Lahat ng Kabanata ng Akibat Sumpah Sebelum Menikah: Kabanata 11 - Kabanata 20
140 Kabanata
Puncak
"Pantesan dari tadi ngung-ngung mulu di telinga. Rupanya ada yang ghibahin di sini."Bersamaan dengan itu Mas Fariz tiba-tiba datang entah dari mana. Menumpukan sebelah tangan di pintu masuk dapur. Menatapku dan Mama bergantian."Bisa pinjem mantunya bentar? Fariz mau aja Suci jalan-jalan sebelum Mama bongkar semua aib Fariz selama ini."Mama menatap ke arahku, lalu menaik-turunkan alis. "Pinjemin nggak, ya? Soalnya, sebentarnya kamu itu bisa jadi seharian."Mas Fariz mendekat, lalu memeluk tubuh Mama dari belakang, sebelum bergumam. "Mama kek yang nggak tahu aja manten baru."Senyum Mama melebar. Dia berbalik menghadap Mas Fariz."Tunjukan keperkasaanmu Anak Beruang, Mama tunggu cucu Beruang launching tahun ini."Aku memalingkan pandangan, entah kenapa pembahasan ini membuat wajahku tiba menghangat."Aamiin. Mama doain Fariz goal malam ini.""Loh, emangnya?" Mama tampak kebingungan. Namun, sebelum pertanyaan lain sempat terlontar. Mas Fariz lebih dulu mengecup pipinya dan menarik tan
Magbasa pa
Menyerahkan Diri
Setelah melewati berbagai sesi penyatuan, kami terjaga melewati panjangnya malam yang berlalu tak seperti beberapa malam sebelumnya. Akhirnya aku benar-benar menyerahkan diri seutuhnya di atas ikrar yang semula terjalin hanya berdasarkan nazar.Dingin yang semula menggigil, menguap diganti kehangatan yang menjalar dalam dekapan lelaki yang sejak tadi menatap dengan gumaman yang tak henti dia lantunkan, saat untuk pertama kalinya kami berakhir di atas pembaringan menunaikan kewajiban sebagai pasangan halal."Cantik. Menurut gue semua yang ada di diri lu itu sempurna, Ci. Apalagi rambut ini. Gue nggak peduli sama orang lain sebelum gue. Tapi, mulai detik ini cuma gue yang boleh liat semuanya sampe akhir!" Dengan pandangan yang masih lekat menatap, Mas Fariz memainkan rambutku yang terurai panjang sampai punggung.Aku mengangguk pelan, sembari mengulurkan tangan menyusuri struktur rahangnya yang kasar, karena jambang yang tak pernah dia pangkas habis.Tak pernah kubayangkan sebelumnya. D
Magbasa pa
Godaan
Setelah menempuh kurang lebih satu jam tiga puluh menit perjalanan dari Bogor melalui Tol Jagorawi. Kami sampai di Kebayoran Baru, tepatnya Blok M. Karena masih bertempat di Jakarta Selatan, Toko otomotif Mas Fariz memang bisa dibilang cukup dekat dari kediaman utama keluarga Mas Fariz yang ada di perumahan elite Cilandak. Jadi, kami tak perlu khawatir terjebak macet saat perjalanan pulang.Terletak di tempat yang bisa dibilang mudah dijangkau. Dengan diapit dua ruko lain, Toko otomotif Mas Fariz berada. Surga onderdil yang menyediakan hampir semua kebutuhan kendaraan. Mulai dari velg, shockbreaker, ban, dan aksesoris lainnya. Selain menjual onderdil, tempat-tempat ini juga menyediakan perlengkapan berkendara lain. Sebut saja seperti helm dan aneka jaket."Ayo masuk! Nggak usah malu-malu. Si Tebe nggak gigit, kok." Mas Fariz menarik tanganku saat tengah asik memerhatikan sekitar."Tebe?" Refleks pertanyaan itu terlontar."Tendi Subandi. Nama panggilannya Tebe. Dia penanggung jawab di
Magbasa pa
Saling Peduli
