All Chapters of Kado untuk Ibu Mertua: Chapter 41 - Chapter 50
61 Chapters
Dia dalangnya
Author PoV(Mohon maaf yaa saya ganti pakai PoV 3 biar bisa ceritain dari berbagai sudut)[Bagaimana rasanya saat diusir dari tempatmu biasa berjualan? ]Ramzi mengerutkan dahi membaca pesan dari orang tidak dikenal itu. Dia menggeleng dan malas menanggapinya. Ada hal lebih penting yang harus ia selesaikan hari ini. Ramzi sudah selesai mengangkut semua barang miliknya yang ada di warung. Mobil pick up hitam sudah terisi penuh oleh gerobak bakso plus printilannya, serta meja kursi yang jumlahnya tidak sedikit itu."Lho, mau ke mana, Ram?" tanya pedagang roti bakar yang kiosnya berada di samping warung Ramzi. "Aku mau pindah, Wan," jawab Ramzi seraya menaikkan barang yang masih tersisa. "Pindah? Ke mana? Dan kenapa?" tanya lelaki bernama Iwan yang memakai celemek itu. Ramzi tersenyum kecut. Ia pandang teman seperjuangannya yang sangat baik itu. Sampai saat ini dia belum tahu hendak pindah jualan ke mana. Mencari sewa kios tidaklah mudah seperti membeli gorengan Terlebih yang loka
Read more
Belaan Sang Mertua
"Dengan senang hati aku akan membantumu, tetapi kamu harus meninggalkan Ines dan menikahi aku. Hidupmu akan terjamin setelah itu, Ram." Ramzi mendongak mendengar ucapan Ririn. Lelaki itu kembali mengusap pelipisnya yang bercucuran keringat. Ririn membuka kaca mata yang hanya untuk gegayaan itu lalu memakainya di kepala. "A--Aku." Ramzi menggaruk tengkuknya dan bicara dengan terbata. Ucapan Ririn yang akan membantunya membuat ia seperti orang linglung. Ririn tersenyum memperlihatkan giginya yang putih dan rapi setelah melakukan perawatan mahal di klinik kecantikan itu. Tangannya terulur dan menepuk pundak Ramzi dengan lembut. "Nggak usah buru-buru. Pikirkan baik-baik tawaranku ini dan satu yang harus kamu ingat, Ram. Kesempatan ini tidak akan dua kali. Kamu pasti tahu kalau aku punya banyak uang dan bisa melakukan apa pun dengan uangku itu." Ririn tersenyum. "A--Aku." Ramzi ingin mengatakan kalau dia tidak akan meninggalkan Ines yang sangat dicintainya, tetapi entah kenapa seolah
Read more
Kemauan Ririn
Hati Ririn berbunga-bunga melihat Ramzi meski hanya melalui video call. Senyum lelaki itu seolah mampu membangkitkan semangat. Dia bertekad tidak akan melepaskan lelaki itu setelah didapatkannya nanti. Ambar yang tadi bersama Ririn beranjak untuk membuat jus. "Halo, Ram." Ririn tersenyum. "Aku senang akhirnya kamu menghubungiku juga." "Iya, aku perlu menghubungimu karena ada hal yang ingin kubicarakan," kata Ramzi. "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas tawaranmu itu." Ririn tertawa kecil. Ia mengubah posisi duduknya dengan menaikkan salah satu kakinya di atas meja. "Apa, sih, yang nggak buar kamu, Ram. Aku jamin kamu tidak akan menyesal meninggalkan Ines demi aku. Kamu bisa menempati kios itu secara gratis karena kios itu milik kerabat ibuku." Ramzi menatap Ines dan Mila secara bergantian yang ikut mendengar obrolannya dengan Ririn karena ia sengaja memakai mode loud speaker. Mila kesal melihat Ramzi yang tidak langsung berbicara ke intinya tetapi malah berbasa-basi mem
Read more
Salah Sasaran
