Semua Bab Lamaran untuk Bayi Tak Bernasab: Bab 11 - Bab 20
91 Bab
Memanfaatkan Anakku?
"Kenapa? Anakku!” teriak Anin kala Harris tak melanjutkan ucapannya. Pria itu menghela napas. “Anakmu … membutuhkan perawatan lebih intensif.” Anin memejamkan mata, dunianya seketika itu juga hancur. Ia hanya diam menatap kosong Harris. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan membawa Bhama ke rumah sakit besar dan berusaha menyembuhkannya.” “Tidak perlu,” jawab Anin dingin. “Karena aku tahu niatmu tidak tulus, kamu memanfaatkan sakitnya anakku agar aku mau menerima perjanjian bodoh itu ‘kan? Lebih baik tidak usah.” “Kamu mau melihat dia terus menderita begitu? Tidak cukupkan kamu membuatnya menderita saat di dalam kandungan‼” bentak Harris karena kesal dengan keras kepala Anin. Anin tersenyum sinis. “Anda ini tahu apa? ANDA TAHU APA TENTANG HIDUP SAYA‼!” balas Anin tak kalah tinggi. “JAWAB! KENAPA HANYA DIAM‼” Harris menghela napas, ia lantas bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Dari luar, Anin mendengar suara kucuran air. Anin berusaha tenang, ia memikirkan cara agar putranya da
Baca selengkapnya
Hamil di Luar Nikah?
“Maaf pak, pasien sudah selesai kami pindahkan. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan untuk Adik Bhama,” info perawat itu membuyarkan kegiatan Harris.Pria itu kembali bersikap dingin dan menatap datar petugas medis di depannya. “Terima kasih.”Harris segera masuk ke dalam lift dan menekan angka di mana kamar rawat Anin berada. Ia menunggu seraya memainkan ponselnya. Ia mengirimkan pesan pada assistennya untuk menghandle jadwal meeting pria itu selama beberapa hari ke depan. Ia juga meminta Damar menggantikkannya jika memang rapat tersebut tak bisa di re-schedule.Langkah Harris berjalan menyusuri koridor rumah sakit, ia menuju ke ruangan yang berada di paling ujung koridor tersebut. “Untuk adik Bhima kondisinya sudah stabil. Dokter akan menginfokan susu formula khusus untuknya dan untuk Bhama kami sedang melakukan observasi untuk menentukan pengobatan yang sesuai.”“Terima kasih, Dok,” balas Harris singkat dan datar.“Kalau begitu kami permisi terlebih dahulu pak. Beberapa jam ke dep
Baca selengkapnya
Menjadi Patrik?
“Bukan begitu, aku hanya penasaran saja.”Anin memicingkan matanya. “Kamu mulai ragu ‘kan? Sudah aku bilang aku ini bukan tipe menantu atau istri idaman. Sudahlah lupakan saja rencanamu, sebelum semuanya terja –““Aku tidak akan merubah keputusanku. Apa salahnya seorang calon suami ingin mengenal lebih lanjut dan dalam tentang wanitanya? Kurasa tidak ada yang salah.” Ucapan Harris membungkam bibir wanita berumur 22 tahun. Ia lantas diam dan mengabaikan keberadaan pria itu.“Kamu mau menitip sesuatu?” tanya Harris bangkit dari kursinya. Anin menatapnya bingung ia tak mengerti arah pembicaraannya. “Aku hendak ke kantin.”Anin membulatkan bibirnya membentuk huruf o lantas menggeleng menjawab pertanyaan pria itu. Harris mengangguk dan berlalu dari hadapan Anin. Pria itu juga mengatakan jika dirinya hendak menemui Bhima, Anin pun berteriak memanggil namanya.“Boleh aku ikut?” tanya Anin penuh harap.“Aku tanya dokter terlebih dahulu,” sahut Harris, pria itu berlalu di balik pintu kayu berw
Baca selengkapnya
Mas? Kenapa?