Seketika keheningan pekat menyelimuti kami, di saat yang bersamaan napasku masih memburu. Sekuat tenaga kutahan keinginan diri untuk melayangkan tamparan di wajah Mas Ali."Maaf, ya, Ma, Pa. Suci ikut pergi sama Mas Fariz karena keinginan sendiri. Wallahi di sana dia cuma ngobrolin tentang projek usahanya baru. Mereka janjian malem, karena emang sama-sama sibuk." Aku melanjutkan setelah dirasa amarah mulai teredam. "Sementara di puncak, rumah yang kita singgahi itu sebenarnya rumah Mas Fariz sendiri! Apa perlu saya jelasin juga detail kejadiannya biar Mas Ali yang terhormat ini puas dan nggak suudzon sama iparnya lagi?!""Ci, udah!" Sentuhan lembut di pundak itu sontak membuatku tersadar dengan batasan yang baru saja kulanggar, ketika berteriak tepat di depan wajah Mas Ali. Mama terus mengusap punggung dan kepalaku, sementara Papa hanya menghela napas gusar.Mas Fariz yang sejak tadi berdiri terpaku akhirnya menghampiri. Dia menarik tanganku meninggalkan ruang tengah menuju kamar kami
Magbasa pa
Alasan
Selepas Isya, kutatap lelaki yang mendengkur halus di sisi lain ranjang. Sepertinya dia benar-benar lelah. Bukan hanya fisik tapi juga mental. Hingga tak sanggup melewati waktu yang tersisa dan memilih lelap dalam tidurnya setelah puas memaki-maki Mas Ali di hadapanku. Aku bahkan tak tega membangunkannya, karena sejak kembali dia bahkan belum menyentuh nasi.Sekali lagi aku dibuat terpana dengan lelaki ini. Bagaimana pun posisinya, Mas Fariz tetap mendengarkan apa kata Pak Jamal, tanpa berniat menyangkal ataupun membela diri.Haruskah kukatakan, meskipun Mas Fariz berakhir seperti ini, orangtuanya tetap tak gagal mendidiknya. Tanpa mereka sadari, sebenarnya dia adalah gamparan lelaki sejati.Aku beranjak dari bibir ranjang untuk meletakkan mukena yang semula dikenakan di atas rak samping TV. Sejenak meraih ponsel saat melihat satu pesan masuk dari Lola.Katanya besok dia akan mampir ke Jakarta, dan berharap aku bisa menyempatkan waktu untuk bertemu.[ InsyaAllah, La. Share aja lokasin
Magbasa pa
Mencoba Tak Peduli
"Makasih penjelasannya. Tapi, saya udah nggak peduli!"Aku berlalu meninggalkannya yang masih berdiri mematung di tempat.Apa pun penjelasan yang terlontar, pergi tanpa kepastian selama lebih dari lima tahun bukan sesuatu yang patut dimaklumi. Dan lagi, entah kenapa firasatku mengatakan bahwa penjelasan Bapak dan Ibu akan jauh lebih kuat daripada alasan Mas Ali. Bisa jadi ada yang janggal di balik lamaran kedua yang dia ajukan setelah sebelumnya meminta waktu empat tahun untuk menyelesaikan study.Kupercepat langkah menaiki tangga dengan piring berisi nasi di tangan. Sesampai di kamar, kuempaskan tubuh di samping Mas Fariz yang tengah memainkan ponsel, lalu menyodorkan piring yang tadi.Lelaki itu menatapku kebingungan."Cuma nasi? Lauknya mana?"Aku menepuk dahi. Karena kehadiran Mas Ali, dan obrolan yang cukup menguras emosi tadi, aku sama sekali tak ingat dengan lauk yang seharusnya menjadi teman nasi.Karena tak mau mengambil risiko bila balik ke bawah, dan lelaki itu masih ada di
Magbasa pa
Penjelasan
"Loh, seprenya mau dicuci lagi, Neng? Perasaan baru kemaren bibi ganti." Pertanyaan Bi Surti sontak membuat wajahku menghangat."Ng, anu, Bi--""Hei, psstt ... Bibi!" Mama terdengar heboh sendiri di belakang, beberapa kali dia mencubit pelan perut Bi Surti."Oalah, aduh maaf, Neng. Bibi suka lupa kalau pernah muda." Bi Surti menepuk dahi. "Udah biarin, biar bibi yang lanjutin, Neng istirahat aja di kamar." Bi Surti mengambil alih botol deterjen dari tanganku."Eh, nggak apa-apa, kok, Bi.""Udah, kamu mah diem aja. Mending banyakin makan buah sama minum air putih. Nih!" Mama menimpali sembari menyodorkan sebuah apel.Aku meraihnya dengan sungkan."Dah, sana!" Mama mendorong pelan tubuhku agar meninggalkan ruang cuci.Akhirnya aku menurut dan memutuskan untuk kembali ke atas."Kalau butuh sepre baru lagi bilang aja, ya! Stok punya Mama masih banyak. Mulai dari My Love, My Honey, Bunny, Sweety!"Masih bisa kudengar teriakan Mama di sana.Aku menggeleng pelan.Ibu dan anak memang hampir t
