All Chapters of TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN : Chapter 81 - Chapter 90
122 Chapters
Part 17 Permintaan Dan Gertakan
Nur semakin mempercepat langkah ketika merasakan langkah Agus semakin mendekat. Di belakangnya, Agus terus memanggil dengan setengah berlari."Nuraini, berhenti!"Nuraini masih tak menghiraukan. Dia malah berlari menghindari laki-laki yang telah mengajarkan banyak hal, namun juga meremukkan hatinya.Agus melirik ke sebuah jembatan yang dilaluinya. Dia menatap tubuh Nur yang kian menjauh. Agus ingin tahu seberapa besar cinta sang istri untuknya. Tentunya, dia juga masih waras untuk melakukan hal konyol tersebut."Nuraini Laila! Kamu berhenti atau aku melompat!" teriaknya sekuat tenaga. Agustus berdiri di tepi pagar jembatan dengan air sungai yang mengalir deras di bawah sana. Dia menoleh ke kanan kiri dan satu kakinya memanjat pagar tersebut. Suara beberapa orang yang meneriaki Agus, menghentikan langkah Nur. Dia membalikkan badan. "Mas Agus!" pekiknya. Agustus melirik sekilas ke arah Nur dan menyunggingkan senyum satu sudut. Laki-laki itu berbisik ke salah satu orang yang berkerum
Read more
Part 18 Lepaskan Nuraini
"Nuraini, jangan becanda!" sentak Agus marah.Laki-laki itu memegang wajah istrinya dengan tatapan tajam. Nur memalingkan wajah. Hatinya kembali terasa sakit mengingat ucapan laki-laki yang bernama Gino tadi."Sudah Mas, kita siap-siap pulang."Nuraini beranjak namun Agus segera menyambar lengannya. Agus memeluk tubuh Nur dengan erat."Nuraini, percaya sama aku. Aku sudah jelaskan semuanya. Kamu lebih percaya sama orang yang baru kamu temui atau suami kamu, Nur?" tanyanya lirih di balik bahu sang istri. Agustus melepaskan pelukan dan kembali memegang wajah Nur. Menatap kedua mata wanita itu dengan sendu."Aku bukannya nggak tahu, aku juga bukannya nggak dengar gosip tentang aku setelah aku berpisah dengan Susan. Tapi aku nggak perlu menjelaskan apa-apa karena itu nggak penting. Aku nggak pernah berurusan dengan mereka, Nur. Dan sekarang mereka akan diam dengan sendirinya."Nuraini bertanya ragu. "Lalu, lalu ... ke-kenapa, laki-laki itu berkata begitu, Mas?"Agustus mendesah kasar lal
Read more
Part 19 Hutang Budi
Agus berjingkat kaget. Nuraini memperhatikan serpihan-serpihan kertas yang berada di dalam kloset dengan kening berkerut."Kertas apa itu?" tanya Nur lagi."Eh, bukan apa-apa, Nur. Kertas nggak penting," jawab Agus gugup, lalu menekan tombol kloset. Kini perhatian Nur beralih pada suaminya. Dia yakin, ada hal penting yang disembunyikan oleh Agus. Apalagi wajah laki-laki itu terlihat murung dan sembab. Kalau tidak penting kenapa buangnya di kloset? Nur hanya bisa membatin.Nuraini mengangkat tangan, memegang wajah suaminya. "Mas menangis? Ada apa ini? Apa ada sesuatu yang serius dengan Ibuk, Mas?" cecarnya khawatir.Agustus menggeleng dan menepis pelan tangan sang istri. Dia juga tidak berani membalas tatapan mata wanita itu. Agus bergegas keluar dari kamar mandi. Nuraini yang masih penasaran mengekor."Kita siap-siap pulang, Nur," Agus segera mengambil baju-bajunya. "Mas, sebenarnya kenapa dengan Ibuk?" tanya Nur sambil memegang lengan sang suami sehingga Agus menghentikan kegiatann
Read more
Part 20 Terluka
