All Chapters of Tawanan Cinta Mafia Tampan: Chapter 91 - Chapter 100
110 Chapters
BAB 91
George membelalakkan matanya, merasa tak pecaya dengan apa yang sedang dia lihat. Jantungnya berdenyut ngilu dan seakan diremas oleh kenyataan pahit yang begitu menyesakkan. George menggeleng pelan dengan raut kesedihan yang sangat jelas terlihat. Dia mulai mengerti, rupanya sosok Angella yang dia kenal adalah kekasih Raizel, bukan hanya sekadar orang suruhannya. Raizel melepas ciumannya lalu memandang George dengan tatapan mengejek. “Dia bukan Angella, George!” ucap Raizel, menyunggingkan senyum. “Dia adalah calon istriku.” Gabby berdecak gusar. Tidak seharusnya Raizel bersikap seperti itu di depan George. Apa untungnya? Meskipun dalam hati Raizel dia hanya bermaksud pamer dan mengingatkan George untuk tidak berharap lebih tentang Gabby. “Sudahlah, Rai! Ayo kita pulang.” Kali ini Gabby benar-benar menarik lengan Raizel dan segera memasuki mobil. Namun, sebelum Gabby menutup pintu, dia meletakkan pistol milik George dan kunci-kunci di jalanan. Kemudian gadis itu berkata, “Sebaikn
Read more
BAB 92
George menggeram dengan kedua tangan yang sudah mengepal tatkala barang bukti yang sudah susah payah dia kumpulkan kini raib tak tersisa. Dia termangu di ruang kerjanya, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dengan dada yang mulai naik turun akibat emosi yang kian meluap. George benar-benar Tak habis pikir jika Angella alias Gabby telah merencanakan semuanya hanya untuk mencuri seluruh barang bukti yang ada di rumahnya. 'Kenapa aku begitu bodoh dan terlalu percaya kepada gadis itu? Harusnya dari awal aku sudah curiga kenapa ada gadis yang tiba-tiba muncul di sekitarku dan mengaku tinggal di apartemen dekat kantorku? Bahkan sebelumnya aku tak pernah melihat ada gadis seperti dirinya berkeliaran di sekitar sana.'Lagi-lagi George menghela napas gusar. Dia harus menerima sebuah kenyataan pahit yang telah mengoyak hati dan jiwanya. Dia mulai sadar jika Raizel bukan lawan sembarangan. Sekali George menyerang, dia pasti akan membalas berkali-kali lipat. Namun, bukan berarti George taku
Read more
BAB 93
Setelah reservasi dua hari sebelumnya, Eleven berhasil memesan Heaven Room beserta dengan Sarah, seperti biasa. Namun, ada yang berbeda kali ini. Tatapan hangat Sarah yang selalu terlihat berbinar saat bertemu Eleven kini sirna. Berganti dengan tatapan nanar yang menunjukkan rasa jijik dan kecewa. Sebenarnya melayani pria hidung belang hingga bersetubuh bukanlah hal yang asing bagi Sarah dan Fallen Angel lainnya. Hanya saja, saat itu Sarah menaruh hati dan berharap lebih kepada Eleven. Dia pikir Eleven tak akan segan menyentuh tubuhnya apalagi sampai menggagahinya. Rupanya sama saja. Sarah jadi malas-malasan melayani Eleven setelah keduanya memasuki Heaven Room. Dia sudah tak se-welcome dulu. Tak ada lagi inisiatif untuk memijit atau menyajikan teh hangat. Sarah memilih diam sebelum ditegur terlebih dulu. Hal itu cukup menimbulkan tanda tanya dalam benak Eleven. "Kamu kenapa dari tadi diem aja?" Sarah hanya menggeleng, tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab. "Jika kamu t
Read more
BAB 94
"Bagaimana, Gabby? Apa kau menemukan banyak bukti yang tersembunyi di rumah George?"Richardo bertanya setelah mengepulkan asap cerutunya di udara. Saat ini mereka tengah mengadakan rapat penting di ruang kerja Raizel. Tentu saja karena Gabby baru saja kembali dan Richardo ingin mengetahui hasil dari misinya selama ini. Sesuai kesepakatan, Gabby pun menyerahkan file rekaman yang ada pada dashcam mobil Raizel. "Maafkan aku, Paman. Aku hanya menemukan ini."Richardo berdecak gusar. Dia pernah mendengar jika mobil yang dipakai Raizel saat dicegat George bukanlah mobil utama yang sering dia pakai saat bertemu Richardo. Jadi, file rekaman yang disimpan oleh George tak berarti apa-apa baginya. Melihat reaksi pamannya yang kurang mengenakkan, Raizel berusaha menengahi. “Gabby terlanjur ketangkap basah saat geledah ruangannya.” Richardo menatap Gabby dengan mata terpicing. “Kok. Bisa?” Gadis itu hanya menggeleng. “Entahlah. Tiba-tiba dia terbangun begitu saja lalu muncul mengejutkanku.”
