Akibat Sumpah Sebelum Menikah

Akibat Sumpah Sebelum Menikah

By:  Dwrite  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
21 ratings
140Chapters
44.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

(Pending) "Kalau dalam kurun waktu satu tahun dia masih belum juga datang, Suci bersumpah bakal nerima siapa saja yang datang melamar." *** Kecewa karena penantiannya berujung kesakitan, Suci terpaksa memenuhi nazar yang pernah dia ucapkan untuk menerima siapa pun yang datang melamar. Dengan penuh kepasrahan, akhirnya dia menerima pinangan dari Fariz Darmawan, lelaki macam preman yang tak pernah Suci bayangkan menjadi seorang pasangan. Tanpa diduga, ternyata Fariz adalah kakak ipar dari lelaki yang Suci tunggu selama lima tahun penantian, tapi ternyata dia lebih dulu menikahi putri saudagar. Bagaimana cara Suci menjalani pernikahan ketika dia harus dihadapkan dengan masa lalu dan masa depan?

View More
Akibat Sumpah Sebelum Menikah Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Nurul Khomsiyah
Buku ini keren, alur cerita menarik dan tidak monoton. Rekomendasi buat yang suka cerita novel yang menarik dan berbumbu islami teman-teman. Tokoh dalam cerita yang saya kagumi yaitu mas Fariz :) Thanks banget buat kak author *Dwrite* Semangat terus tuk nulis buat kita-kita para readers ya kak. ;)
2023-10-29 12:10:16
1
user avatar
Yusha
melipir, ngadem di lapak fariz-uci, yg tingkahnya bikin gemezz² manja.. daripada gerah mikirin lapak sebelah. sampe eyke kena tegur di tempat kerja. mas fariz emang yg terbaik terlope lope, kek othor.
2023-08-15 22:32:02
2
user avatar
Yusha
marathon, marathon.... lope² fariz-uci, lope² othor.
2023-07-31 20:16:26
3
user avatar
Anna Ismail
akhirnya nemu cerita yang asik...gk pake banyak drama, ringan namun mengesankan. menghibur, dan bikin nyesel jg......napa dulu gak mondok aja ya....kalo di pesantren bisa se seru itu...
2023-06-21 22:14:20
2
user avatar
Bella
...️...️...️...️...️
2023-05-23 22:03:44
0
user avatar
Mimiooo17
selalu ngakak bapak dan anak ini untung ada buk sucih yg jd penengah
2023-05-19 14:27:25
1
user avatar
Nugraha Nursyamsi
selalu ngakak baca cerita Fariz sama suci ditambah buntut nya faqih mood booster banget thor
2023-05-18 14:58:14
0
user avatar
Bella
...️...️...️...️...️
2023-04-25 21:59:01
0
user avatar
paskelas7 tp2021
keren saya suka ceritanya, kejutan-kejutannya. bikin penasaran dan abis kejutan inikejutan apa lagi ya. memanusiakan manusia. memberi pelajan yang berharga dan patut ditiru kita g boleh menilai seseorang dari penampilan saja, g boleh menyamakan masa lalunya sama dengan sekarang.
2023-03-28 05:08:33
2
user avatar
Bella
...️...️...️...️...️
2023-03-26 05:20:58
0
user avatar
Nugraha Nursyamsi
lupain dan ikhlaskan masa lalu suci hargai orang yg mendampingi kamu sekarang..
2023-03-16 20:49:34
0
user avatar
miss calla
Keren banget.. up yg banyak thor. Semangat!
2023-03-13 15:59:05
0
user avatar
Adriani ve
ceritanya bagus, banyak nasihat baik.
2023-03-12 16:59:35
0
user avatar
Bella
......️...️...️...️
2023-03-05 18:16:31
0
user avatar
Feby Nazieer
next kilat dong Thor kalo bisa BAB nya merathon gtu yah ...