“Untukmu yang mau menerimaku dengan segala kekurangan dan masa lalu yang aku punya.” Anin menatap pria itu sendu.“Tak perlu berterima kasih karena semua aku lakukan dengan tulus dan bukan karena ada apa-apanya. Aku hanya merasa aku perlu melindungimu,” balas Harris membalas tatapan Anin dengan senyum bahagianya.Anin menatap Harris lekat-lekat dia mencoba mencari kebohongan di wajah pria itu. Namun, semuanya terasa nihil, Anin tak menemukan sedikitpun kebohongan di wajah Harris.“ Oh iya, ini aku ada ponsel untukmu. Aku akan –““Apa ini tidak berlebihan?” potong Anin membuat Harris mendongak dan mengalihkan perhatiannya dari ponsel baru yang ia beli.Harris menghela napas berat, ia lantas mendekatkan dirinya pada Anin dan berkata, “Jangan menolak, anggap saja ini hadiah untukmu yang baru saja melahirkan dua bayi tampan.”“Tetapi itu berlebihan, Mas. Maksudku –““Apa tadi?” tanya Harris memotong ucapan Anin.“Mas? kenapa?”Harris tersenyum bahagia mendengar sapaan baru yang disematka
Baca selengkapnya
Kabar Baik
“Takut apa, sayang?”“Takut pada ayahmu, takut akan tanggapan keluargamu padaku,” jawab Anin.“Tanggapan apa? Jangan pernah berpikiran yang buruk sayang,” ujar Harris menenangkan Anin. “Keluargaku pasti akan menerimamu,” lanjutnya. Harris lantas mengajak Anin untuk melihat video kedua putranya yang sempat tertunda sebagai pengalihan agar Anin tidak memikirkan tentang penerimaan keluarganya.Betapa senangnya Anin ketika melihat kedua wajah anaknya yang semakin tampan dari hari ke hari. Mereka terlibat obrolan ringan dan seru tentang parenting, ternyata Harris dan Anin banyak menemukan perbedaan tentang pola asuh anak.“Sudah, sudah saatnya kamu untuk istirahat,” ujar Harris mengakhiri perdebatan mereka yang tak akan pernah usai. Maklum saja keduanya berasal dari background keluarga yang berbeda.“Tetapi pembahasan kita belum selesai, Mas,” rajuk Anin.“Kita akhiri saja dan kamu menang. Mau cepat pulang atau tidak?” kata Harris dengan tatapan wajah tidak ingin dibantah. Terlihat sekali
Baca selengkapnya
Satu Anak Saja
“Kenapa?” tanya Harris ketika melihat raut wajah yang berbeda dari Anin, pria itu lalu mendekat ke arah Anin dengan tatapan bingung.     “Siapa Silvia, Mas? Dia mengirimi sebuah email,” kata Anin seraya mengembalikan ponsel Harris.     “Kamu cemburu ya?” goda Harris. Lelaki itu lalu menjelaskan jika perempuan yang mengiriminya email adalah sekretaris pribadinya. Ada sebuah pekerjaan yang membutuhkan persetujuan darinya.     Mendengar jawaban Harris membuat Anin malu, karena ia tidak memikirkan tentang hal itu. Seorang Boss macam Harris sudah tentu memiliki seorang sekretaris, yang cantik dan berpendidikan tinggi.     “Kenapa lagi?” tanya Harris menaikkan alisnya.     “Tidak apa-apa, aku boleh pinjam ponselmu lagi?” kata Anin, senyum mengembang di wajah cantiknya.     “Boleh, sebenta
Baca selengkapnya
Tak Tersentuh
