All Chapters of Mayat di Atas Ranjang: Chapter 71 - Chapter 80
84 Chapters
71. Motif
Sosoknya kali itu sangat nyata, tidak lagi serupa bayang-bayang. Dirga menyeringai, memamerkan deretan geliginya, santai, tanpa beban. Apa pun yang sedang dilakukannya saat itu membuat jantung Nurlaila berdegub kencang oleh ketakutan yang luar biasa. Setiap gerik, setiap helaan napas Dirga adalah ancaman untuknya.“Halo, Nurlaila!” Dirga menyapanya tanpa panggilan kehormatan seakan-akan mereka seumuran, padahal usia Nurlaila pantas menjadi ibunya. Dirga sengaja melakukan itu, memanggilnya hanya dengan namanya saja, untuk menunjukkan penghinaan.Nurlaila bergeming. Dia ingat pernah bertemu dengan Dirga saat Karmila memperkenalkannya sebagai salah seorang kenalannya dan bukan tunangan.“Kita bertemu lagi, ya? Benar, aku tunangannya Karmila.” Dirga menatap tajam ke arah Nurlaila, memandangnya dari ujung kaki sampai ujung rambut.Nurlaila risih ditatap seperti itu, tetapi rasa takunya lebih dominan. Ada sesuatu yang gelap menguar dari dalam diri Dirga dan dia bisa mengenalinya. “Dia seper
Read more
72. Tekad
“Tidaaak!” Nurlaila menjerit keras. Suaranya melengking, menyayat hati. Semua duka dan penderitaan yang lama dia pendam, hari itu dia tumpahkan semua.“Mama, jangan takut, aku ada di sini, Mama!” Karmila berusaha mati-matian untuk menenangkan Nurlaila. Dengan galak, segera dia menatap Dirga, menghampiri lelaki itu, lalu mendorongnya kasar. “Pergi kau, Dirga! Kehadiranmu sama sekali enggak kami harapkan di sini. Pergilah!”Dirga diam saja meski didorong-dorong Karmila. Dia hanya menyeringai, sama sekali tidak ada niatan untuk beranjak dari tempat itu. Tekadnya untuk membunuh Nurlaila sudah bulat.“Tidak!” Nurlaila tiba-tiba saja bangkit dari keterpurukannya, menggeser Karmila agar menjauh, lalu menghadang Dirga. “Kamu! Namamu Dirga? Kamu yang sudah menjadi penyebab kehancuran keluargaku. Kamu menghabisi suamiku dengan cara yang sangat kejam. Tetaplah di sana, kali ini aku akan membalaskan dendam suamiku.”Semua rasa takut yang tadi ada di wajah Nurlaila sirna sudah berganti dengan kema
Read more
73. Jatuh
Sementara Dirga dan Karmila terlibat perseteruan, Nurlaila diam-diam melangkah ke dapur. Pisau dapur besar dengan ujung berkilau tergeletak di atas meja dapur. Itu adalah benda yang Nurlaila cari. Dengan cepat dia merenggut benda tajam itu, kemudian kembali ke ruang tengah.“Tak akan kubiarkan kau hidup kali ini, Dirga. Setelah aku bisa membunuhmu, barulah bisa kupastikan kalau Hendi putraku aman, dan tidak lagi berada dalam bahaya. Hanya dia seorang yang tersisa untuk kulindungi.” Nurlaila berkata di dalam hatinya seraya menggenggam erat gagang pisau sampai buku-buku jarinya memutih.Karmila yang sama sekali tidak menyadari apa yang akan dilakukan oleh Nurlaila bicara menghadap Dirga. “Apa pun yang sudah kau katakan tentang Mama dan Bang Hendi, semua itu bukan serta merta membuatmu berhak untuk mengambil nyawa mereka. Aku tetap enggak akan membiarkanmu membunuhnya. Kumohon, berhenti sampai di sini, Dirga.”Dirga yang berdiri membelakangi Nurlaila balas memandangi Karmila dengan tatap
Read more
74. Pekat
