All Chapters of Nasi Bungkus untuk Laila: Chapter 31 - Chapter 40
68 Chapters
Pernikahan dan Kematian 1
Laila mencari ponsel yang sudah seminggu lebih tak ia hidupkan. Ia harus segera menghubungi Narti dan mengabari keadaan Nisa yang sebenarnya. Walau terasa berat, ia terpaksa harus memberitahu ibunya agar menyiapkan pemakaman Nisa, dan mengabari warga kampung Cibodas. Baterai sudah kosong, ponselnya dalam keadaan mati. Tubuh Laila masih terasa lemas, dengan sisa tenaganya ia segera mencari charger untuk mengisi daya benda elektronik berbentuk persegi panjang itu. Setelah batrainya lumayan terisi, Laila menghidupkan ponselnya dan mendapati puluhan pesan masuk dan panggilan telepon memenuhi layar berukuran kurang lebih 5x2 inchi itu. Namun, Laila tak membukanya. Fokusnya tertuju pada nomor ponsel Rosma. Laila berkali-kali menghubungi Rosma, namun yang menjawabnya hanya layanan operator saja. Ia mencoba lagi dan lagi, masih tetap sama. Hingga putus asa, Laila memutuskan akan pulang sebentar untuk mengaba
Read more
Patah Hati
Arsen memukul stir mobilnya murka. Gadis yang ia cintai kini telah menjadi milik orang lain. Ia menyandarkan kepalanya pada sandaran jok mobil, menarik-narik rambutnya dengan frustasi. Sebentar saja, hatinya merasa senang, karena lima menit yang lalu dirinya berhasil menelpon Laila, setelah seminggu lamanya pesan dan panggilannya tak jua mendapat balasan. ‘Tapi, mengapa Laila membohonginya dengan mengatakan sedang berduka? Apakah pernikahannya dijodohkan? Hingga Laila merasakan sedang berduka?' batin Arsen bertanya-tanya. Tapi, sudahlah! Itu bukan urusannya lagi. Rasa kecewa memenuhi rongga hatinya. Ia menarik napas sedalam mungkin, untuk melonggarkan saluran nafasnya yang terasa sesak. Harapan akan hari esok, merajut ikatan cinta yang indah dengan seseorang yang istimewa, tiba-tiba mati begitu saja, seperti bara api yang sedang menyala, lalu disiram air, membuat nyala apinya benar-benar mati s
Read more
Kepergian Sang Ibu
Laila dengan tergesa keluar dari rumah sakit. Setelah berpamitan pada suster Rahma. Tapi sekian lama menunggu, angkot yang biasa melewati kampungnya, tak kunjung lewat juga. Tak jauh dari tempat Laila berdiri, di pangkalan ojek online terlihat seorang perempuan sedang memperhatikannya, lalu mendekati Laila. "Mbak, lagi nunggu angkot?" tanyanya dan dibalas anggukan Laila. "Gak bakalan ada, Mbak. Lagi demo menuntut kebijakan pemerintah, yang membatasi rute angkot. Kalau mbak buru-buru saya bisa antar." Perempuan yang ternyata driver ojek ini menawarkan diri dengan ramah. “Saya gak punya kuota untuk membuka aplikasi, Mbak.” “Santai, Mbak. Saya antar langsung. Yuk!” Perempuan itu menyodorkan helm. Ia sepertinya tahu, Laila sedang kebingungan, sudah sejak tadi ia memperhatikannya. Ia berniat menolongnya, dengan menawarkan diri mengantar Laila. Laila mengangguk,
Read more
Sungai Nil Saksi Bisu
Bandara Internasional Cairo, Abizar tengah menunggu rombongan jama’ah umroh yang dipimpin abinya, ustadz Amir. Ia dan dua orang temannya juga sopir bus sudah cukup lama menunggu pesawat milik maskapai Mesir yaitu Egypt Air. “Pesawatnya kok belum mendarat, Mas Abi? Udah telat lima belas menit.” Rasyid yang merupakan rekan Abizar, nampak tak sabar. “Sepertinya pesawatnya mengalami delay,” jawab Abizar, ia juga tak sabar dan sedikit cemas. Namun, kecemasan itu segera berlalu, setelah ia mendengar sebuah pengumuman yang menyatakan pesawat abinya sudah mendarat. “Alhamdulillah … pesawatnya sudah landing,” lanjut Abizar, ia segera bersiap menyambut abi dan uminya yang sangat ia nantikan. Jama’ah umroh yang dibawa abinya lumayan banyak, kurang lebih lima puluh orang, Abizar harus sabar menunggu mereka keluar dari ruang imigrasi. &ld
Read more
Kehilangan Rosma
"Ibu! Ibu kenapa?" Laila mengguncang tubuh Narti, kenapa ibunya tiba-tiba napasnya tersengal, lalu tak sadarkan diri. "Ros, gimana ini, kenapa ibu pingsan?" Laila tak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya. Soraya yang hendak makan menuju meja prasmanan, melihat Narti pingsan, dirinya tergerak untuk memeriksa, ia ingin menunjukan dirinya kalau ia calon dokter. "Awas minggir! Biar aku periksa," katanya dengan mendorong tubuh Laila dan hampir terjengkang. "Kamu kenapa, sih?" Laila tak terima. Kesal sekali mendapat perlakuan Soraya yang kasar, hatinya lagi tersayat ditambah lagi dengan sikap Soraya yang menyakitkan. "Aku ini calon dokter, jadi tahu apa yang terjadi pada ibu kamu.” Soraya mengambil stetoskop dan memeriksa nadi Narti. “Ini sih udah mati, palingan terkena serangan jantung," kata Soraya dengan santainya. “Yang b
