Semua Bab Cinta Untuk Sang Pendosa : Bab 11 - Bab 20
101 Bab
BAB 11 Tidak Tertarik Soal Percintaan
Nicha meletakkan kartu nama yang baru saja diberikan Gilang padanya di atas meja bagian ruang tamu.“Sudah kuduga ini tidak akan mudah,” gumamnya. Sekian banyaknya dokter di kota ini, mengapa ia harus berobat dengan Gilang. Sejauh ini, ia belum bertemu lagi dengan teman sekolah lainnya. Nicha berharap, semoga tidak ada lagi orang yang mengenal dirinya.Melihat teman-temannya sukses membuatnya iri. Padahal dulu, ia termasuk yang disegani oleh mereka, meski kenyataannya hari ini telah berubah total.Ibu Hesti segera mengambil kartu nama tersebut dan membacanya. “Ternyata tempat kerja dokter Gilang dekat dengan perusahaan ayahmu. Ibu baru menyadarinya.”Nicha melirik ibunya sebentar. “Apa pentingnya?” ketus Nicha.“Pentinglah! Setelah selesai berobat di Klinik, kita bisa langsung ke perusahaan ayahmu,” jelas Ibu Hesti.Nicha berkacak pinggang menghadap ibunya. “Lagian, dari mana sih ibu bisa menghubungi orang keras kepala itu? Ibu tidak tahu betapa tertekannya aku menghadapinya!” ketus N
Baca selengkapnya
BAB 12 Gadis itu adalah Nicha!
Nicha menengok ibunya yang begitu sibuk di dalam dapur. Sudah lama sekali ia tidak membantu wanita tua itu untuk memasak, padahal umur Nicha sekarang sudah seharusnya tahu soal pekerjaan rumah.Marah terlalu lama tidak akan ada gunanya. Dengan langkah pelannya ia menghampiri ibunya. “Sepertinya makanan hari ini cukup istimewa,” ujarnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan sang ibu.Ibu Hesti berbalik. “Ya. Begitulah nak, ada orang istimewa yang akan datang malam ini.” Ia kembali memotong tomat lalu ia tumis bersama dengan bawang merah.“Siapa itu? Apa aku mengenalnya?” Nicha penasaran.“Emm. Mungkin tidak,” kata ibu Hesti yang masih sibuk mengaduk tumisan sayurnya.“Syukurlah. Kalau begitu, biar aku yang memasak sayur ini.” Nicha mengambil ahli pekerjaan ibu Hesti dengan senang.Ibu Hesti tersenyum tipis melihat semangat anaknya. Ia merasa legah, jika hari ini Nicha menjalani hidupnya dengan menyenangkan tidak seperti hari-hari lainnya.“Kalau begitu, ibu akan buat
Baca selengkapnya
BAB 13 Arti Namamu
Sudah beberapa menit Nicha berada di dalam kamar mandi. Gadis itu berdiri di depan cermin sambil memperhatikan dirinya sendiri. “Kenapa malam ini harus terjadi, sial.”Padahal ia hanya menghadapi satu orang, itu pun Rangga tidak membawa kedua orang tuanya. “Tidak apa Nicha, semuanya akan berlalu beberapa menit lagi. Bertahanlah.” Dengan wajah yakinnya ia kembali bergabung dengan orang tua dan juga Rangga di meja makan.Tidak banyak bicara. Nicha akhirnya selesai makan duluan, lalu disusul oleh Rangga. Melihat waktu yang tepat tersebut, Pak Faris pun menyuruh mereka untuk keluar sebentar untuk mencari udara segar.Dengan terpaksa, Nicha menuruti kemauan ayahnya. Rumah Nicha agak jauh dari tetangga paling dekatnya. Itu membuat rumah tersebut agak sepi jika di malam hari. Tapi, itu tidak jadi masalah untuk Nicha, ia malah suka jika jauh dari pemukiman.Udara dingin malam itu membuat Nicha memeluk lengannya sendiri. “Sepertinya keluar rumah adalah ide buruk, ya?” kata Rangga memecah kehe
Baca selengkapnya
BAB 14 Senior Menyebalkan