2023-03-04 18:33:33
0
  • 1
  • 2
140 Chapters
Akhir Sebuah Penantian
"Kalau dalam kurun waktu satu tahun dia masih belum juga datang, Suci janji bakal nerima siapa pun yang datang melamar."Tak pernah kubayangkan sebelumnya. Nazar yang terucap setahun silam malah berubah menjadi bumerang yang menghadang, kala satu-satunya lelaki yang menjanjikan surga di ujung penantian, justru tak kunjung datang. Harapan yang berkian tahun kugantungkan pada akhirnya berakhir kekecewaan.Di sisi pembaringan, dari balik jendela kenangan. Wajah teduhnya masih lekat dalam ingatan, suara beratnya masih terngiang memintaku menunggu untuk sebuah kepastian. Kepastian yang berubah menjadi ketidakpastian, ketidakpastian yang berakhir menjadi perpisahan paling menyakitkan.Hari telah berganti pekan, pekan berganti bulan, sampai tak terasa lima tahun penantian umurku sudah menginjak dua puluh delapan. Entah sudah berapa banyak lelaki yang datang, entah sudah berapa kali berbagai macam bentuk pinangan kuurungkan. Sampai hari itu akhirnya tiba, hari di mana ikatan yang berkian tahu
Read more
Malam Pertama
"Astagfirullahaladzim." Kulihat Mas Fariz putar balik ke kamar mandi sembari mengalihkan pandangan saat melihatku telentang di atas ranjang dengan pakaian kekurangan bahan."Kenapa, Mas? Bukannya ini yang tiap lelaki inginkan setelah pernikahan disahkan." Aku beranjak, duduk bersandar di kepala ranjang, menatapnya dengan nyalang."I-ya nggak salah, sih. Ta-tapi ... duh, Ci, please pake baju lu sekarang! Daripada masuk angin entar." Dia melirik sesekali. Curi-curi pandang walaupun aku tak yakin hal itu cukup mampu untuk menyembunyikan wajahnya yang telah berubah merah padam."Saya udah pake baju, Mas." Aku bangkit berdiri, lalu perlahan menghampiri."Itu bukan baju, Ci. Tapi, saringan tahu!" pekiknya panik sembari berlari melewati. Dia menyambar selembar selimut, lalu melingkarkannya di tubuhku.Mendengar itu, ada semacam perasaan geli. Tanpa sadar kedua sudut bibirku terangkat. Padahal suasana hatiku sedang tidak baik-baik saja kini. Namun, entah kenapa sejak mengenalnya dua pekan lal
Read more
Perjalanan Pulang
"Yang pertama Candra, anaknya Pak Hilman, orangnya santun, S2 jurusan perguruan. Kalau yang kedua Damar, anaknya temen mancing Bapak, orangnya juga gampang bergaul, murah senyum dan taat juga agamanya. Kalau yang terakhir--" Terdapat jeda cukup panjang. Ibu memeriksa dengan saksama catatan yang ada di tangan, sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Kalau yang ini nggak, deh. Kayaknya kamu juga nggak bakalan suka. Katanya orangnya selengean, pernah masuk bui, langganan diuber polisi karena sering balapan liar, rambutnya gondrong dan brewokan, pokoknya beran--""Siapa tadi, Bu?" Interupsiku, memotong penjelasan Ibu, saat mendengar tentang tiga kandidat yang akhir-akhir ini datang melamar."Yang mana?" Ibu mengulang pertanyaan. "Candra atau Damar?"Kini giliran aku yang menggeleng, karena dua nama yang dimaksud bukan orang yang membuatku penasaran."Yang terakhir, yang katanya slengean, rambut gondong dan brewokan. Siapa namanya?" ulangku meng-copy semua penjelasan ibu tentang kandidat terak
Read more
Tak Sesempurna yang Dipikir
