Semua Bab Cinta Untuk Sang Pendosa : Bab 21 - Bab 30
101 Bab
BAB 21 Tidak Ingin Hidup di Masa Lalu
Perempuan itu mulai tersadar, matanya mulai terbuka secara perlahap, sayup-sayup ia melihat beberapa orang sedang duduk tak jauh darinya. Meski samar-samar tapi Nicha tahu siapa orang itu. pertanyaannya adalah di mana dia sebenarnya?Jika Nicha lihat lagi, tempat tersebut begitu asing baginya. orang tuanya tidak menyadari jika Nicha sudah siuman karena mereka sedang berbicara dengan seorang pria dengan jas putih.Sepertinya pengaruh obat masih bereaksi padanya jadi ia masih merasa agak pusing ketika ingin memastikan dengan siapa orang tuanya berbicara.Oh iya. Nicha baru ingat, jika semalam ia bertengkar dengan Gilang karena rencananya telah gagal untuk menipu Rangga. Ah itu benar, ini pasti di klinik Gilang.Nicha memijit pelipisnya karena pusing akibat mencoba mengingat kejadian semalam. “Nicha! kau tidak apa-apa nak?” kedua orang tuanya telah sadar jika Nicha telah siuman. mereka mendekati gadis itu.“Ya. aku baik-baik saja,” ujarnya meracau.Orang tua Nicha merasa legah karena an
Baca selengkapnya
BAB 22 Definisi Sukses yang Berbeda
Perempuan itu mengikat tinggi rambutnya yang panjang. Tidak biasanya sepagi ini ia sudah berpakaian dengan sangat rapi. Mata bulatnya melirik dirinya sendiri di depan cermin, ia sengaja memilih jaket hoodie berwarna orange yang cukup besar hingga menutupi rok levis yang ia kenakan. Belum lagi, stoking kaki berwarna hitam yang menutupi kakinya lengkap dengan sepatu kets putih. Nicha tidak sedang ingin pergi berolah raga namun hari ini ia akan ikut ayahnya untuk ke kantor. Penempatan pakaian yang ia kenakan memanglah sangat tidak sesuai. Gadis itu sengaja melakukannya agar pandangan Rangga terhadap dirinya jelek. “Ah.. Bahkan ini masih terlihat bagus, seharusnya aku memakai kaos hitam robek dengan pensil alis di bawah mata huh,” gumam Nicha lirih. “Nicha buruan nak. Ayahmu sudah menunggu kita di dalam mobil!” Dengan buru-buru, Nicha segera mengambil tas pinggangnya lalu keluar dari kamar dan berlari kecil untuk mendahului sang ibu. Saat Nicha sudah masuk ke dalam mobil. Ayahnya me
Baca selengkapnya
BAB 23 Patah Hati yang Tidak Disadari
Nicha masih memikirkan kejadian tadi pagi. Selama seharian ia hanya bisa merenungi kata terakhir yang dilontarkan oleh teman lamanya.“Ibu, klinik Gilang dekat dari sini. Aku ingin ke sana,” ujar Nicha.Nicha bosan tinggal dan hanya diam melihat ayahnya bekerja. Lagipula Nicha sudah janji untuk menemui Gilang lagi, bagaimana pun juga ia harus konsultasi dengan dokter tersebut.“Aku akan jalan kaki saja. Tidak apa-apa,” lanjutnya.“Kenapa tidak bersama Rangga saja. Lagian kalian kan akan menikah, harusnya kalian bisa memanfaatkan waktu untuk bersama lebih lama.”Nicha melihat ayahnya dengan malas. “Nicha kau harus belajar mencintai Rangga, karena ayah akan tetap menikahkan kalian. Rangga itu anak yang baik dan bertanggung jawab, dia sudah lama sama ayah jadi ayah tahu bagaimana anak itu. Ayah yakin kalian akan cocok,” jelas pak Faris lagi.“Kau tidak boleh membantah kemauan ayah yang ini Nicha. Ayah dan ibumu sangat berharap agar kau menikah dengan Rangga secepatnya,” lanjut pak Faris
Baca selengkapnya
BAB 24 Hanya Sebagian Impian Kecil