“Aku benci mengatakan ini padamu. Tapi aku memanggilmu ke rumah sakit karena ada beberapa masalah.”Gilang yang hanya memakai kemeja hitam itu, kini mulai menatap seniornya dengan serius. Punggungnya yang semula bersandar di kursi mulai tegak lurus ke arah si lawan bicara. “Memangnya ada masalah apa?” tanyanya penasaran. Gilang merasa tidak melakukan kesalahan apapun.“Bukan soal pekerjaan,” jawab lelaki yang juga bergelar dokter itu.“Lalu soal apa?” tanya Gilang lagi.Pria tersebut menghela napas sebelum menjawab. “Tentang adikku Zia, Beberapa hari yang lalu ia pulang dengan cemberut setelah bertemu denganmu. Gilang, tidak bisakah kau berbaik hati sedikit saja dengannya?”Gilang tidak paham arah pembicaraan. “Maksudnya? Kemarin dia baik-baik saja. Aku bahkan makan dengannya,” heran Gilang namun berbicara pelan.Seingatnya. Zia tidak bersikap aneh kemarin, mereka bahkan makan dan duduk berdekatan. Cuma, Zia segera berpamitan setelah ia mengatakan ada pekerjaan yang harus dikerjaka
Baca selengkapnya
BAB 15 Ide Konyol Nicha
Dengan mata yang berbinar, Zia menerima sebuah tiket dari Gilang. “Kak Gilang tidak salah mengajakku untuk pergi?” Wanita itu masih memperhatikan tiket safari tersebut. Ia sangat bahagia sekaligus terharu, seperti impiannya baru saja terkabul.“Ya. Maaf aku mengagetkanmu karena tiba-tiba datang ke butik hanya untuk mengajakmu ke taman safari –““Tidak! Aku senang kau datang ke butik. Aku senang sekali, sudah lama sekali kau tidak pernah datang dan mengajakku jalan. Aku benar-benar bahagia.” Zia memegang tangan Gilang.Gilang tersenyum kikuk. “Begitu. Jadi kau mau ikut sekarang kan?”Zia mengangguk semangat. “Ya. Tunggu sebentar, aku harus mengganti pakaian,” ujarnya dengan cepat berlari kecil.Laki-laki itu kini duduk di sofa sembari menunggu Zia. Sedangkan Zia, sedang sibuk memilih pakaian di kamarnya. Karena begitu semangatnya. Zia sampai-sampai membongkar semua pakaian di lemarinya dan menghamburkannya di atas kasur. “Apa mungkin kak Gilang ingin mengajakku kencan tapi dia gengsi
Baca selengkapnya
BAB 16 Malam Sendirian
“Akhirnya kita sampai.” Gilang segera membuka sabuk pengamannya. Sedangkan Zia masih terdiam dengan wajah yang agak cemberut. Awalnya ia ingin menikmati perjalanan bersama Gilang. Namun, setelah tahu soal wanita bernama Nicha itu, ia jadi kesal.Gilang berbalik melihat Zia yang tak beranjak dari tempat duduknya. “Ada apa?” tanyanya heran.Zia menghela napasnya, ia memilih untuk tidak membesar-besarkan masalah ini. Jika ia bisa akui, ia memang cemburu dengan wanita yang tadi memegang tangan Gilang. Tapi siapa dirinya? Nyatanya dia bukan siapa-siapa.Wanita itu tersenyum. “Kita sudah sampai ternyata, maaf aku melamun kak. “Dengan segera ia membuka sendiri sabuk pengamannya dan keluar dari mobil milik Gilang.“Ayo kita masuk,” ajak Gilang.Zia hanya tersenyum dan mengikuti Gilang dari belakang. Mata bulatnya memperhatikan telapak tangan Gilang, andai saja ia bisa menggenggamnya erat pasti dia akan sangat bahagia.Beginikah cinta yang tidak dibalas. Sungguh menyedihkan.Gilang mengeluarka
Baca selengkapnya
BAB 17 Dua Orang Yang Sama
Matanya tidak henti-henti menatap jas hitam yang kini sedang ia pakai. Hangat, itulah rasanya. Wanita itu masih mencoba mencerna semua kejadian itu hingga bagaimana ia bisa berada di mobil pria tersebut.Ia kaget setelah menyadari tangan seseorang mencoba untuk menyelipkan poni di telinganya. Nicha berbalik melihatnya. “Apa yang –“ Rangga tersenyum manis. “Nah. Kalau begini kan lebih cantik.”“Apa maksudmu?” tanya Nicha seraya mengerutkan alisnya.“Kau tidak boleh menunduk lagi, kau harus melihat ke depan dengan percaya diri. Karena, kau cantik disaat seperti itu.”Nicha menatap pria itu sinis. “Tidak usah menghiburku. Kau tidak tahu apa yang aku alami,” kesalnya.“Bukannya berterima kasih,” gumam Rangga sembari menginjak pedal gas dan akhirnya ia menjalankan mobilnya juga setelah beberapa menit.“Aku tahu kok semua tentangmu,” ucapnya lagi sambil terus fokus pada jalan raya.“Aku tahu tentang bagaimana kau di masa lalu dan juga mengapa kau takut untuk bertemu banyak orang,” lanjutny
Baca selengkapnya
BAB 18 Siapa Kekasihmu sekarang?
