Semua Bab TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN : Bab 101 - Bab 110
122 Bab
Part 37 Penyesalan
Terlihat jelas raut wajah gugup mendengar cecaran dari istrinya. Agus tidak ingin aib memalukan yang berusaha dia sembunyikan sebaik mungkin itu diketahui oleh orang lain terutama Nur. Tidak ada orang yang akan lapang dada menerima masa lalu seorang gay. Tidak ada istri yang legowo menerima orientasi menyimpangnya selama beberapa tahun terakhir ini. Meskipun dari pemeriksaan medis, Agus tidak terindikasi terkena HIV dan sipilis. Namun siapa yang tidak jijik dengan masa lalunya itu? Terutama Nuraini, gadis polos yang kebetulan menjadi istrinya."Kenapa nggak dijawab, Mas? Apa Mas berantem sama Ibu?" selidik Nur lagi.Agus mengangguk samar tanpa berani membalas tatapan mata istrinya. "Kenapa Mas sebagai anak nggak ngalah, sih?" tanya Nur sambil mengusap dagu kasar laki-laki yang tengah memeluknya itu.Agus menunduk lalu menempelkan dagunya di kepala Nuraini. Tangannya bergerak pelan mengusap perut rata sang istri."Aku sudah berusaha menghubungi Ibu, tapi Ibu benar-benar marah, Nur. I
Baca selengkapnya
Part 38 Teror
"Gino, mau apa kamu ke sini?'' tanya Agus sinis.Gino terkekeh tanpa dosa. Selanjutnya, laki-laki berbadan kekar itu justru menarik kursi dan duduk di dekat mereka.Gino memperhatikan Agus dan Nur bergantian. Bibir laki-laki itu melekuk membentuk senyuman. Tepatnya seringaian licik.Agus yang sudah tidak mood dengan makanannya, segera bangkit. Dia mendekati Nur dan menarik pelan tangan wanita itu."Kita pergi saja. Cari makan di tempat lain," ucap Agus lirih. Meskipun lapar, tidak ada pilihan bagi Nur selain menurut. Dia mengikuti sang suami. Akan tetapi langkah keduanya kembali terhenti."Kamu ingat ya Gus, sampai kapan pun, aku nggak akan melepaskan kamu!" seru Gino.Laki-laki itu tak peduli beberapa pasang mata menatapnya. Dengan gaya menyebalkan, Gino berjalan mendekati Nur dan Agus. Meneliti penampilan Agus dan mengusap pelan dagu kasar laki-laki tampan itu. Agus menyentak kasar tangan Gino dan menatapnya tajam."Nggak usah kurang ajar, Gin. Katakan apa maunya kamu?" tanyanya se
Baca selengkapnya
Part 39 Permintaan Tak Biasa
Rahang Agustus mengeras. Dia menggenggam kuat handphone di tangan dengan geram. Agus melirik Nur yang masih menikmati es campur dan bakso."Siapa, Mas?" tanya Nur sedikit mencondongkan tubuh mendekat.Agus segera menghapus pesan singkat tersebut, lalu menggeleng pelan. Laki-laki itu menatap manik hitam Nuraini, lalu meraih sendok dan menyuapkan satu sendok es campur pada istrinya."Em, nggak tahu. Nomor nggak dikenal, mungkin yang pesan emas tadi," jawabnya lirih.Nuraini mengangguk, lalu meraih jemari tangan Agus dan menciumnya. Wanita itu mendongak dan beralih mengusap pipi sang suami."Semoga usaha Mas semakin lancar. Rezeki si Kembar. Setelah membuka toko furniture baru, nanti tambah lagi cabang toko emasnya," do'a Nur tulus."Aamiin, Sayang. Terima kasih sudah mendo'akan suami kamu, ya.""Hem, iya, Mas." Nuraini mengangguk pelan. "Do'a istri juga jalan rezeki suaminya. Ya walaupun aku datang sebagai istrinya Mas, di saat Mas sudah kaya raya. Jadi, wajarlah kalau banyak yang menga
Baca selengkapnya
Part 40 Akhir Petualangan Gino