“Dirga? Bangun! Kau enggak apa-apa, kan?” Karmila mengguncang-guncang badan Dirga yang besar.Perlahan-lahan Dirga membuka mata, sambil mengerang dia berkata, “aku akan lebih baik-baik saja kalau kamu mau menyingkir dari atas tubuhku. Berat tau!”“Eh, oh, iya, maaf.” Karmila dengan gugup, lekas-lekas turun.“Kamu kenapa, sih?” tanya Dirga, “nangis sendirian di atas pohon kayak monyet kehilangan induk?”Karmila menyenggol Dirga. “Sialan, kamu! Masa aku disamain sama monyet?”“Emang enggak ada tempat lain yang lebih elegan, ya, selain di atas pohon? Apa kamu lagi cosplay jadi kuntilanak? Eh, tapi, mana ada kuntilanak botak?”“Kamu, ya, kuhajar kau!” Karmila serta merta menjitak kepala Dirga yang sekeras batu.Dirga tertawa, pura-pura mengaduh kesakitan. Sesungguhnya sekeras apa pun pukulan Karmila tidak berarti apa-apa untuknya karena tubuhnya sendiri sengaja sudah dilatih untuk mampu bertahan dari rasa sakit apa pun. Mungkin, begitu pula dengan hatinya.“Lagian, kamu ngapain sih iseng
Read more
75. Siuman
Nurlaila terbangun di ranjang rumah sakit, merasa heran bagaimana dirinya mulai terbiasa dengan tempat itu. Penghidunya sudah hapal dengan aroma antiseptik, pendengarannya sudah hapal dengan bising lalu lalang paramedic dan bunyi-bunyian khas dari mesin-mesin monitor pasien, penglihatannya yang tinggal sebelah itu juga sudah amat sangat terbiasa dengan cahaya lampu yang kadang kelewat terang, tapi ada masanya juga kelewat gelap, bukan karena perubahan dari siang ke malam, melainkan dari kekuatan mistis makhluk gaib yang kerap mendekati Nurlaila akhir-akhir itu.Ya, jika makhluk yang mendekatinya memiliki sifat jahat dan suka menganggu, maka tak ada cahaya yang dapat dilihat oleh Nurlaila, yang ada hanyalah kegelapan tak berujung, menyesakkan. Namun, setidaknya kali itu Nurlaila boleh merasa sedikit lega karena dia disambut oleh lampu neon dari langit-langit rumah sakit yang menyilaukan mata. Berarti aman, tidak ada makhluk gaib yang iseng ingin menganggunya.Kalau dipikir-pikir, Nurla
Read more
76. Tidur
Di tempat lain, seseorang juga sudah tersadar dari pingsannya. Karmila bangun dan mendapati kedua orang tuanya berdiri di hadapannya, Kandita dan Andaru, dalam keadaan lengkap, sehat, tanpa ada jejak-jejak penuaan sama sekali apalagi lebam mayat seperti yang pernah Karmila saksikan pada tubuh Andaru waktu terakhir kali mereka bertemu.“Ayah?” Karmila tercengang melihat betapa besar perbedaan penampilan ayahnya itu.Kandita dan Andaru bagai sepasang remaja, muda, belia, penuh vitalitas. Padahal kenyataannya usia mereka sudah sangat tua.“Kamu sudah bangun, Sayang?” Andaru berkata sambil tersenyum.“Apa benar ini kau, Ayah?” Karmila masih tidak dapat memercayai penglihatannya. Bagaimana mungkin hanya dalam semalam Andaru yang tadinya berwujud mengerikan, tak ubahnya bagai mayat hidup, berubah menjadi muda belia, seperti remaja belasan tahun. Dia tampan dan gagah.“Ya, ini benar ayahmu, putriku yang manis.” Andaru merentangkan tangan, berputar, memamerkan kerupawanannya.Pada saat itu, j
Read more
77. Persembunyian
Jauh di dalam hutan, di gua yang ada di balik air terjun, lokasi keramat di mana Dirga dan Kandita sering melakukan semedi dan ritual, terbaring tubuh Dirga. Matanya terpejam, napasnya tersengal-sengal, keringat dingin terus keluar dari pelipisnya. Dirga berada di sana, beralaskan tanah gua, sendirian menahan sakit.Luka yang didapatnya dari pertarungan dengan Karmila ternyata lumayan serius. Karmila telah tanpa sadar menyerangnya menggunakan tenaga dalamnya. Dirga menerima semua serangan Karmila tanpa ada keinginan sama sekali untuk membalasnya.“Dosaku tak terampuni,” gumam Dirga, “aku pantas untuk mati.”Dirga masih sadar, dia ingat kalau Andaru dan Kandita yang membawanya ke dalam gua.“Untuk sementara waktu kamu sembunyi dulu di sini. Karmila sudah mengetahui semuanya. Dia tahu kalau kamu yang sudah melakukan pembantaian di rumah sakit jiwa itu. Bahkan bukan hanya Karmila yang tahu, tapi juga perempuan itu, Nurlaila.” Kandita berkata kepadanya.“M-maafkan aku. Aku gagal membunuh
