak perempuan, ayah adalah cinta pertama mereka. Hanya ayah satu-satunya pria yang tak akan pernah menyakiti, mengkhianati, dan menduakan. Seorang ayah adalah 'role mode' bagi putri mereka dalam mencari pasangan hidup. Seperti itu yang dirasakan Hasna. Hasan adalah satu-satunya orang yang mengerti suasana hatinya. Bukan menepikan keberadaan Indah, tetapi ada hal-hal yang tak bisa dia katakan kepada ibunya. Peran sang ayah di mata Hasna sangat luar biasa. Sesibuk apa pun pria itu, selalu menyempatkan waktu menelepon, sekadar menanyakan bagaimana sekolahnya hari ini? Sudah makan atau belum? Dan bila pulang bekerja pasti tak pernah lupa membawakan makanan kesukaan putrinya. Hasan bagi Hasna bukan sekadar ayah, tetapi juga panutan dalam hidupnya. Apalagi setelah perceraian dengan Azka, ayahnyalah yang paling sering membesarkan hatinya. Menguatkan sang putri bahwa semua akan baik-baik saja. Semua air mata, rasa sakit, juga kecewa adalah cara Tuhan memisahkan dirinya dari orang yang