Matahari yang awalnya muncul dengan percaya diri kini telah bersembunyi dibalik awan. Hujan yang tak pernah datang menjumpa kini telah turun menyirami tanaman dan bunga yang hampir layu.Tapi sayang, ada bunga yang tidak bisa bertahan lagi. Namanya bunga Marguerite atau biasa dikenal dengan bunga Daisy, ia memang berukuran kecil dengan kelopak berwarna putih. Mungkin saja, ia telah lelah menunggu hujan untuk datang kepadanya.Seorang wanita muda berhenti sejenak di tengah hujan yang cukup lebat tersebut. Ia menatap bunga itu dengan iba. “Hujan akhirnya datang tapi kau sudah mati, hidup memang sungguh kejam ya.”Karena menjongkok terlalu lama membuat kakinya basah akibat terkena percikan air hujan. Zia mengangkat payung hitamnya kembali ke atas lalu meninggalkan bunga itu sendirian.“Zia, kakak mencarimu dari tadi. Kau ke mana saja?” ujar Izzam kakak dari Zia setelah Zia berhasil sampai butiknya.“Ke supermarket,” jawab gadis itu seraya menyimpan payungnya.Pria dengan tinggi 180cm itu
Baca selengkapnya
BAB 25 Gadis 16 Tahun dan Seorang Dokter
Kini, Gilang sudah masuk di desa selanjutnya setelah bertemu ibu yang dipasung tadi, ia tidak sendirian sekarang tapi ia ditemani seorang perawat yang datang membantunya. Namanya Fadly, ia hanya beda setahun dari Gilang. Di Desa Banyuraden, ada seorang gadis berusia 16 tahun yang mengalami depresi berat setelah diperkosa oleh temannya sendiri. Kejadiannya sudah sekitar 2 tahun lalu, namun anak gadis malang itu tentunya tidak bisa melupakan kejadian kelam yang menjadi traumanya hingga saat ini. Gadis kembang desa, bisa di bilang begitu. Namanya Sekar, ia mempunyai rambut ikal dengan tubuh yang sangat kurus, kulitnya putih dan matanya bersinar indah. Mungkin itu alasan sebagian laki-laki menyukainya. Yang anehnya. Saat Gilang dan Fadly baru saja menginjakkan kaki di depan rumah Sekar, beberapa warga telah berkumpul di sana. Karena Gilang yang mulai merasa aneh, ia segera bergegas dan membelah kerumunan orang-orang. “Permisi.” “Dokter Gilang mau lewat!” teriak seorang bapak-bapak men
Baca selengkapnya
BAB 26 Hujan Lebih Beruntung Dariku
Sedari pagi hingga sore hujan tak kunjung berhenti. Cuaca sepertinya kurang bersahabat, melihat banyak sekali orang-orang yang mengeluh sakit.Gilang juga merasa tak enak badan. Ia memilih seharian di klinik yang juga telah menjadi rumahnya selama ini. Dengan segelas kopi hangat, ia terduduk sambil menatap luar jendela.Angin sedikit masuk dari cela jendela yang terbuka, membuat lengan Gilang agak terasa dingin. Handphonenya masing menyala, ketika beberapa notifikasi chat terus saja masuk, entah itu dari Henry atau dari Zia. Tak bisa dipungkiri jika kedua orang tersebut yang selama ini setia dengan Gilang.“Hei! Aku di depan rumahmu, sendirian aja. lagi galau ya?”Gilang membulatkan matanya setelah mendapatkan pesan singkat dari Nicha. Dengan cepat ia mencari dan berbalik melihat pintu masuk namun tidak ada siapa-siapa. Gilang berdiri guna ingin keluar memastikan namun wanita itu akhirnya nongol agak jauh dari depan pintu.“Hai!” sapanya dengan melambaikan tangan kecilnya.Sambil ter
Baca selengkapnya
BAB 27 Buang Muka
“Teman kantorku akan mengadakan acara makan-makan, kau mau ikut?” tanya Rangga dengan antusias.Setelah Nicha menyetujui perjodohan itu, setiap hari tiada waktu tanpa Rangga. Pria itu sudah seperti anak kucing yang menempel pada induknya, tidak pernah lepas.“Aku tidak bisa,” jawab Nicha setelah menyeruput segelas teh.“Kenapa?” Rangga memperbaiki duduknya menghadap Nicha.“Aku bukan pegawai.” Jawaban itu memang ada benarnya. Rangga kembali berpikir dan mencari ide agar wanita itu mau ikut.“Em… kalau begitu aku merekrutmu sebagai pegawai mulai malam ini jadi besok malam kau bisa ikut.”Tawa Nicha meledak saat itu, bagaimana bisa pria tersebut memikirkan hal konyol seperti itu. Wanita itu tanpa sadar memukul pelan Rangga. “Ide gila macam apa itu! Hahaha.”Rangga tersenyum melihat reaksi Nicha. “Jadi setelah makan-makan, kau akan memecatku! Begitu?” Rupanya Nicha masih bisa bertanya di situasi tawanya yang meledak.“Tidak. Kau akan naik pangkat,” jawab Rangga percaya diri.Nicha berhen