Magbasa pa
Pamit
Lima tahun sebelumnya ...."Suci!"Kualihkan pandangan dari deretan mie instan yang baru saja ditata di atas rak khusus, dalam Toko Sembako Bapak yang setahun terakhir ini kukelola. Sembari berdiri tegak di balik etalase, kutatap lelaki berkulit putih yang baru saja datang dengan ransel besar yang melekat di punggung lebarnya.Aku terdiam sejenak, menatap wajah dan barang bawaannya bergantian. Perasaanku tiba-tiba tak enak. Aku merasa dia datang dengan kabar yang kurang menyenangkan."Ada apa, Mas? Mau ke mana, kok tumben banyak bawaannya?"Lelaki itu mengusap tengkuk salah tingkah, tampaknya ia ragu untuk mengutarakan maksud sebenarnya."Nggak apa-apa, Mas. Bilang aja!" Melihat keraguan dalam dirinya, akhirnya aku berinisiatif untuk memulainya.Mas Ali maju selangkah, lelaki yang dua tahun terakhir membimbingku menuju jalan hijrah itu tampak semakin gelisah."Jadi, gini, Ci ... hari ini saya dan semua keluarga mau pindah ke Jakarta."Deg!"Dan rencananya saya juga mau ambil beasiswa
Magbasa pa
Nazar
Tak terasa waktu terus bergulir. Ini adalah tahun keempat setelah perpisahan itu terjadi. Tak ada kabar, surat, pesan, atau telepon yang datang. Ekspektasiku berakhir tak sesuai harapan. Ketika rasa sepi mulai menyerang, hanya doa yang bisa kulangitkan di sepertiga malam. Memohon pada Tuhan, meski dengan segala halang dan rintangan kami tetap dijodohkan.Tak mau menyerah terlalu dini, motivasiku untuk berubah semakin terpacu. Jilbab yang semula hanya kulilit di leher, kini sudah diturunkan. Terjulur menutup dada dengan beberapa gamis yang mulai kukoleksi. Baju-baju haram-ku telah dihibahkan semua, hanya menyisakan beberapa celana longgar, dan jaket yang cukup menyimpan banyak kenangan.Selain menjaga toko, aku juga mulai aktif mengikuti berbagai kajian, beberapa seminar yang diadakan di aula pesantren juga membuatku banyak mengenal teman dengan berbagai kalangan. Teman-teman yang membawa aura positif agar hidup berangsur lebih baik.Gunjingan tetangga yang seringkali mengungkit tentan
Magbasa pa
Pilihan Tepat
"Saya terima nikah dan kawinnya Suci Puspitasari binti Ahmad Dabawi dengan seperangkat alat salat dan sepuluh gram emas. Tunai!""Sah!"Tak pernah kubayangkan sebelumnya. Nazar yang terucap setahun silam malah berubah menjadi bumerang yang menghadang, kala satu-satunya lelaki yang menjanjikan surga di ujung penantian, justru tak kunjung datang. Harapan yang berkian tahun kugantungkan pada akhirnya berakhir kekecewaan.Dalam sisa harapan, kuterima pinangan dari lelaki yang tak pernah dikenal. Calon imam dengan sifat yang bertolak belakang dari 'dia' yang nyaris sempurna. Versi terburuk yang mungkin tak akan wanita lain pilih untuk mengikat ikrar di atas pelaminan.Fariz Darmawan. Lelaki yang baru saja mengucap akad dengan lantang hanya dengan satu kali helaan napas.Bertumbuh tinggi besar dalam balutan jas hitam. Rahang yang dipenuhi jambang, luka gores di sebelah alisnya yang tebal, dengan rambut panjang diikat dan disembunyikan di balik kopiah.Kami berpandangan. Dia menatapku dengan
Magbasa pa
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status