Read more
BAB 95
“Argh!” Raizel mengunci pintu lalu mengamuk dalam kamarnya. Dia benar-benar merasa dikhianati. Sudah berulang kali Raizel mengingatkan Gabby untuk jangan melewati batas, tapi kenapa tetap melanggar? ‘Apa istimewanya George sampai Gabby bersedia melakukan itu?’ Berbagai pertanyaan terus berkelindan dalam benaknya. Dia bahkan sudah merasa memberikan yang terbaik kepada Gabby. Tak ada lagi intimidasi seperti dulu yang membuat gadis itu merasa tak nyaman. Raizel menghela napas gusar. Akhirnya dia merasa lelah. Kemudian Raizel memilih untuk terduduk di tepi kasur sambil membenamkan wajahnya di kedua tangan. Sementara itu di ruang kerja Raizel, Richardo memilih untuk pamit karena situasinya tak memungkinkan untuk melanjutkan meeting. “Sepertinya Raizel tak ingin diganggu. Lebih baik aku pulang dulu.” “Baik, Paman!” balas Lascrea lalu mendelik ke arah Gabby yang sedang menunduk seraya terisak. Lascrea memilih untuk meninggalkan gadis itu dan pergi ke luar, mengantarkan Richardo sampai
Read more
BAB 96
Sejak kejadian meeting tempo lalu, hubungan Raizel dan Gabby menjadi renggang, bahkan memburuk. Pria itu jadi sering uring-uringan dan menghabiskan banyak waktu di El Camorra dari pada di rumahnya sendiri. Bukan tanpa alasan dia bertindak demikan. Raizel hanya tak ingin bertatap muka dengan Gabby sejak melihat video itu. Sudah berulang kali Lascrea memberi saran kepada Raizel untuk melepaskan Gabby. Namun, entah kenapa Raizel tak menanggapi. Dia lebih memilih diam dan membiarkan Gabby tetap tinggal di rumahnya. Walau bagaimana pun, dia tak tega menelantarkan Gabby yang sudah tak memiliki tempat tinggal dan keluarga. “Rai! Aku mau jelasin semuanya. Tolong dengerin aku!” Gabby menyeimbangi jalan Raizel saat pria itu tergesa-gesa hendak menemui klien. Gadis itu tak kenal lelah untuk terus memohon, meskipun sudah berulang kali diabaikan. Sementara Lascrea yang berjalan di samping Raizel hanya bisa mendengus kasar lalu tersenyum licik. Akhirnya keinginan dia untuk melihat Raizel dan Gabb
Read more
BAB 97
Sudah satu minggu Raizel bersikap acuh tak acuh hingga Gabby merasa bosan dan berpikir untuk pergi. Terlebih lagi, ponsel yang biasa dia gunakan telah rusak akibat dibanting oleh Raizel. Pria itu sengaja tak memperbaikinya karena ingin menunjukkan sikap ketidakperduliannya terhadap Gabby. Begitulah Raizel kalau sudah marah. Meskipun diam tapi tetap menyeramkan. “Untuk apa aku berada di sini kalau kehadiranku tak dianggap?” Gabby menggerutu sendiri di dalam kamar. Dia memasukkan seluruh pakaianna ke koper, berniat untuk kabur. Sejujurnya, berat untuk melepas segala kenangan indah yang telah dia rangkai bersama Raizel. Rasanya baru kemarin mereka saling menyayangi dan bermadu kasih di tempat ini. Namun, mengapa kini semuanya berubah? Andai Raizel tak memerintahkan Gabby untuk menjebak George, mungkin Gabby tak akan terbuai dengan permainannya sendiri. Tidak! ‘Andai sejak awal aku tak berinisiatif dan menawarkan diri untuk membantunya dalam menangani kasus George, mungkin semuanya tak
Read more
BAB 98