Agustus terbelalak. Laki-laki itu mengepalkan kedua telapak tangan. Rahangnya pun seketika mengeras geram.Bugh!Bugh!Dua buah hantaman mengenai rahang dan pelipis Gino yang tidak siap. Laki-laki bertubuh kekar tersebut terhuyung ke belakang. Gino mengusap pelipisnya yang berdarah, lalu menyeringai."Itulah akibatnya, kalau kamu mengabaikan aku, Gus. Apa sih susahnya nurut, Sayang? Kamu nggak ingat, siapa dulu yang membuatmu melupakan mantan istrimu yang brengsek itu?" "Diam kamu!" sentak Agus. "Jangan ungkit masa lalu yang bejat itu. Sadarlah, Gin. Apa yang kita lakukan itu salah. Menyalahi takdir Allah," ucap Agus melunak."Ha ha ha!" Gino terbahak, diikuti dua temannya. Mereka kompak mentertawakan Agus. "Wah, wah ... wah! Rupanya, mantan gay terganteng yang jadi incaran banyak orang ini sudah berubah jadi ustadz!" ejek Gino sinis.Gino bertepuk tangan di depan wajah Agus. Dia melirik pada temannya yang tampak waspada."Pergilah, Gin. Jangan ganggu aku lagi. Kalau kamu tetap pada
Baca selengkapnya
Part 41 Panamera dan Cayenne
"Nur, Nuraini!" "Mbak Nur, Mbak Susi! Tolong buka pintunya!"Nuraini bergegas membuka pintu depan. Setengah berlari, dia mendekati pagar rumah yang terkunci. Nuraini menatap tiga orang berpakaian lusuh terkena lumpur yang berdiri di luar pagar."Ada apa, Paklek?" tanya Nur sambil membuka pintu pagar. "Masuk dulu, Paklek," lanjutnya."Ndak usah, Nur. Nganu, Nur. Pak Agus..."Dada Nur berdebar-debar mendengar nama suaminya disebut. Apalagi ketiga orang itu terlihat ragu saat ingin mengatakan sesuatu."Ada apa, Paklek? Ada apa, Budhe?" tanya Nur lagi pada ketiganya."Pak Agus di rumah sakit, Mbak. Tadi kecelakaan!" Seorang ibu memberitahu dengan hati-hati.Nuraini terperangah. Wanita itu berpegangan pada pagar. Lututnya terasa lemas. Perempuan paruh baya yang berdiri di depannya, lantas mendekat. Dia memegang bahu Nur yang bergetar karena tangis."Budhe, M-mas Agus kecelakaan di mana? Bagaimana keadaannya?" tanyanya parau."Jangan cemas. Pak Agus sudah di tangani Pak Dokter. Ayo kalau m
Baca selengkapnya
Part 42 Menentang Takdir
Bu Mirna langsung melotot mendengar nama-nama calon cucunya. Bagaimana tidak? Anak orang diberi nama jenis mobil? Bu Mirna menoyor gemas dahi Agustus."Kamu itu!" sentaknya. Bu Mirna menggeleng samar lalu melanjutkan ucapannya, "Memangnya nggak ada nama yang lain apa, to, Gus? Ada-ada saja!" Wanita itu menggerutu kesal.Agus dan Nur kembali berpandangan, kemudian sama-sama terkikik. Memang ide itu melintas begitu saja karena Agus menyukai nama-nama yang unik."Biar nanti di sekolah, gurunya nggak salah panggil si Twins, Bu." Agus beralasan. Bu Mirna mencibir. Wanita itu menyambar tasnya kemudian bangkit. Dia melirik ke arah April yang ikut senyum-senyum seperti halnya Agus dan Nuraini."Hati-hati, Bu, di jalan," pesan Agus lirih. "Terima kasih, sudah mau menyempatkan waktu menjenguk anak lanang paling ganteng ini!" lanjutnya sedikit keras.Bu Mirna tak menanggapi ucapan unfaedah laki-laki itu. Namun, diam-diam dia mengakui, semenjak Agus menikahi Nuraini, anaknya itu berubah jauh. Ti
Baca selengkapnya
Part 43 Tidak Percaya Diri
Air mata Nur mengambang. Baru kali ini dia mendengar Agus membentaknya. Wanita itu berjingkat kaget ketika mendengar pintu depan ditutup sedikit kasar. Nuraini segera keluar dari kamar mengikuti Agus sampai di car port. Laki-laki itu menatapnya sekilas, selebihnya memilih memasuki mobil."Mas! Buka dulu!" pinta Nur sambil mengetuk kaca mobil.Agus menurunkan kaca mobil. Namun dia tidak mau menatap istrinya. Nuraini segera mengulurkan tangan. Wanita itu meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Hati Agus terasa diremas sakit melihat perlakuan sang istri. Dia telah membentak wanita itu, namun Nur tetap menghargainya. Nuraini yang berusia jauh lebih muda, tetapi dengan cepat mampu memposisikan sebagai istri yang berbakti kepada suaminya.Tanpa terasa, Agus membandingkan perlakuan Nur dan Susan. Dulu jika mereka tengah bertengkar, Susan tak segan berkata dengan nada tinggi. Bahkan berani membentak Agus. Memang benar, masih banyak wanita berhati mulia di bumi ini. Salah satunya Nur
