All Chapters of Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku: Chapter 11 - Chapter 20
86 Chapters
11. Dua Pria, Satu Wanita
"Biar aku pergi menyusul bayiku. Biar hidupku berakhir dengan tragis. Masa laluku terlalu gelap dan aku tak pantas lagi menjadi seorang ibu. Biar! Biar hidupku berakhir di tangan Aryo! Biar!" Lisa memejamkan mata sambil meratap dalam hati. Lisa merasa pikirannya kosong. Kepalanya hening. Ia sudah memasrahkan hidupnya yang kelam dan menyedihkan ini pada nasib. Lisa bahkan lupa kalau sekarang ada bayi kecil yang membutuhkan dirinya. Membutuhkan cairan berharga dalam tubuhnya untuk bertahan hidup. Marsa. Ya, Marsa membutuhkannya. Tapi Lisa terlalu lelah menanggung banyak hal setahun ini. Marsa yang baru ia ketahui keberadaannya dan ia gendong hari ini ternyata belum cukup membuatnya bertahan atau melawan. Lisa justru makin pasrah dan menyerah. Pyar! Pot semen berukuran sedang yang berisi bunga mawar peninggalan penghuni lama kontrakan itu hancur di lantai. Tanahnya berhamburan. Lisa mendengar suara itu tapi anehnya kepalanya tidak terasa sakit. Kenapa ini? Apa Sang Pemilik Kehidup
Read more
12. Segepok Uang
Mario menyangka Aryo suaminya. Ah, apa ia iyakan saja. Toh tadi ia sudah berakting dan menyebut Aryo dengan panggilan Mas. Lisa mulai berpikir. Ya, biarlah begini. Kalau Mario menyangka Aryo adalah suaminya, maka ia tak perlu mengarang cerita dan menjelaskan soal suaminya yang sebenarnya tak ia punya. Masak ia akan menceritakan soal Bisma yang kabur setelah menghamilinya? Jangan! Mario tak boleh tahu. Biar begini saja. Biar Mario percaya pada sangkaannya sendiri. Aryo itu suaminya. "Y--ya. Dia suamiku. Udahlah, Mas. Kamu cuma datang di saat yang salah dan mengira dia jahat. Kami cuma bertengkar biasa karena sama-sama sedih habis kehilangan bayi. Biasanya juga begini, kok. Besok juga baikan." Lisa mencari-cari alasan. Mukanya ia atur supaya kelihatan santai dan tampak tak berhohong. Mario menatap wajah gadis yang sempat ditaksirnya dulu itu dengan tatapan menyerah. Oke, Lisa tak apa-apa walau beberapa menit yang lalu suaminya hampir memukul kepalanya dengan pot semen. Oke! Ini buka
Read more
13. Rencana Lisa
Lisa memejamkan mata. Suara dengkuran Aryo masih menjadi suara latar belakang di kepalanya. Ia mencoba untuk menghiraukan itu. Lisa mencoba mengingat kemanakah tas itu seharian ini selain ia bawa ke rumah sakit. Ah, tas itu kan sempat berada di mobil Mario dan Mario sempat mengambilnya karena ia sendiri yang memintanya ketika hendak mengurus dokumen donor untuk Marsa. "Hah! Pasti Mas Mario yang menaruh uang ini!" Lisa tersadar. Ia lalu mengeluarkan semua uang itu, termasuk uang yang sebelumnya memang sudah berada di dompetnya. Sungguh kontras. Uang berwarna merah dan terlihat mulus karena baru keluar dari bank itu ia tumpuk tinggi. Dan uang miliknya tampak lusuh ia sandingkan di sampingnya. Jelas uang itu lusuh karena uang pecahan kecil biasanya sudah terpegang dari tangan ke tangan. Lisa menelan ludahnya dan menutup mulutnya dengan tangan. Perhatiannya lalu kembali ke arah ponselnya. Ia tidak sempat membuka benda itu dari tadi dan benda itu ada di tas yang sama dengan dompetnya
Read more
14. Negosiasi Hutang