“Halo, Nona Gabriella!” sapa Eleven dengan suara berat, efek dari topeng pengubah suaranya. Gabby menggeleng seraya berjalan mundur. Dia sama sekali tak mengenal sosok pria bertopeng itu. “Siapa dia, Rea?” tanya Gabby dengan raut panik. Suaranya mulai bergetar karena ketakutan. Lascrea menyeringai sambil melipat kedua tangan di depan dada. “Kau tak perlu banyak tanya, Gabby. Tugasmu hanya perlu melayaninya,” jelas Lascrea sambil melangkah, mendekati Eleven. "Kalau begitu, aku serahkan semuanya kepadamu!"Lascrea menepuk pundak Eleven, sedangkan sebelah tangannya menadah untuk meminta bayaran. "Jangan khawatir! Aku tidak akan membunuhnya," balas Eleven sambil mengeluarkan amplop cokelat berisi uang. Terlihat sangat tebal. "Lascrea! Apa maksudnya semua ini? Apa Raizel benar-benar menyuruhku untuk bekerja di sini?"Lascrea mendengus kasar, lalu menjawab, "Kalau bukan dia, siapa lagi?"Gabby menelan saliva yang terasa getir. Kenapa Raizel begitu tega menjual dirinya kembali? Bukankah
Read more
BAB 99
Lascrea yang tak ikut menaiki speedboat lebih memilih untuk menunggu di sebuah restaurant dekat sungai. Dia terpaksa berbohong kepada Gabby dengan menjual nama Raizel yang sama sekali tak mengetahui tentang ini. Jika tidak berkata demikian, mungkin Gabby enggan mengikutinya sampai sini. ‘Maafin aku, Rai. Kalau sejak awal kamu pilih aku, mungkin aku nggak akan sejahat ini.’ Lascrea mengeluarkan sebatang rokok dan menyesapnya seraya memandangi speedboat yang melaju di permukaan air. Namun di tengah lamunan itu, tiba-tiba ponsel Lascrea berbunyi. Wanita itu segera mengeluarkan benda pipih dari tasnya dan melihat nama yang tertera di layar. “Raizel?” Sontak dia mematikan rokoknya dengan sedikit panik. Kemudian berdeham sebelum mengangkat panggilan itu. “Halo?” sapa Lascrea. “Kamu di mana? Aku cariin dari tadi malah ngilang!” seru Raizel dari balik telepon. “Emm, maaf, Rai. Tadi ada klien yang ngajak ketemu. Paling aku bisa ke sana sejam lagi.” Terdengar helaan napas panjang yang m
Read more
BAB 100
Arnold mengerang seraya melempar jas putihnya ke atas kasur. Dia bahkan mengacak-ngacak rambutnya sendiri seperti tengah merasakan sebuah penyesalan. Berbagai macam umpatan dia lontarkan untuk melampiaskan emosi yang sudah memuncak. “Sial! Semuanya tak berjalan sesuai rencana,” geram Arnold. Arnold memejamkan mata, meresapi percikan air yang mulai mendinginkan kepalanya dan membuat pikirannya sedikit tenang. Sayangnya, kondisi tersebut tak bertahan lama. Samar-samar terlintas wajah manis Gabby dalam benaknya, sehingga pemuda itu membuka mata dan dan mengepalkan sebelah tangan. “Bagaimana caranya aku menghilangkan rasa kesal ini?” gumamnya. Sementara itu, di rumah Raizel. Setelah Lascrea mendapat kabar bahwa Gabby berhasil kabur, wanita itu cukup panik dan memilih untuk segera pulang. Dia berjanji kepada Eleven bahwa akan bertanggung jawab dan menemukan Gabby, bagaimana pun caranya. “Yang harus dipikirkan sekarang, bagaimana caranya aku bilang sama Rai kalau Gabby hilang?” Lascr
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status