All Chapters of Kado untuk Ibu Mertua: Chapter 21 - Chapter 30
61 Chapters
Pura-Pura
Tubuhku merosot di lantai. Aku bersandar di pintu, kulipat kedua tangan yang berada di atas lutut dan kugunakan untuk menyembunyikan wajahku. Cerita ibu membuat jiwaku terguncang. Dadaku terasa sesak hingga aku kesulitan bernapas. Samar kudengar suara isakan tangis dari dalam. Ibu, izinkan aku memelukmu untuk mengurangi beban berat ini. Aku tidak bisa membayangkan betapa menderitanya ibu selama dua puluh dua tahun ini. Aku mungkin tidak akan kuat menjalaninya. Aku memejamkan mata menikmati bulir panas di pipi. Arul? Nenek Hasma? Nama itu berkelebat di kepala. Apakah ini ada hubungannya dengan kebaikan wanita itu selama ini? Aku memandang kalung yang melingkar di leherku. Perhiasan emas seberat 10 gram ini adalah hadiah dari Nenek Hasma saat aku menikah dan tentu saja ia berpesan padaku agar tidak memberi tahu ibu jika ia telah memberi hadiah barang yang cukup berharga. "Apakah ini tidak berlebihan, Nek?" tanyaku waktu itu. Tanganku gemetar saat menerima kalung yang masih berada
Read more
Cerita Hasma
"Jadi, kamu sudah tahu? Apakah Murni telah menceritakan semuanya?" tanya nenek Hasma dengan tatapan menyelidik. Seorang wanita muda muncul dengan membawa nampan yang di atasnya terdapat gelas berisi minuman teh yang masih mengepulkan asap dan satu toples camilan. Seiring bertambahnya usia, Nenek Hasma tidak bisa melakukan semua pekerjaan rumah sendiri sehingga ia butuh seorang asisten rumah tangga sekaligus menemaninya. "Jadi benar, Nenek tahu tentang keluargaku?" Aku balik bertanya.Wanita berusia lanjut itu menghela napas perlahan seakan mencoba meredam kalut yang bergumul di dalam hati. Ia meraih bantal kecil berwarna biru, berharap benda itu bisa memberinya sedikit rasa tenang.Waktu seolah berhenti berjalan. Aku gelisah menunggu penjelasan darinya. Jantungku berdegup kencang, bahkan aku merasa Mas Ramzi dan Nenek Hasma bisa mendengar suara jantungku yang bertalu-talu ini. "Ibuku bilang Ayah Ahsan bukan ayah kandungku dan ayahku yang sebenarnya bernama Arul. Aku penasaran apa
Read more
Pengakuan Ramzi
InesAku masih terpaku di depan pintu. Kaki ini terasa berat sekolah ditindih batu besar sehingga sulit untuk melangkah. Apalagi melihat tatapan Mbak Ulfa yang mengejek. Perasaanku mulai tidak enak. Keringat dingin mulai membasahi tubuh. Bayangan penolakan ibu datang menghantuiku. "Ines, kenapa masih berdiri di situ? Enggak kangen sama Ibu?" tanya ibu seraya berdiri dari duduknya. Seulas senyum manis ibu mertua mampu mencairkan kebekuanku, tetapi aku masih ragu untuk mendekat. Hingga Mas Ramzi menggandeng tanganku untuk mendekati ibu. Mas Ramzi mencium punggung tangan ibunya dan aku mengikutinya. Mulutku ternganga saat tiba-tiba Bu Mila menarikku ke dalam pelukan. Aroma parfum melati menguar dari tubuhnya memberiku efek ketenangan. Dari ekor mata dapat kulihat Mbak Ulfa memutar bola mata malas sepertinya dia tidak senang lihat kedekatanku dengan wanita yang sudah melahirkan suamiku ini. "Kamu baik-baik saja, kan, Nes?" Bu Mila mengurai pelukannya lalu mengamatiku dari ujung kep
Read more
Gagal Lagi