"Laper nggak?" Mas Fariz menoleh padaku yang sejak tadi memeluk diri, sembari memerhatikan lalu-lalang orang dan kendaraan yang hilir-mudik di hadapan.Saat ini kami tengah menunggu jemputan sambil duduk di salah satu bangku terminal. Kata Mas Fariz, sopir yang hendak menjemput kami terjebak macet di jalan. "Dikit," jawabku sekenanya."Kalau laper bilang aja laper. Dikit atau banyak intinya sama-sama pengen makan," tukasnya menekankan.Aku menoleh, menatapnya tajam, lalu balik bertanya. "Jadi, saya salah kalau bilang cuma laper dikit? Salah kalau kenyataannya emang nggak terlalu lapar? Mas bisa bedain, kan mana lapar pengen makan, sama laper cuma pengen camilan?""Oke, gue yang salah. Fine!" Mas Fariz mengacak rambut gondrongnya, kemudian mengusap wajah kasar, sebelum memaksakan seulas senyuman. "Gorengan mau?" Dia menunjuk tukang gorengan yang kebetulan gerobaknya hanya berjarak dua meter dari tempat duduk kami."Boleh." Aku mengangguk mengiyakan."Ya, udah, tunggu bentar."Dia bera
Read more
Adaptasi
"Ci, kamu yakin mau nikah sama yang modelan begini?" Kualihkan pandangan dari cermin di depan pada Lola--sahabat yang sejak subuh tadi menemaniku didandani. "Tingginya bahkan 189,7 centi. Hampir 190! Nggak kebayang segede gimana ... anu, badannya maksudku." Aku memutar bola mata saat Lola meralat ucapannya sendiri.Tahu akan begini, lebih baik tak kuberi tahu tadi. Biarkan dia melihatnya nanti saat akad beberapa saat lagi."Modelan begini itu gimana, La?" Kujawab pertanyaannya dengan pertanyaan lagi."Rambut gondrong lurus sebahu, bewok penuh semuka dijamin bikin geli. Alis codet sebelah. Spek preman macam ini kamu yakin bisa jadi pengganti Ali?!" Dari balik cermin besar di hadapan. Kutatap tajam mata Lola yang menunduk dibuatnya."Sorry." "Kenapa orang selalu mudah menyimpulkan cuma dari penampilan yang sekilas dipindai?"Ibu satu anak itu diam membisu. "Setidaknya Mas Fariz memberi harapan pasti, daripada dia yang pergi setelah berjanji, tapi ujungnya malah mengkhianati.""Ci!" L
Read more
Alergi
Terkadang, takdir hidup memang begitu lucu. Dua insan yang pernah sedekat nadi, tiba-tiba terpisah sejauh mentari. Saling mengenalkan diri bak orang asing yang tahu posisi. Namun, kadang kala kita juga lupa, mulut mungkin bisa berbohong, tapi hati tidak. Dalam beberapa situasi mulut bisa mengkhiati hati, hingga yang terucap berdasarkan yang diingat, bukan apa yang telah dirancang otak.Dua tahun kebersamaanku dan Mas Ali, tentu membawa kesan tersendiri yang terpatri. Baik-buruk kami sama-sama saling mengetahui. Akan tetapi, apa yang sudah terjadi tak akan pernah bisa dikehendaki, meskipun kini kami saling menghindari.Masa lalu hanyalah bumbu, pelajaran hidup yang tak akan bisa diulang lagi. Saat Mas Fariz mengatakan bahwa dia tak peduli dengan masa laluku, saat itu juga aku kembali berjanji pada diri sendiri untuk tak pernah mengungkitnya lagi."Jawab, Li! Kenapa lu tahu tentang alergi Suci?" Suara tegas Mas Fariz memecah keheningan yang sesaat lalu mengisi ruangan ini. Mungkin sek
Read more
Kabur Tengah Malam
"Sorry, bukannya bermaksud mau cari simpati, kenyataannya emang begini." Aku mengangguk sekali lagi, menatapnya lekat nyaris tanpa berkedip. "Lu dengerin nggak, sih, Ci? Dari tadi cuma ngangguk-ngangguk, senyam-senyum udah kayak mainan dasboard." Mas Fariz mengernyitkan dahi. Sepertinya berusaha memindai ekspresi wajahku yang tak dia mengerti."Saya denger, kok. Paham banget lagi. Cuma saking takjubnya sampe kehilangan kata-kata," akuku, dengan senyum yang masih belum sirna.Mas Fariz memalingkan muka. Gerakan yang biasa dia lakukan untuk menutupi kegugupan. Tak seperti tampang yang biasa dia tunjukkan pada orang-orang. Jujur, di hadapanku lelaki ini justru terlihat sangat menggemaskan."Nggak usah ngeledek. Soalnya muka lu sama sekali nggak nunjukkin ekspresi takjub itu.""Emang wajah saya kenapa?" Aku bertanya, sembari beringsut mendekatinya."Cantik, tapi kurang ekspresif. Kadang bibir lu senyum, tapi mata lu enggak. Kosong," tuturnya.Aku tersenyum getir.Itu karena ada luka yang