Baca selengkapnya
Part 44 Kecemburuan Nur
Kening Agus berkerut. "Salah aku?" ulangnya dengan mata menyipit.Nuraini kembali mendengus kasar. Dia memalingkan wajah dari suaminya itu. Melalui ekor mata, Nur melihat Agus tersenyum sambil menggelengkan kepala. Laki-laki itu pun meraih kepala sang istri dan menciumnya."Iya, maaf. Nanti kalau si Kembar sudah lahir, kamu harus masuk kuliah, Nur. Aku yang akan menjaga si Kembar.""Memangnya Mas sanggup ngatasi, kalau si Kembar nangis barengan minta susu?" tanya Nur sangsi. Bibir wanita itu mencebik seolah meremehkan kemampuan Agus. Kembali Agus tersenyum, kemudian mengangguk mantap."Bisaaa!" jawabnya yakin. "Namanya jadi ayah itu ya harus belajar otodidak, Nur. Prakteknya pakai anak sendiri. Ya, kali, pakai anak orang lain," lanjutnya menggoda."Nggak usah mikir ke mana-mana, Mas!" sentak Nur kembali cemberut. "Awas saja kalau sampai ngasih sinyal ke mereka!" ancamnya."Iya, iya. Aku kan bukan free WiFi, Nur," kekeh Agus sembari mulai melajukan mobilnya pelan.Nuraini kembali mend
Baca selengkapnya
Part 45 Percakapan Dengan Alifa
Agustus menghentikan mobil di depan rumah Bu Halimah. Laki-laki itu menoleh pada Nur yang bersiap untuk turun. Agus mengulurkan tangan pada sang istri lalu mencium kening wanita itu."Jangan kecapekan ya, Sayang. Pulang dari kantor desa aku jemput," ucap laki-laki itu lirih.Nuraini mengangguk, lalu mencium punggung tangan sang suami. "Mas, hati-hati. Aku turun dulu. Mereka sudah pada ngumpul," ucapnya. Laki-laki tampan itu mengangguk. Dia mengikuti arah pandangan Nur ke halaman rumah Bu Halimah yang luas. Di sana telah ramai anak kecil. Termasuk Bianca, anaknya Alisha yang menuntun si kecil Alfa. Kedua bocah berusia hampir sepantaran itu berjalan tertatih dan sesekali terjatuh. Di belakang mereka, Farrel mengikuti anak dan keponakannya. Sesekali laki-laki jangkung itu membungkuk, membantu Alfa dan Bianca bangkit."Ya Allah, lucunya mereka, Mas. Bianca cantik banget. Alfa ganteng banget. Mereka terlahir dari bibit-bibit unggul," puji Nuraini sambil mengusap perutnya.Agustus terkeke
Baca selengkapnya
Part 46 Aku Berhak Tahu
Belok? Tidak. Tidak semua orang yang bersikap dingin dan tidak mau menjalani hubungan dengan lawan jenis dalam waktu lama itu belok atau tidak normal. Termasuk Agus. Nur sangatlah yakin, suaminya itu laki-laki normal.Hanya saja, Agustus type laki-laki yang tidak mudah jatuh cinta dan selektif. Sepanjang acara ulang tahun Alfa, Nuraini lebih banyak diam. Setiap kali mendengar kata "gay, tidak normal, dan belok" Nur menjadi lebih sensitif. Dari dulu, dia terus menyakinkan diri jika Agus tidak seperti yang mereka katakan."Eh, Nur. Tuh, dijemput Pak Su!" Alisha menepuk pelan bahu Nuraini.Bukan hanya Nur yang mengikuti arah telunjuk Alisha, akan tetapi beberapa tamu undangan. Mereka senyum-senyum menggoda Nur yang langsung berwajah merona."Ciee, romantisnya Pak Lurah. Pak Agus memang bikin iri!" celetuk ibu-ibu sambil menyuapi cucunya.Agus terkekeh. Dia mendekati Alfa yang tengah duduk di antara Bianca dan Sofia. Agus lantas duduk di belakang ketiga anak itu. Dia menunduk, merangkul
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status