PoV UlfaAku sudah berada di dalam mobil bersama Zanna. Bayangan Ramzi yang menggenggam erat tangan Ines kembali berkelebat di kepala berganti dengan bayangan Mas Romi yang sering berwajah kaku dan sering marah-marah nggak jelas.Aroma harum menguar dari gelas berisi susu cokelat hangat yang baru saja kuseduh. Aku berniat mencicipinya sedikit untuk mengetahui suhunya sudah pas atau belum. Tidak kepanasan dan juga tidak kedinginan. Harus pas kalau tidak mau Mas Romi yang sedang menunggu minuman ini naik darah. "Ulfa! Kamu minum minumanku?" tanya Mas Romi dengan wajah melotot. "Jangan kurang ajar, ya?"Astaga. Aku hanya mencicipi, tetapi dibilang kurang ajar. "Dengar, ya, Ul. Aku nggak suka minumanku dijamah orang lain." Dia mendengkus sebal. "Aku hanya mencicipinya, Mas." Aku membela diri. "Pokoknya ganti, aku nggak mau minumanku ternoda oleh bibirmu. Jijik." Aku berdiri mematung. Lelaki seperti apa yang aku nikahi itu. Bekas bibir istri sendiri saja merasa jijik. Keterlaluan. P
Read more
Dipaksa Pulang
Ulfa"Kapan kamu pulang, Fa?" tanya ibu saat aku baru saja selesai memandikan Zanna. Setelah gagal membuat Ines marah aku pulang lagi ke rumah ibuku. Aku mengerucutkan bibir dan menatap ibu yang sedang menyiapkan obat untuk ayah. " Ibu mengusirku? Nggak suka, ya, ada aku di sini? Ini rumahku juga, Bu. Kenapa harus buru-buru disuruh pergi? Aku kan masih betah?"Wanita berbaju merah itu mendesah pelan. "Ibu tidak bermaksud mengusirmu, Ul, tetapi sudah beberapa hari kamu tidak di rumah dan aku lihat Romi juga tidak pernah menghubungimu. Hubungan kalian baik-baik saja kan?"Aku tersenyum terpaksa. "Tentu saja hubunganku dengan Mas Romi baik-baik saja. Dia suami yang sangat pengertian. Aku sudah izin kalau akan lama di sini. Seharusnya hanya sampai Ibu sembuh, tetapi ayah malah kecelakaan. Aku melakukan ini karena sayang kalian. Aku hanya ingin memastikan saat pulang nanti kalian berdua sudah benar-benar sehat dan pulih seperti sedia kala."Ibu tersenyum lalu merentangkan tangan. "Duh,
Read more
Jenguk Bayi
poV InesJam bulat di dinding yang terletak di sebelah kipas angin sudah menunjukkan pukul sebelas kurang 5 menit. Lima puluh porsi bakso sudah siap diantar ke pelanggan yang memesan via online. Iya, selain melayani makan di tempat, bakso kami juga bisa dipesan melalui online. Senyum merekah terbit di bibir Mas Ramzi saat Pak Salim-- orang yang biasa mengantar pesanan sudah mulai berangkat dengan lima puluh porsi baksonya. Aku tahu suamiku itu sangat lelah, tetapi dia masih memiliki semangat kerja membara demi sebuah mimpi yang harus kami capai bersama. Dahiku berkerut saat motor yang dikendarai Pak Salim sudah kembali, tetapi baksonya masih utuh. Rasa penasaran yang menggebu membuat kami berlari menghampiri lelaki berkaus oblong warna hitam itu. "Ada apa, Pak? Kenapa baksonya masih utuh?" tanya Mas Ramzi. "Nggak jadi diantar? Nanti pemesannya sudah menunggu, lho."Segera kuambilkan teh hangat saat menyadari wajah lelaki itu terlihat pucat. Setelah menyesap minuman yang kuberika
Read more
Berduka
"Bu Mila, menantunya ini dikasih tahu kalau mau ambil baju itu jangan yang baru. Baju yang ini baru dipakai sekali sudah diambil aja," ujar wanita itu dengan bersungut-sungut. "Iya, saya minta maaf," kata ibu. Mulutku ternganga. "Kenapa Ibu malah minta maaf? Aku sama sekali nggak tahu kenapa baju bayi itu bisa ada di dalam tas padahal aku tidak mengambilnya." Wanita yang sudah melahirkan suamiku itu tersenyum yang menyejukkan hati ini. "Tidak ada ruginya kita minta maaf meski tidak bersalah. Minta maaf bukan berarti kita kalah, bukan?" "Alah, ngaku aja kalau memang kamu yang ambil? Memangnya baju bayi ini punya kaki sehingga bisa masuk sendiri ke dalam tas apa?" kata wanita yang entah namanya siapa itu sinis. Aku menghela napas, sekadar untuk menguras rasa sesak di dada ini. Bagaimana bisa menjelaskan kalau aku benar-benar tidak tahu menahu kenapa baju bayi bergambar bunga itu bisa berada di dalam tas kecilku. Di kamar itu pastilah tidak ada CCTV yang dapat menjadikan bukti untuk
