All Chapters of Pewaris CEO yang Terbuang: Chapter 51 - Chapter 60
71 Chapters
Firasat Buruk
"Aku tidak ingin timbul gosip atau desas desus mengenai Rose. Dan satu lagi jangan sampai berita ini tersebar ke luar mansion. Kalian semua mengerti?" Suara Luke terdengar begitu tegas sehingga Rose yang berdiri di sampingnya ikut tertunduk. Seperti biasa, Benjamin sebagai kepala pelayan mansion menjawab titah yang diberikan oleh sang majikan. "Kami semua akan mematuhinya, Tuan Muda." "Sekarang kalian semua boleh beristirahat," ujar Luke seraya mengajak Rose menaiki tangga ke lantai dua. Rose masih setia dalam kebungkamannya. Di ujung tangga, mereka berpapasan dengan Esme. Ekspresi wanita itu nampak terkejut melihat kedatangan majikannya. "Kenapa kamu disini? Apa tugas yang kuberikan sudah selesai?" tanya Luke. Esme segera membungkukkan badannya penuh hormat. "Sudah, saya baru akan memberitahukannya kepada Tuan Muda." "Kalau begitu kembalilah ke paviliun."
Read more
Ajakan Makan Malam
Setibanya di kamar mereka, Luke langsung menaikkan dagu Rose dan melumat bibirnya. Rose tidak melawan karena ia pun menantikan sentuhan pria ini. Terkadang Rose merasa dirinya tidak waras karena menghamba pada lelaki yang jelas tidak mencintainya. Namun ciuman Luke kali ini terasa berbeda. Bukan hanya didominasi oleh hasrat tapi ada kelembutan dan kasih sayang di dalamnya. "Jujurlah, apa sampai detik ini kamu masih terpaksa menikah denganku?" tanya Luke melepaskan tautan bibir mereka. Rose tidak menjawab tapi ia malah balik bertanya. Ia yakin pria ini sedang berusaha mengorek isi hatinya untuk memastikan seberapa kuat pengaruhnya. "Bagaimana denganmu?" Luke mengelus pipi Rose dengan lembut. Sesaat pandangan mata mereka saling mengunci satu sama lain. "Jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu apa kamu akan percaya?" Rose menunduk untuk memutus tatapan mata mereka. Ia menghembuskan napas pelan. "Kalau kamu menyatakan cinta pada Anneth, pasti dia akan meleleh dan menyerahkan diri p
Read more
Masuk Perangkap
Rose sedang berkonsentrasi penuh untuk menyelesaikan bagian sayap dari patung dewi Eos yang dibuatnya. Ia tinggal punya sisa waktu satu jam lagi sebelum acara gladi bersih dimulai. "Menurutmu apa sayap kanan dan kiri sudah seimbang, Gwen?" tanya Rose kepada sahabatnya itu. "Sudah, Rose. Kamu tinggal menambahkan aksen garis di dalamnya. Kerjamu cepat sekali. Lihat patungku baru sampai di bagian kaki," puji Gwen. "Aku harus buru-buru, Gwen. Aku tidak mau Mr. Robert menungguku terlalu lama. Oh ya, besok kamu datang ke konserku, kan? Acaranya dimulai jam tujuh malam." "Pasti, Baby. Aku juga akan mengajak Sean," jawab Gwen bersemangat. "Aku berharap dia akan semakin mencintaimu setelah menonton konser Valentine." Rose tersenyum seraya melepaskan apron yang dipakainya. Sementara Gwen memperhatikan raut muka sahabatnya itu. "Rose, kalau kuperhatikan wajahmu lebih berseri dari biasanya. Jangan-jangan kamu sudah punya kekasih," tebak Gwen penasaran. Rose hanya tersenyum simpul tanpa mem
Read more
Di mana Kamu