Suara sorakan dari beberapa wanita di kursi penonton membuat lapangan terasa hidup. Banyak sekali wanita yang menyebut nama Gilang di atas sana, sepertinya dia adalah bintang malam ini.“Gilang! Sekali-kali kau harus melambaikan tangan pada penggemarmu di atas sana.” Seperti biasa sahabatnya itu banyak sekali komentarnya. Dia lebih cocok jadi komentator bola daripada pemain bola.Gilang dan Henry berjalan di tengah lapangan, beberapa menit lagi babak kedua akan dimulai, mereka berdua memilih untuk istirahat di kursi cadangan bersama beberapa pemain.“Hei, kau sungguh tidak mendengarku ya!?”Gilang menoleh. “Aku tidak suka tebar pesona sepertimu!” ketus Gilang setelah itu mengelap keringatnya menggunakan handuk.“Ya terserah kau,” ujar Henry yang juga ikut mengelap keringatnya.“Kak Gilang ini untukmu.” 2 pria itu yang tadinya asyik mengelap keringat kini menghentikan aktivitasnya.Mata Gilang melihat botol air mineral yang diberikan oleh gadis cantik itu. “Aku sangat menikmati permai
Baca selengkapnya
BAB 19 Bintang itu Adalah Venus
BAB 19“Jadi kau benar-benar serius melakukannya?”Nicha yang sedang asyik makan es krim hanya bisa menoleh sebentar. “Ya. aku sangat serius,” jawabnya dengan penuh penekanan.“Itu tidak akan berhasil bodoh,” gumam Gilang.Nicha melihat Gilang dengan tidak suka. “Beraninya kau bilang aku bodoh, kau tidak tahu siapa aku di sekolah,” ujar wanita itu.Gilang terkekeh pelan. “Aku memang tidak begitu mengenalmu, tapi sepertinya ada satu sifat yang tidak berubah sama sekali,” jelasnya.Nicha mengangkat kedua alisnya. “Apa itu?” tanyanya.“Kau sungguh tidak tahu?!” heran Gilang. “Padahal ini sangat kental padamu,” lanjut Gilang.“Kalau kau mau menghinaku lebih baik jangan beritahu aku, sialan.” kesal Nicha.Pria itu memperhatikan wanita yang duduk di sebelahnya dengan prihatin. Ia sampai menggelengkan kepalanya melihat gaya duduk Nicha.Kaki yang di angkat ke atas sambil makan cemilan. Benar-benar terlihat seenaknya. “Kenapa kau melihatku begitu. Apa aku secantik itu?”Gilang memalingkan wa
Baca selengkapnya
BAB 20 Dusta Berujung Kekacauan
Dia, wanita dengan poni lurus hitam itu. Masih menerka-nerka bagaimana pertemuan selanjutnya antara dirinya dan juga Rangga.Sore ini, dia duduk dengan nyaman di sebuah kursi kayu di pinggir taman kota tersebut. Ia memilih untuk duduk di pinggir saja karena ia benci dengan keramaian di tengah taman kota.Padahal jika dilihat lagi. Banyak sekali orang yang bersenang-senang di sana, banyak anak-anak yang berlarian sambil memegang balon yang berwarna warni dan lucunya lagi, ada anak yang menangis karena balonnya meletus, membuat orang tuanya berusaha membujuk anak itu agar tidak menangis lagi.Tapi itu tak terlihat lucu bagi Nicha. Nicha tipe wanita yang tidak tahu cara menyenangkan anak kecil, dia tidak suka anak kecil karena merepotkan. Mungkin saja, dia lebih suka menyapa kucing di jalanan daripada manusia.Apakah ada orang seperti Nicha? Ya itu ada tapi mungkin di tempat lain.“Maaf aku membuatmu menunggu lama.” Akhirnya suara laki-laki yang sedari tadi ia tunggu terdengar juga.Wani
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status