Nuraini tersenyum miris. Menyesalkan sikap agresifnya pada Agus. Walaupun Agus berstatus sebagai suami, namun jika laki-laki itu tidak sungguh-sungguh berusaha mencintainya, semua yang Nur lakukan seperti sia-sia.Nur merasa dirinya tak lebih dari perempuan muda murahan. Kembali setetes air jatuh ke pipinya. Nur mengusapnya cepat, supaya tidak dilihat oleh Agus."Nuraini, kamu jangan bicara kayak begitu. Tolong pahami aku, Nur. Bersabarlah, cinta itu nggak bisa dipaksakan. Dia akan datang seiring berjalannya waktu. Kamu mengerti?""Iya, Mas. Aku sudah siap, Mas." Nuraini mengalihkan pembicaraan. Dia kembali memeriksa barang bawaannya. Agus menggeleng samar memperhatikan istrinya itu. Agustus mendekat ke arah Nur, tetapi dengan cepat Nur menghindar."Nuraini!" Merasa diabaikan, Agus menjadi geram. Dia menarik tangan Nur dan mendekap tubuh mungil itu dengan erat. Nuraini memalingkan wajah ketika Agus hendak mendaratkan ciuman di bibirnya. Wanita itu mendorong pelan tubuh Agus berusaha
Read more
Part 21 Maaf
"Omong kosong macam apa, ini, Nuraini!" Agus kembali terpancing emosi. Laki-laki itu bangkit dan memejamkan mata. Kedua tangannya masih terkepal dengan kuat."Arrgh!" Pyaar! Agus menggeser kasar benda di atas meja. Piring dan gelas di atas meja makan itu jatuh ke lantai dan isinya berhamburan. Nuraini bergerak pelan, lalu bersimpuh di lantai dengan air mata bercucuran. Dengan pandangan samar akibat tertutup air mata, Nur memunguti pecahan piring dan gelas. Sesekali pula dia menyeka air matanya dengan punggung tangan."Jangan sentuh. Kamu menyingkirlah!" perintah Agus tegas, tetapi tidak dihiraukan oleh Nur.Agustus menepis pelan tangan Nuraini dan kembali meminta istrinya meninggalkan tempat itu. "Pergilah ke kamar. Kamu mandi dulu. Aku antar kamu ke makam Banu," ucap Agus dengan suara melunak. Nur tertegun sejenak lalu mengangguk. Dia bangkit sambil memegang pecahan piring."Arrgh!" "Nuraini!" Agus segera mendekati istrinya yang kembali bersimpuh sambil memegangi telapak kakin
Read more
Part 22 Merasa Kehilangan
"Nggak apa-apa, Mbah. Kalau Nur ingin tidur di rumah Mbah."Nenek Kanti langsung menoleh. Dia mengikuti langkah Agus dengan pandangannya. Laki-laki itu meletakkan satu box ayam goreng berserta lalapan.Nur melirik sekilas paper food box bertuliskan Kemangi Ijo. Dia tahu, itu rumah makan milik Farrel. Tiba-tiba Nur teringat akan cinta pertamanya yang tak sampai pada Farrel karena Nur minder dan sadar diri. Sekarang, Farrel telah bahagia bersama istri dan anaknya yang lucu. Nur sedikit tahu, awal rumah tangga Farrel dan Alifa yang selalu diwarnai pertengkaran. Namun mereka berdua bisa melewati saat-saat itu seiring hadirnya Alfa. Nur berharap dirinya tidak menyerah dan bisa menaklukkan hati Agus, suaminya. Ah, seandainya dia bisa. Nur tertawa miris dalam hati.Agus mengambil tiga buah piring dan sendok, lalu meletakkan masing-masing di hadapan Nenek Kanti, Nur, dan dirinya sendiri. Agus juga mengambilkan potongan ayam untuk sang istri dan Nenek Kanti."Makan, dulu. Cocok banget ada pec
Read more
Part 23 Munafik
"Dua hari saja, ya, Nur. Jangan lama-lama di rumah Mbah," rengek Agus lagi seperti anak kecil.Nuraini memejamkan mata. Dia tidak tahu orang macam apa suaminya ini. Nur mendorong pelan dada Agus, meminta lelaki itu melepaskan pelukannya.Nur mendongak dan menggenggam tangan suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Aku nggak bisa di sini terus, Mas. Aku pengin tenang. Biarkan kita sama-sama berpikir," ucapnya kemudian kembali mencium punggung tangan suaminya.Dengan tak rela, Agus melepaskan pelukan. Mereka menoleh ketika mendengar suara mobil berhenti di dekat pagar rumah. Agustus kembali menatap Nur dengan tatapan penuh arti."Kamu manggil taksi, Nur? Biar aku antar," ucap laki-laki itu.Nur menggeleng pelan dan mengambil tas pakaiannya. Wanita itu bergegas keluar kamar. Langkah Nur terhenti di anak tangga paling bawah. Dia menatap datar pada Bella yang berdiri di ambang pintu. Lalu, Nur melirik suaminya yang berdiri di sampingnya. Bella melangkah mendekat dengan gaya angkuhnya dan mempe