“Tenang dulu Bu Anin dan Pak Harris, berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan pada keduanya. Bhima menunjukkan keadaan yang lebih baik sedangkan Bhama sebaliknya,” urai sang Dokter.  Air mata Anin tak tertahankan lagi, entah mengapa ia merasa jika putranya itu tidak akan bisa pulang dengannya. Harris terus menenangkan Anin bahkan menghibur wanita itu jika mereka masih bisa berkumpul dengan  Bhima untuk sementara waktu.  “Lalu kami harus melakukan apa, Dokter?” tanya Harris.  “Kami akan terus memantau kondisi ananda Bhama untuk beberapa hari ke depan, mohon selalu untuk mendoakan kesembuhannya,” imbuh sang Dokter. Harris berterima kasih kepada Dokter lalu memapah Anin untuk keluar dari ruangan tersebut.  “Mas ...” lirih Anin seraya menatap Harris dengan lelehan air matanya di pipinya. Harris mengh
Baca selengkapnya
Bantuan Damar
“Te-tenang dulu Bu Anin, sa-saya bisa jelaskan,” ujar lelaki itu, ia mencoba bersikap tenang berhadapan dengan Ain yang panik. “Siapa kamu? Kenapa kamu tahu nama saya?” tanya Anin, ia tampak terkejut. “Bagaimana caranya kamu masuk ke sini?” lanjut Anin. Banyak hal yang tidak di mengerti oleh perempuan itu, mulai dari lelaki itu yang mengetahui namanya lalu cara dia masuk ke dalam rumah Harris. “Nama saya Damar, saya adalah asisten Pak Harris. Saya ke mari karena diminta oleh beliau untuk mengantarkan makan siang,” jelas Damar sedetail mungkin. Netra Anin lalu beralih pada bungkusan putih yang ditenteng oleh lelaki itu. “Bagaimana caranya kamu masuk ke sini, sidik jarimu juga terbaca?” ujar Anin mengulang pertanyaannya. “Untuk bisa masuk ke rumah ini bisa menggunakan beberapa cara, saya menggunakan cara dengan memasukkan kode pin, Bu.&r
Baca selengkapnya
Jamuan Makan Malam
Kedua bola mata Anin membulat ketika melihat kedua orang tua Harris berdiri di hadapannya. Wajah mereka terlihat dingin membuat Anin kikuk. Momen canggung itu terjadi selama beberapa detik, Anin segera mengakhirinya dengan kata sambutan yang manis. “Silakan masuk Pak, Bu,” kata Anin membuka pintu lebar-lebar, ia bahkan sudah menggeser tubuhnya. “Di mana putraku?” tanya Nyonya Setya. “Mas Harris sedang –“ “Di sini Bu,” jawab Harris yang berdiri di belakang orang tuanya. Semua mata tertuju pada lelaki yang menenteng banyak barang belanjaan. “Kamu dari mana, Ris?” “Dari beli makanan untuk makan malam kita. Bu, ada makanan kesukaan Ibu lho. Aku beli di restoran langganan ibu,” ujar Harris bangga, ia tersenyum ke arah ibunya. “Istrimu tidak masak sendiri untuk
Baca selengkapnya
Baby Blues
 “Ya salah, Mas. Salah besar! Kita ‘kan belum menikah,” ucap Anin dengan nada tinggi, ia tampak panik. “Ya sudah kalau begitu, ayo kita menikah,” ajak Harris. Anin menghela nafas panjang, ia membuang wajahnya ke arah lain. Sekarang Harris terang-terangan mengajaknya menikah. Harris yang memperhatikan wajah bingung perempuan yang ada di hadapannya itu, tertawa pelan. Ia berniat mengakhiri leluconnya. “Aku bercanda, Sayang. Sebenarnya aku ke mari untuk memberimu selimut, barangkali kamu dan Bhima membutuhkannya,” ujar Harris seraya meletakkan selimut itu di ranjang. “Kamu bikin aku jantungan saja, Mas,” omel Anin, ia bisa bernafas lega sekarang. Perempuan itu lalu mengucapkan terima kasih kepada Harris yang terus menunjukkan perhatian padanya. “Kalau begitu aku keluar dulu ya, kalau kamu butuh sesuatu telpon aku saja.” 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status