Read more
Wasiat
Aku menekuri gundukan tanah merah yang masih basah dan bertaburkan bunga mawar yang didalamnya berbaring jasad Nenek hasma itu. Bulir bening menetes membasahi tanganku.Bayangan Nenek Hasma yang selalu murah senyum dan harus tinggal sendiri di hari tuanya itu membuatku sedih. Masih teringat dengan jelas saat beberapa waktu lalu ia memintaku untuk tinggal bersamanya, tetapi kutolak dengan halus. Aku mendongak dan memejamkan mata, seandainya aku tahu dia akan pergi secepat ini pasti permintaannya akan kuturuti. Di depanku juga ada Tri--pembantu Nenek Hasma. Wajahnya sembab, kesedihan tidak dapat ia sembunyikan di raut wajah ayunya itu. Dia bilang, Nenek Hasma sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri, begitu juga dengan Nenek Hasma, Tri yang berwajah cantik itu sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Keduanya saling menyayangi. Wajar jika Tri merasa begitu kehilangan. Sebuah tangan mendarat di pundakku. Aku menoleh, Mas Ramzi tersenyum padaku. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahku dan me
Read more
Hanya Mimpi
[Nes, Ibu kangen]Aku menggosok mata perlahan dan menatap tajam barisan huruf yang tertera di layar ponsel yang sedang kupegang ini. Kedua mataku masih berfungsi dengan baik, bukan?Ibu berkirim pesan saja sudah membuatku heran, apalagi isinya seperti itu. Takutnya aku salah baca. Namun, hingga sekian lama aku menekuri, tulisan itu masih belum berubah dan aku memang tidak salah lihat. Isi pesan ibu kangen disertai emot senyum bertabur love terpampang nyata di depanku. Aku memejamkan mata. Belum sempat kubalas, ponselku kembali berbunyi. [Datang ke rumah, ya, Nes]Aku menghela napas panjang. Dia selalu mengabaikanku, tetapi sekarang memintaku datang. Haruskah aku balik mengabaikan?Bagaimana kalau setelah sampai aku tidak diterima atau diusir seperti yang biasanya? Tetapi, dia yang meminta, bukan? Aku berjalan mondar-mandir seperti setrika. "Jangan mengabaikan perintah ibu," kata Mas Ramzi yang seolah tahu kegundahan hatiku. "Jadi, menurut Mas aku harus datang?" Imamku itu ters
Read more
Siapa Arul
PoV Bu Murni"Ibu adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku. Tidak ada salahnya jika kuberikan semua harta yang kupunya pada ibu," kata Ines dengan senyumannya yang sangat manis. Iya, kuakui bayi mungil yang kulahirkan dua puluh tiga tahun yang lalu itu sekarang sudah menjelma menjadi gadis yang sangat cantik. Terlebih setelah menikah. Aura kecantikannya semakin terpancar. Mungkin karena dia selalu bahagia. Dia memang mewarisi kecantikanku. "Ini kunci rumah serta sertifikatnya," lanjut wanita yang dulu sangat kubenci itu. Aku sangat bersyukur, dia tidak mati meski aku sudah berulang kali berusaha membunuhnya. Mataku terasa bersinar terang saat membuka map berisi sertifikat rumah dan juga tanah yang diberikan Ines padaku. Selain rumah yang kutaksir harganya tidak murah jika dijual itu, ada juga sertifikat tanah. Iya, Hasma memang punya tanah berupa sawah yang sangat luas yang digarap orang lain dengan sistem bagi hasil dan hasilnya sangat banyak. Itulah sebabnya meski dia seo
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status