Read more
78. Pengorbanan
Nurlaila memandangi putranya, Hendi, yang berbaring masih dalam keadaan koma di ranjang rumah sakit. Waja Hendi tenang, tanpa riak-riak emosi, seolah-olah sedang tertidur dalam kedamaian, tidak peduli tentang bahaya yang ada di dekatnya, tidak tahu menahu akan semua kematian yang berserak-serak di dekatnya.“Kamu harus bangun, Hendi. Keluarga kita hanya tinggal kamu dan aku, ibumu. Masih kubermimpi suatu hari nanti bisa melihatmu menikah dan beranak cucu. Kamu masih terlalu muda untuk pergi dari dunia ini, ada banyak hal yang belum pernah kamu temui dan rasakan. Kebahagiaan-kebahagiaan hidup yang tidak bisa aku berikan kepadamu. Bangun, putraku. Temani aku di sini, jangan kalah dengan bujukan makhluk apa pun yang menginginkanmu tinggal di sana.” Nurlaila terus berbincang dengan anaknya itu, berharap Hendi bisa mendengar suaranya.Namun yang diajak bicara sama sekali tidak bereaksi, menggerakkan ujung jarinya saja tidak. Mata Hendi masih menutup rapat, bibirnya membisu. Semua omongan N
Read more
79. Pertukaran
Sosok yang berada di depan Nurlaila menyerupai seorang lelaki muda berparas tampan. Lelaki itu berdiri dengan gagah sambil tangannya bersidekap di depan dada.“Ini aku, kamu lupa kepadaku, ya?” tanyanya.Nurlaila memiringkan kepala, bingung. Meski dia yakin dari suaranya, sosok itu adalah Ki Gendeng, tetapi penampakannya amat sangat berbeda. Sejak kapan Ki Gendeng menyerupai manusia?“Aki?” jawab Nurlaila ragu.“Cih, aku sudah mengubah penampilanku sampai seperti ini masih juga kamu sebut aku Aki-aki?” Sosok pemuda itu mendengkus sebal.“Astaga! Benar ini kau, Ki Gendeng? Ganteng benar rupanya kau! Jadi, harus aku panggil apa sekarang? Gendeng, begitu? Tanpa ada sebutan Aki di depannya karena sekarang wujudmu tidak lagi ular tanah pendek gemuk?” Nurlaila cekikikan antara geli dan lega.“Ah, sudahlah lupakan! Panggil aku saja seperti biasanya. Ki Gendeng. Tapi apa lagi yang kamu lakukan di tempat ini, heh? Kamu apa sudah lupa betapa sulitnya aku membantumu untuk bisa keluar dari tempat
Read more
80. Tawa
“Ki, tolong saya.” Nurlaila bersimpuh. “Tolong selamatkan putraku, Hendi. Aku yakin betul kalau dia terjebak di alam jin dan tergoda oleh para lelembut di sana sehingga tidak bisa kembali. Kalau dibiarkan terus seperti itu, aku takut selamanya Hendi akan berada di sana. Raganya tidak akan bisa bertahan terlalu lama tanpa kehadiran jiwanya.”Ki Gendeng manggut-manggut sambil mengelus-elus jenggotnya yang tak kasat mata sebab dagunya sendiri licin tanpa ditumbuhi sehelai bulu cambang. “Kalian ibu-anak, sukanya memang cari masalah saja. Kenapa sih kalian tidak hidup tenang dan baik-baik saja menjalani hidup tanpa harus berurusan dengan makhluk-makhluk dari dunia lain? Makhluk-makhluk yang kalian sendiri tidak pahami. Toh, pada akhirnya justru kalian sendiri yang dimanfaatkan mereka, diperdaya habis-habisan. Tidak akan pernah ada seorang pun manusia yang sungguh-sungguh beruntung jika melakukan transaksi dengan para jin, setan, atau apalah istilah yang kalian sematkan itu.”“Termasuk Aki
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status