"Siapapun yang menyuruh kalian, katakan padanya aku tidak takut mati. Paling tidak aku bukan seorang pengecut seperti dia. Ingin melenyapkan aku, tapi tidak berani menghadapi aku secara langsung! Satu lawan satu!" ancam Luke tanpa rasa takut. Ia yakin bahwa pelakunya adalah orang yang sama dengan pembunuh ayahnya.Kedua lelaki itu terbahak mendengar ucapan Luke."Nyalimu besar juga. Tapi gertakanmu itu tidak berpengaruh apa-apa untuk kami. Terima saja kematianmu sekarang!"Pria yang bertubuh paling besar mengarahkan ujung pistolnya kepada Luke. Dalam hitungan detik, ia menarik pelatuk pistol itu dan terdengarlah suara tembakan yang mengudara.Bersamaan dengan itu, Rose memecahkan piring yang dipegangnya. Entah mengapa dadanya mendadak terasa nyeri seolah terkena bidikan benda tajam."Nyonya, Anda kenapa?" tanya Esme khawatir."Aku tidak tahu, Esme. Tiba-tiba saja dadaku sakit.""Nyonya, istirahat saja di kamar. Saya akan membereskan pecahan piring ini," ucap Benjamin segera mengambil
Read more
Berubah Menjadi Iblis
Rose sudah bersiap di samping mobilnya dengan ditemani Noah. Begitu melihat Denzel datang, Rose berlari menghampirinya. Ia tidak ingin membuang waktu barang sedetik pun untuk mencari Luke."Daddy, maaf aku merepotkanmu. Aku bingung harus meminta bantuan kepada siapa," ucap Rose panik.Dengan tatapan redup, Denzel meraih tangan Rose yang gemetaran."Saya tidak pernah keberatan menolong Nona. Coba ceritakan pelan-pelan bagaimana Luke bisa hilang.""Luke mengatakan akan makan malam bersama Uncle Hendrick tapi sampai sekarang dia tidak kembali. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Aku yakin terjadi sesuatu padanya."Rose tiba-tiba teringat sesuatu."Apa Daddy punya nomer ponsel Uncle Hendrick? Siapa tahu dia masih bersama Luke.""Saya tidak punya nomernya maupun alamat rumahnya, Nona.""Daddy, kalau begitu kita berangkat sekarang ke kafe dan restoran di sekitar kawasan kantor Brown Group."Denzel melirik kepada Noah yang menunggu Rose di dalam mobil. Baru pertama kali ia melihat lelaki be
Read more
Kabar Duka
Setelah Sonya pergi, Denzel mendapat panggilan video dari anak buahnya. Mereka memperlihatkan bagaimana mobil milik Luke terbakar karena dilalap kobaran api. Denzel merasa puas. Sejauh ini semua usahanya melenyapkan Luke berjalan dengan lancar. Hanya saja ia belum tenang sebelum melihat mayat Luke dengan mata kepalanya sendiri. "Apa kalian sudah memeriksa isi mobil itu sebelum membakarnya?" "Sudah Tuan. Kami berhasil menemukan dompet dan identitas Luke Brown. Seperti perintah Anda, kami meletakkan mayat orang lain dan sengaja meninggalkan dompet Luke Brown di dekat lokasi. Mereka pasti mengira dia meninggal dalam peristiwa kebakaran itu." "Kerja kalian sangat bagus. Lalu apa kalian sudah menemukan mayat Luke Brown yang asli?" "Maaf, Tuan, kami sudah menyusuri sekitar lokasi tapi tidak berhasil menemukannya. Kemungkinan besar mayat Luke telah dibawa oleh orang lain." Denzel menghembuskan napas kasar sebelum mengakhiri percakapan itu. "Sekarang cepat tinggalkan lokasi sebelum ada
Read more
Dia Masih Hidup
"Dimana Rose?" tanya Denzel kepada Benjamin yang berjaga di depan pintu."Nyonya ada di dalam, Tuan."Denzel bergegas masuk ke mansion. Ia melihat Rose duduk dengan mata sembap di sudut sofa. Di sebelahnya ada Esme yang memijat kaki Rose. Esme langsung bergeser dari posisinya ketika Denzel datang."Nona, saya sudah mendengar tentang kecelakaan mobil yang dialami Luke.""Aku yakin dia belum meninggal, Daddy," ucap Rose dengan tatapan kosong.Denzel mendekat kepada Rose sambil memegang tangannya."Tabahlah, Nona. Jika Nona ingin memastikan mayat yang ditemukan polisi itu bukan Luke, kita harus pergi ke rumah sakit. Saya akan menemani Nona."Seolah mendapat kekuatan baru, Rose bangkit berdiri. Perkataan Denzel memang benar. Ia tidak boleh hanya meratapi suaminya tapi harus segera mengambil tindakan. Lagipula hati kecilnya mengatakan bahwa Luke masih hidup dan akan kembali padanya.Melihat Rose begitu terpukul, Denzel bermaksud menggandeng tangan Rose keluar dari mansion. Tapi Rose sudah