Read more
Part 24 Aku Ingin Sepertimu
"Lho, terus ke mana, Nduk?" tanya tukang ojek itu bingung.Nur segera naik kembali ke boncengan motor setelah memberikan sebuah alamat. Nur tidak ingin ke rumah Nenek Kanti, setidaknya untuk hari ini."Lha, kok nggak diantar sama Pak Lurah, to Nduk?" tanya laki-laki itu samar di antara desau angin."Mas Agus lagi banyak kerjaan, Pakdhe." Nur menjawab asal. Laki-laki paruh baya yang tengah fokus menyetir motor itu mengangguk samar meskipun tidak percaya alasan yang diutarakan oleh Nuraini. Tidak kurang dari 15 menit, motor berhenti di depan pintu pagar rumah cluster. "Terima kasih, Pakdhe. Kembaliannya buat Njenengan saja," ucap Nur sembari memberikan uang seratus ribu."Yuuh, matursuwun ya, Nur. Moga saja rezeki kamu dan Pak Agus tambah berkah.""Aamin!" Rupanya, pembicaraan Nur dan tukang ojek itu didengar pemilik rumah yang tengah berada di garasi. Laki-laki muda itu mendekat dan membuka pintu pagar."Nuraini, ka-kamu." Pandangan Farrel lantas tertuju pada tas pakaian yang tergel
Read more
Part 25 Kamu Pulang, Ya...
Nenek Kanti termangu. Kini yang ada di pikiran wanita sepuh itu, di mana cucunya. Nenek Kanti menatap Agus menyelidik."Jadi, Nur pergi dari rumah karena perempuan itu lagi, Gus?" cecarnya.Agus tidak membenarkan atau pun menyalahkan. Memang, salah satu faktor kepergian sang istri karena kedatangan Bella. Juga perlakuan Bella padanya. Akan tetapi, yang membuat Nur begitu sakit hati karena perlakuannya pada istrinya itu."Nuraini pamit ke sini, Mbah. Nah, pas turun dari kamar kebetulan Bella datang. Bella berkata yang nggak-nggak sehingga membuat Nur salah paham," terangnya jujur.Tatapan Nenek Kanti berubah tajam. Dia menggeleng samar sambil sesekali menarik napas panjang. Agus tidak berani membalas pandangan wanita itu."Aku pamit, Mbah. Mau cari Nur, tadi dia ke makam Banu," ucap Agus lagi sembari bangkit.Nenek Kanti mengangguk samar dan mengantar Agus sampai ke teras. Dia juga bingung harus mencari Nur ke mana. *Agus berputar-putar di jalanan kota sambil melirik kanan kiri jalan
Read more
Part 26 Terlalu Berharap
"Mas, aku mau ke rumah Nenek," ucap Nur lirih.Agus memejamkan mata sejenak lalu dengan tidak ikhlas mengangguk samar. Agustus menyunggingkan senyum ketika Alfa mendongak dan menepuk-nepuk dagunya.Laki-laki itu mencium kening Alfa yang begitu menggemaskan. Dia juga berharap pernikahannya dengan Nur segera dikaruniai anak supaya istrinya itu tidak ada alasan meninggalkannya.Nur menatap Alfa sembari mengulas senyum samar. Rasanya, ingin sekali berada di titik itu. Bahagia bersama anak dan suami. Nuraini sudah tidak lagi mengejar cita-citanya. Saat ini dia hanya fokus ingin memperbaiki hubungannya dengan Agus. Namun, apakah itu mungkin jika lelaki itu tidak pernah mencintainya? Tanpa sadar Nur menarik napas kasar.Agus mengalihkan perhatian dari Alfa. "Di rumah Mbah jangan lama-lama ya, Nur," pintanya memelas."Sampai aku bisa memutuskan, Mas," jawab Nur dengan suara lirih.Agus mengerutkan kening. "Memutuskan?" ulangnya. "Memutuskan apa, nggak ada keputusan apa pun yang harus kamu am
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status