Ucap syukur alhamdulillah menggema setelah Ramzi mengucap ijab qabul. Lelaki yang memakai baju putih lengan panjang dengan manik-manik berkilauan di sekitar dada serta bunga melati melingkar di lehernya itu mengulurkan tangan pada Ririn. Ririn yang memakai kebaya warna senada dengan Ramzi itu mencium tangan sang suami dan berlanjut dengan cium keningnya. Kilatan cahaya dari sang fotografer tiada henti menerpa keduanya.Dari sekian banyak tamu yang hadir juga tidak lupa mengarahkan kamera ponsel mengambil video atau sekadar foto untuk mengabadikan momen yang begitu sakral itu. Pernikahan Ririn dan Ramzi dinilai tidak biasa karena Ramzi menikah di saat dirinya masih punya ikatan pernikahan dengan Ines dan wanita cantik yang saat ini tengah mengandung anak pertamanya itu juga hadir di sana. Iya, Istri pertama Ramzi itu dengan senang hati merelakan suaminya menikah lagi. Dia adalah seorang wanita yang berhati mulia serta taat agama. Dia tahu dimadu akan mendapatkan balasan surga. Ole
Read more
Panik
Ramzi panik saat memasuki kamar melihat Ines sedang bersandar di pinggir ranjang seraya mengusap perut yang sudah membesar itu. "Sakit, Mas. Sakit banget." Napas Ines tersengal, keringat sebesar biji jagung mengucur membasahi pelipisnya. "Apakah bayinya sudah mau lahir?" tanya Ramzi seraya mengusap perut sang istri dengan lembut. Ines menggeleng. "Semoga tidak, Mas. Usia kandunganku ini belum ada delapan bulan." Ramzi berlari ke rumah Mila untuk meminta bantuan dan ibunya itu menyarankan agar membawa Ines ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan lebih cepat. "Sabar, ya, Nes. Kita ke rumah sakit sekarang." Ramzi mengangkat tubuh Ines yang terus meringis kesakitan. Ines duduk dengan diapit Ramzi dan ibu mertuanya. Ia merasakan kontraksi hebat di perutnya hingga membuat keringatnya bercucuran. "Bisa lebih cepat tidak, Pak." Mila panik seraya menggenggam tangan Ines yang sedingin es. "Ini sudah cepat, Bu," kata sang supir tetap fokus dengan kemudi di tangannya. Sesuai pro
Read more
Setuju
Setelah menunggu selama lima puluh menit dengan perasaan cemas dan gelisah serta hati dan bibir yang terus memanjatkan do'a, akhirnya penantian itu tiba. Ines sudah melahirkan dengan selamat. Bayi perempuan dengan berat 1700 gram itu segera dimasukkan ke dalam inkubator dan setelah satu jam, Ines dipindahkan ke area pasca operasi caesar. Ramzi mencium kening Ines yang masih berbaring lemah di atas ranjang lalu berbisik. "Terima telah berjuang untuk anakku meski saat ini kita belum bisa memeluknya." Ines tersenyum. "Bukan anak kamu, Mas." Mata Ramzi melebar. "Bukan anakku? Lalu anak siapa?" "Anak kita." Ramzi menggenggam tangan Ines dan menatap wajahnya yang masih terlihat pucat pasca operasi. "Setelah ini aku tidak ingin kamu hamil lagi." "Lho, kenapa? Bukankah kita sudah berencana untuk punya anak banyak. Minimal empat seperti Ibu agar rumah kita selalu rame?" Ines menatap suaminya. "Aku tidak tega melihat perut kamu harus disayat-sayat. Pasti rasanya sakit banget. Duh, maaf,
Read more
Iri
"Bu Murni nggak ikut? Kok belum ganti baju?" Murni menatap sang tetangga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita yang rumahnya bersebelahan dengannya itu sudah rapi memakai setelan celana panjang warna cokelat dan atasan warna orange serta berkerudung padahal biasanya wanita bernama Fitri itu hanya memakai daster dan tidak berjilbab. "Mau ke mana, Fit? Tumben cantik?" tanya Murni seraya menatap bibir Fitri yang biasanya pucat itu memakai lipstik. "Loh, kamu ini bagaimana, to? Kita mau menjenguk Ines yang baru saja melahirkan Masa' kamu nggak ke sana?" jawab Fitri bersemangat. "Kita? Maksudnya kamu jenguk Ines tidak sendiri gitu?" tanya Murni dengan dahi berkerut. Dia yang nota bene sebagai nenek saja tidak punya minat untuk menjenguk sang cucu, tetapi tetangga malah begitu semangat ingin ke sana. Iya, Murni akui Ines memang selalu menjaga hubungan baik dengan para tetangga sebelum menikah dan diboyong ke rumah suaminya itu. Murni tersenyum. "Bayi Ines itu bermasalah. Dia mel