Read more
Mempersembahkan Lagu Untuknya
Seolah tuli, Rose tidak mendengarkan panggilan pamannya. Ia menaiki dua anak tangga sekaligus lalu masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil biola. Denzel hendak menyusul Rose tapi Josh segera melarangnya."Tuan Denzel biarkan saja Rose melakukan apa yang dia mau. Konser biola itu sangat penting untuknya. Mungkin dengan hadir di acara itu, kesedihan Rose bisa sedikit berkurang.""Tapi dalam kondisinya sekarang, dia bisa pingsan di atas panggung. Lagipula Luke sudah meninggal, dia tidak mungkin muncul," jawab Denzel cemas."Sebaiknya kita temani saja Rose sebagai bentuk dukungan kita kepadanya. Besok kita laksanakan upacara pemakaman Luke."Denzel menarik napas panjang sambil mengangguk. Cukup lama mereka menunggu di ruang tamu, hingga akhirnya Rose turun. Mereka semua terkesiap melihat perubahan pada diri Rose. Wanita muda itu tampak begitu cantik dengan gaun berwarna putih dan rambut yang diikat dengan pita senada. Rose memang merias wajahnya dengan make up tebal untuk menghapus semua
Read more
Pengkhianat di dalam Mansion
Pria paruh baya itu segera menekan tombol berwarna merah untuk memanggil dokter pribadinya. Tak berselang lama, dua orang pria dan satu wanita masuk ke dalam ruangan. Mereka adalah dokter, perawat, dan asisten pria itu. "Dokter, cepat periksa putra saya. Baru saja dia memanggil nama istrinya. Mungkin dia akan sadar," ujar pria itu penuh harap. "Baik, Tuan Sebastian." Pria bernama Sebastian itu menjauh dari ranjang pasien dan berdiri di samping asistennya. Dengan cemas, ia mengamati bagaimana dokter memeriksa putra tunggalnya. "Maaf, Tuan Sebastian, Tuan Luke belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Menurut saya, lebih baik kita pindahkan dia ke rumah sakit pusat yang peralatannya lebih lengkap. Dengan begitu Tuan Luke akan...." "Dokter, sudah saya katakan berulang kali, saya tidak akan membawa Luke kemanapun. Bagi saya keselamatannya jauh lebih penting," pungkas Sebastian dengan suara baritonnya. Melihat ketegasan Sebastian, dokter itu tidak berani membantah lagi. Terlebih pria
Read more
Aku Seorang Diri
Dengan topi dan kaca mata hitam, Rose menyaksikan peti berukir itu terkubur di dalam tanah. Di kiri dan kanan Rose, berdiri Josh dan Suster Mary. Mereka mendampingi Rose sejak awal untuk menguatkan hatinya. Tidak ada air mata Rose yang mengalir hingga akhir dari upacara pemakaman. Kenyataan ini justru membuat Josh dan Suster Mary sangat khawatir. Mereka takut Rose akan berbuat nekat karena sedang mengalami depresi yang dalam. Padahal Rose tidak bereaksi karena ia menganggap pemakaman ini sekedar formalitas. Keyakinannya tetap teguh bahwa jenazah yang terkubur di bawah sana bukanlah Luke. Sementara Denzel berada dengan para bodyguardnya berjaga di belakang para pelayat. Mereka membentuk barisan untuk menghadang para wartawan yang hendak meliput prosesi pemakaman Luke. Meskipun dilarang, mereka tetap saja berdesakan untuk meliput upacara itu. Sebagian portal berita di internet bahkan sudah merilis headline dengan judul yang bombastis. Sebagian besar warga Amerika juga membicarakan tra
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status