Aryo mengguncang-guncang tubuh Lisa sambil memasang wajah kesal. Lisa menggosok-gosok matanya dan menata rambutnya sekenanya dengan pita rambut di sampingnya. Ia mencoba untuk tetap tenang. Menghadapi Aryo ini cukup tricky sebenarnya. Aryo tampak baru saja mencuci muka. Wajahnya terlihat segar. Pasti efek minuman memabukkan itu sudah hilang sepenuhnya dari tubuhnya. Jadi sekarang waktunya mengetes apakah ia ingat apa saja yang terjadi semalam. "Aku lapar, Lis." Aryo menggaruk-garuk perutnya. "Nggak ada makanan di sini, Aryo. Kamu nggak nanya kenapa kamu bisa tidur di sini? Kamu nggak ingat malam tadi kamu ngapain aja?" Lisa mulai mencoba meraba keadaan. Sungguh ia berharap Aryo lupa seperti biasanya. Aryo menggaruk-garuk kepalanya. Pria bertato itu tidak terlalu kelihatan semenyeramkan semalam kalau keadaanya sedang normal. Mabuk membuatnya berubah menjadi monster. Lisa pun pada awalnya mengenal Aryo dengan baik dari Bisma. Bisma dan Aryo berteman dulu, setidaknya sampai Bisma k
Read more
15. Tamu Tak Diundang
Lisa menatap langit-langit rumah kontrakan yang berjamur karena sering bocor itu. Ia berusaha mencari-cari alasan. Kalau bisa Aryo tak usah tahu soal kakak iparnya alias Mario. Aryo itu licik. Mario mudah iba. Lisa tak mau Aryo memanfaatkan Mario untuk urusan uang. Diminta uang berapapun pasti Mario akan memberi. Lisa tak mau dibantu terang-terangan! Tidak lagi! 5 juta ini saja sudah terpaksa ia terima karena ia buntu. Sisa hutang puluhan juta itu biar jadi urusannya sendiri saja. "Lisa! Jawab, dong! Jangan-jangan kamu sudah mulai 'kerja' tapi nggak mau aku urusin, ya. Kenapa? Nggak percaya? Takut uangnya aku potong banyak? Wah! Aku udah bantu kamu sama Bisma sejak lama tapi kam..." "Yo! Enggak! Enggak, Yo! Ah, udahlah. Aku nggak begitu." Lisa memotong. Ia benci kalau Aryo sudah mulai banyak omong. Tapi ia pun kehilangan kata-kata juga untuk menjelaskan. Ini terlalu rumit. "Terus apa?" Aryo makin memojokkannya. Lisa terdiam. Mau mengarang cerita apa. Aryo ini tak mudah dibohongi
Read more
16. Kunjungan Mendadak
Di sudut ruangan yang sempit itu Lisa merapat ke arah Aryo yang sedang bersembunyi. Mereka berbisik-bisik panik. "Dia yang kasih aku uang. Yang 4 juta kukasih ke kamu tadi. Dia kakak iparku. Namanya Mario, suaminya kak Risa. Ingat kan Bisma pernah cerita soal dia?" Lisa berbisik. "Hah?" Saraf-saraf otak Aryo rupanya masih belum terkoneksi dengan maksimal karena baru bangun tidur, tapi setelah beberapa detik tampak berpikir akhirnya ia mengangguk-angguk. Ya. Ia ingat. Risa adalah kakak Lisa satu-satunya yang mengusirnya dari rumah. "Kok dia ngasih kamu uang? Kakak kamu udah nggak marah lagi?" Aryo yang bau nafasnya masih tercium sedikit alkohol itu terheran. Ah, posisi yang tak mengenakkan karena mereka harus saling berbisik dan berdekatan begini. Lisa sedikit memundurkan tubuhnya karena bau nafas Aryo itu terasa ingin membuatnya mual. Tapi Aryo rupanya cuek saja. Mana peduli ia. "Keponakan aku butuh donor ASI. Kakakku koma. Mas Mario nggak tahu selama aku kabur aku kemana aja, k
Read more
17. Membuang Rasa Gengsi
Aryo yang ceroboh itu hanya bisa nyengir. Ia tahu ia salah nama. Kenapa Lisa tidak memberitahunya soal ganti nama? Dia kan jadi refleks menyebut nama aslinya sendiri. "Arkana Dimas. Tapi nama panggilannya Dimas. Iya kan, Mas?" Lisa langsung menyelamatkan keadaan. Mario menatap curiga. Tapi perasaan itu berusaha ia tepis. Ia tak ingin berprasangka. "Y--ya. Saya Dimas. S--saya suaminya Lisa. Saya tidak melarang-larang dia, kok. Lagian kan dia membantu keponakannya sendiri. Tenang saja. Aman," ucapnya dengan tawa dibuat-buat. Sungguh kelihatan sekali kalau ia sedang berpura-pura. Lisa mencoba mengimbangi akting Aryo yang buruk itu dengan suara tawa palsunya juga. Mario yang masih berdiri di depan pintu hanya bisa ikut tersenyum sopan. Seolah ada yang mengganjal. Benarkah ini semua? Tapi kelihatannya mereka baik-baik saja. Mario hanya bisa tersenyum kecut melihat Lisa tampak bermanja pada Aryo. Akhirnya Lisa mencari-cari alasan kalau Dimas alias Aryo ingin bersiap berangkat kerja d