Read more
Mimpi buruk
Ponsel di dalam tas hitam milik Murni berbunyi berulang kali, tetapi karena suasana di rumah Ines sangat riuh terlebih banyak anak kecil yang berceloteh sehingga sang pemilik tidak mendengarnya. Ulfa uring-uringan karena merasa panggilannya diabaikan oleh ibunya sendiri. "Gara-gara Ines, Ibu jadi mengabaikan panggilanku." Ulfa menggerutu. Lalu ia mencoba mengulangi panggilannya, tetapi hingga yang ke tiga kalinya tidak ada respon. Baby Alifa di pangkuan Murni menggeliat dan tiba-tiba merintih. Buru-buru Ines mengambil alih bayinya dari tangan ibu kandungnya itu. "Ikut nenek kok nangis," kata Fitri. Jantung Murni berdegup kencang mendengar kata nenek. Iya, kini dia harus mengakui kalau bayi perempuan bernama Alifa itu akan memanggilnya nenek seperti Zanna--anaknya Ulfa. "Mungkin dia haus, Nes. Coba kamu susui lagi," kata Mila. Wanita itu dengan sabar menata posisi Baby Alifa di pangkuan Ines agar nyaman saat minum ASI, tidak lupa dia juga menutup payudara Ines dengan kerudung ag
Read more
Keluargaku
"Kamu sudah tua, Rin. Sudah saatnya untuk mencari pendamping hidup," kata Ambar seraya mengusap tangan Ririn dengan lembut.Ririn semakin kesal. Dihempaskannya tangan Murni lalu melempar bantal putih yang didekapnya itu ke lantai. "Tua? Astaga, Bu. Usiaku belum ada 30 tahun masa dibilang tua, sih?" Wanita bergaun sepanjang lutut itu turun dari ranjang lalu berjalan menuju jendela. Pandangan matanya tertuju ke pohon-pohon di sekitar rumahnya yang menghijau. Dari dalam kamarnya yang berada di lantai atas, dia dapat melihat sebuah motor bebek milik Candra yang terparkir di halaman. Ambar berjalan lalu mendekati Ririn dan ikut menatap ke luar. "Seorang perempuan yang sudah hampir 30 tahun itu sudah termaksud perawan tua. Usia kamu sepantaran dengan Ramzi sedangkan dia sudah punya anak sekarang. Seharusnya kamu juga sudah punya anak, tetapi apa?"Wanita paruh baya itu meraih pundak Ririn hingga kini keduanya berdiri saling berhadapan lalu menatapnya tajam. "Kamu malah masih asyik menge
Read more
Hanya Milikmu
Acara selamatan atas lahirnya bayi Ines yang diberi nama Alifa Azzahra sekaligus aqiqah itu sudah selesai. Rumah Ines sangat ramai dengan hadirnya dua buah keluarga besar yang berkumpul menjadi satu. Dari pihak Ines dan dari pihak Ramzi. Saat ini mereka tengah makan bersama di ruang tamu secara lesehan dengan menggelar karpet. Kursi yang biasa berada di sana terpaksa di letakkan di luar agar ruangan menjadi lebih luas. Bayi Ines perempuan dan sesuai anjuran, mereka menyembelih satu ekor kambing, tetapi Ramzi menyembelih dua ekor kambing. Yang satu ekor dimasak dan khusus dibagikan dan yang satu ekor dimakan satu keluarga besar dengan dimasak gulai. Ines tersenyum melihat ibu dan ayahnya yang mau membaur dengan keluarga suaminya. Mereka terlihat seperti satu keluarga yang utuh. Mata Murni panas saat teringat dengan Ulfa. Anak kesayangannya itu seharusnya ikut berada di sana dan berbahagia bersama dua keluarga yang bersatu itu, tetapi Ulfa menolak untuk datang saat Murni mengajakn
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status