Baca selengkapnya
BAB 28 Dia Yang Selalu Ada
“Bersulang!” Suara dentingan gelas kaca terdengar di ruangan tersebut.Tempat makan yang sengaja disewakan oleh para pekerja kantor itu begitu ramai dan terlihat seru. Meja panjang sengaja di simpan di tengah ruangan agar semua orang dapat menikmati hidangan dan berkumpul di satu tempat.Setelah bersulang semuanya segera minum dan melanjutkan obrolan mereka, ada yang baru berkenalan dan ada juga yang asyik berkaraoke.Gilang pikir mereka akan berkaraoke di depan restoran ternyata restoran itu punya karaoke sendiri. Laki-laki itu hanya duduk dan menonton Henry bernyanyi.Sesekali ia menyeruput cola yang sedari tadi ada di tangannya. “Dokter kenapa sendirian saja di situ, ayo ke sini,” panggil seorang wanita muda.Gilang menolaknya dengan halus, ia lebih memilih untuk sendirian. Lirikannya menangkap sosok gadis yang sedang mengobrol diseberangnya. Jika Gilang bisa menilai, gadis itu tampak tidak nyaman dengan suasana berisik seperti ini.“Aku suka ponimu dan rambut panjangmu, kau mirip
Baca selengkapnya
BAB 29 Perasaan Yang Harus Dihapus
Nicha menghempaskan tangan Rangga begitu saja. “Aku bisa jalan sendiri,” katanya tegas.Rangga tersenyum miring. “Aku sudah duga ada yang tidak beres di antara kalian.” Suara beratnya terdengar meremehkan.Nicha tidak paham dengan apa yang dimaksudkan oleh Rangga. “Apa maksudmu?” tanyanya.“Ada cinta di antara kalian.”Wanita itu menatapnya tidak percaya, apa yang sebenarnya lelaki ini pikirkan. “Itu tidak masuk akal,” gumam Nicha.“Buktinya ini.” Rangga menunjuk kemeja kotak-kotak yang dikenakan oleh Nicha. Ya, itu kemeja dari Gilang yang tadi diberikannya untuk menutupi bajunya yang basah akibat disiram oleh Bella.Nicha melihat kemeja tersebut. “Ini karena bajuku basah jadi Gilang memberikan kemejanya untuk –“ Nicha tidak ingin menjelaskannya dengan sempurna, ia tidak ingin jika Rangga makin banyak pertanyaan yang bisa membongkar perilaku Bella terhadapnya.”Pokoknya ini karena tadi aku tidak sengaja menumpahkan minuman.”“Lalu bagaimana dengan di taman itu, sepertinya kalian sunggu
Baca selengkapnya
BAB 30 Gadis Yang Aku Cari
Mata besar itu melirik kemeja kotak-kotak yang dibiarkan tergantung bebas di belakang pintu kamar. Dalam pikirnya, kapan ia akan keluar dan mengembalikan kemeja tersebut. Ya, sejak hari di mana mereka bertemu, Nicha tidak pernah lagi menemui Gilang.Nicha yang tidak ahli untuk memulai semuanya hanya bisa pasrah di rumahnya. Ia merasa bersalah, karena dirinya, Gilang jadi di benci dan di tuduh yang tidak-tidak oleh Rangga.Hanya karena kemeja dan juga taman itu, Rangga menjadi curiga dengan Gilang. “Gilang menyukaiku? Omong kosong macam apa itu.”Nicha mengingat raut wajah Gilang saat Nicha meninggalkannya. Ia ingin menemui pria itu namun ada keraguan darinya.“Apa aku telepon saja ya?”Sepersekian detik Nicha kembali menggeleng. “Tidak, tidak. Aku tidak suka menelepon, sebaiknya bertemu langsung itu akan lebih leluasa.”“Nicha, bicara sendiri lagi?” Nicha bangun dan mendapati ibunya berdiri di depan pintu kamarnya. “Ibu kebiasaan. Aku tidak punya privasi jika ibu terus menerus mengin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status