Read more
18. Soal Bisma yang Kembali...
"Aryo, aku capek. Kasih aku waktu. Harus berapa kali sih kubilang. Uang ini berharga untukku. Aku butuh untuk ongkos ke rumah sakit dan segala macam. 4 juta dulu. Aku janji aku akan cicil lagi." Lisa mulai lelah. Lisa membuang sobekan uang itu ke lantai. Aryo diam saja. Uang satu juta berserakan itu masih di sana. Baik Lisa maupun Aryo tak memungutinya dengan berebut seperti tadi. "Kapan?" Aryo mulai melunak. Nada suaranya mulai merendah. Suasana mendadak hening. Lisa masih menatap kosong. "Ya, sebulan lagi? Aku cicil sebisanya." Lisa sudah mulai muak dengan perdebatan ini sejak kemarin. Aryo lalu duduk di samping Lisa, tepat di antara ruang depan dan ruang tengah. Tangannya langsung memungut roti yang tadi ia obrak-abrik dari plastik pembungkusnya. Ia makan tanpa peduli Lisa mulai menghapus air matanya. "Oke. Sebulan ini aku kasih kamu waktu. Kamu harus bisa kasih aku cicilan kedua 10 juta." Aryo berkata sambil mengunyah. Lisa yang awalnya berwajah datar karena sudah mati rasa
Read more
19. Gerakan Tangan Risa
Lisa melirik ke arah ponselnya yang menyala itu. Memang ada notifikasi pesan baru dari nomor tak dikenal. Oke. Nomor Bisma memang tak aktif. Sampai sekarang Lisa masih sering mencoba menghubunginya, berharap akan tersambung. Bagaimanapun Bisma harus bertanggung jawab pada hidupnya yang hancur begini. Bisma juga berhak tahu kalau bayi mereka meninggal setelah berjuang untuk bertahan selama beberapa hari setelah dilahirkan. Lisa memejamkan mata. Tangannya mulai bergerak membuka kunci ponselnya. [[ "Lisa, aku dapat kerja bagus di luar kota. Aku akan pulang bawa uang banyak. Aku juga sudah memberi tahu orang tuaku. Kita direstui menikah. Anak kita bagaimana keadaanya? Tunggu aku pulang, ya!" ]] Lisa menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia lalu membuka matanya dan ... Ah, bukan Bisma. Pesan indah itu hanya ilusinya saja. Nyatanya Bisma tak pernah kembali sejak hari itu. Ia pergi membawa sisa uang mereka dan hutang pada Aryo. [[ "Lisa, ini aku Mario. Maaf mengga
Read more
20. Kenekatan Daniel
Daniel Antara yang diliputi perasaan bersalah karena perselingkuhannya dengan Risa itu menyandarkan punggungnya ke tembok. Ia berusaha menguping info apapun soal Risa. Tak mungkin ia datang ke sana sementara ada Mario. Bisa-bisa ia curiga. "Ngapain, Pak? Mau jenguk bu Risa, ya?" Seorang suster menyapa Daniel, membuatnya terkejut. Para suster jaga tentu tahu siapa Daniel. Saat menjenguk, pria itu memperkenalkan dirinya sebagai teman kantor Risa, pria yang kecelakaan bersamanya. Para suster pun mengizinkan Daniel untuk menjenguk. Tentu dari luar. Toh tidak menyalahi prosedur. Yang penting tidak masuk ke dalam ruangan, karena yang boleh masuk selain tim medis adalah keluarga pasien. "Oh, mmm, tadi cuma lewat kok, Sus," ucap Daniel berbohong. Suster yang tahu kalau Daniel hanya beralasan itu tersenyum tipis. Entahlah apa yang ada di benak perempuan muda itu. Tetapi sepertinya ia tahu sesuatu. Kalau hanya sekedar teman kantor saja, Daniel tidak mungkin meluangkan waktunya setiap hari
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status