Read more
Boncengan
"Djalu, pakabar, lu? Kangen gue nggak?" Aku mengangkat sebelah alis saat Mas Fariz mengeluarkan sebuah motor Yamaha XSR 155 yang sepertinya sudah banyak dimodifikasi, dari dalam garasi. Kendaraan roda dua yang memang tren di kalangan anak motor karena penampilannya maskulin itu dia elus penuh sayang tak ubahnya kekasih sendiri."Maaf kalau dua bulan ini lu dimusiumkan. Tahu sendiri gimana bokap gue. Gimana keadaan di dalem sini? Apa Mang Dani perlakuin lu dengan lembut sama kek motor dan mobil papa yang laen?" Dia masih bicara sendiri pada benda mati berwarna gabungan hitam dan cokelat muda itu."Mas, kapan kita berangkat? Kalau terus-terusan kangen-kangenan sama pacar besimu. Keburu subuh nanti," tegurku yang membuat Mas Fariz menoleh seketika."Sorry. Gue cuma sedikit terharu tadi. Soalnya udah cukup lama nggak ketemu Djalu. Dua bulan terakhir cuma duduk manis di balik kemudi. Soalnya ademnya AC beda sama ademnya angin alami," paparnya seraya memasang helm.Aku mengangguk memaklumi
Read more
Sok Peduli
Sepanjang perjalanan Mas Fariz sesekali teriak panik saat aku berhasil mendahului truk-truk besar dengan kecepatan tinggi. Pertama kali sejak tujuh tahun terakhir aku benar-benar merasakan sebebas ini. Jujur, menghabiskan waktu di rumah dan di balik meja kasir toko Bapak yang kukelola, memang kadang mengundang rasa bosan. Meski sesekali keluar menyusuri jalan pedesaan dengan motor matix yang dikenakan. Rasanya jelas jauh berbeda dengan saat mengendarai XSR 155, menyusuri jalanan ibukota, di tengah malam dengan ditemani lelaki bertubuh tinggi besar yang teriak-teriak sejak tadi.Hingga sampai di lokasi, aku melihat dengkul Mas Fariz masih gemetar dengan gemelatuk gigi yang beradu. Menggigil. "Nggak, pokoknya gue nggak mau lagi." Dengan napas yang masih terengah Mas Fariz menunjuk wajahku. "Gue pikir cewek sarap yang bawa motor gila-gilaan cuma Si Mona, ternyata ada yang lebih parah."Aku mengernyitkan dahi."Siapa Mona?""Temen gue. Satu-satu cewek di genk ini." Bersamaan dengan kuli
Read more
Mulai Nyaman
"Papa sama Mama tahu, Bi?" Kulontarkan pertanyaan setelah cukup lama memikirkan alasan kepedulian yang tiba-tiba lelaki itu tunjukkan dalam situasi kami yang sekarang."Nggak ada yang tahu, Non. Bibi cuma baru bilang sama Non Suci sekarang."Kuhela napas lega mendengar penjelasan Bi Surti."Kalau gitu, bisa minta tolong sesuatu?"Bi Surti mengangguk, lalu melangkah lebih dekat."Tolong jangan bilang ke siapa pun tentang in--""Mau minta tolong apa lu sama Bibi, Ci?"Deg!Suara berat dan tegas itu menginterupsi."Bibi boleh pergi!" Sebelum menjelaskannya pada Mas Fariz, lebih dulu aku meminta Bi Surti pergi. Kemudian menyembunyikan plastik berisi obat tadi, di antara sajadah dan mukena yang digenggam. "Saya cuma minta tolong Bi Surti buat rahasiain tentang alergi, biar mama sama papa nggak khawatir." Sembari menatapnya lurus, kuusahakan diri agar tetap terlihat tenang.Awalnya Mas Fariz mengernyitkan dahi, kemudian berjalan menghampiri. Merendahkan tubuh, lalu lekat meneliti ekspresi w
Read more
DMCA.com Protection Status