Read more
Perubahan Arsen
Dengan langkah gontai Arsen masuk ke dalam rumahnya, ia sengaja berjalan mengendap-endap karena enggan mengganggu istirahat kedua orangtuanya. Ia memutuskan langsung masuk ke kamarnya di lantai dua. Namun baru saja kakinya menginjak tangga nomor empat, suara deheman ayahnya membuatnya terkejut dan hampir terpeleset. "Eheemm ... " suara ayahnya yang baru keluar dari kamar, disusul ibunya. "Bagus, ya kamu! Dateng-dateng dari Singapura bukannya cium tangan mamanya dulu. Malah langsung nyelonong aja masuk kamar," rajuk Safira dengan mulut mengerucut. Pura-pura ngambek. Arsen menuruni tangga, menuju Malik dan Safira lalu mencium tangan mereka berdua dengan takzim, orangtua yang sangat ia sayangi dan hormati. Keramat baginya. "Duduk dulu Arsen, Papa mau bicara," ucap Malik dengan intonasi tegas. "Biarkan dia istirahat dulu, Pa. Kasihan anak kita kelelahan," bujuk S
Read more
Cinta Heralin
BAB 37 "Papi, Mami, pokoknya aku mau secepatnya pernikahan ini dilaksanakan!" kata Heralin pada kedua orangtuanya, sambil menangis dan memeluk boneka beruang besar kesayangannya. Hendrawan mengepalkan tangannya, emosinya menggelagak melihat anak bungsunya menangis dan hampir seminggu mengurung diri di kamar. "Pi, sebaiknya Papi menekan pak Malik, agar secepatnya membujuk Arsen menikahi Hera. Ingatkan pada mereka, jika mereka berhutang banyak pada Papi." Linda yang juga geram dengan kelakuan Arsen, ikut terbawa emosi. "Kita jangan gegabah, Mi. Kamu harus ingat perusahaan kita menjadi besar seperti sekarang ini karena Arsen, kalau dia hengkang dari perusahaan kita, terus membuat perusahaan sendiri. Bisa mati, kita!" ucap Hendrawan membuat Linda terdiam. Apa yang dikatakan suaminya benar, mereka tak bisa menekan keluarga itu dengan dalih balas budi lagi, justru sekarang jasa Arsen lah yang paling besar
Read more
Penyesalan
Hari demi hari berlalu, Laila msih terjebak dalam kesedihan. Berhari-hari ia mengurung diri dalam rumah. Ia hanya shalat dan membaca Al-Qur’an. Lalu berlama-lama menangis dan berdo’a di kuburan kedua orangtuanya juga Nisa. Sepulangnya dari kuburan berjalan tanpa arah mencari informasi keberadaan Rosma. Laila masih bingung dan seperti orang linglung. Jiwanya terguncang hebat, ia sedang tak baik-baik saja. Pikirannya bingung dan kalut. Ia harus melangkah kemana dan harus berbuat apa? Laila tak menemukan jawabannya. Kakinya lelah berjalan dan berputar-putar mencari Rosma. Matanya lelah karena terus menangis. Dirman sudah berkali-kali memperingatkannya untuk segera pergi dan mengosongkan rumahnya. Namun, Laila menghiba agar diberi kesempatan lebih lama lagi,tinggal di rumah seribu kenangan bersama keluarganya itu. Laila bersikeras bertahan, hingga pembeli rumahnya sendiri yang akan mengusir dirinya nanti. Laila p
Read more
Penggusuran
Rasanya baru saja Laila terlelap, ketika dirinya mendengar suara pintu digedor dari luar. "Buka pintunya woi, keluar!" teriak seseorang bersuara menggelegar. Laila yang masih kaget karena terbangun secara mendadak, gelagapan. Ia masih belum bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Dengan kepala berat, karena terlalu banyak menangis, Laila menyambar jilbabnya dan segera membukakan pintu, setelah ia yakin sudah dalam keadaan rapi dan auratnya tertutup. Pintu triplek yang sudah rapuh itu tampak rusak di bagian bawahnya karena mendapat tendangan bertubi-tubi dari orang tak punya etika tersebut. "Ada apa ya, Pak?" tanyanya setelah melihat dua orang pria besar bertato dan seorang  lagi yang Laila kenal sebagai makelar rumah dan tanah, Joko. "Kamu sengaja ya, bikin pemilik rumah ini marah? Bukannya Dirman sudah bilang, agar kamu segera keluar dari sini?" kata Jok
Read more
Penjual Cireng
Arsen termenung di atas sajadah berwarna hijau, dalam kamarnya. Jam dinding menunjukan pukul tiga dini hari. Ia mengikuti saran guru ngajinya, jika mengalami masalah dan kesusahan, pergunakan waktu sepertiga malam untuk meminta petunjuk pada Allah.   Setelah hatinya sedikit tenang, Arsen memikirkan langkah selanjutnya. Jujur, rasa kecewa di hatinya masih membebani, ia tak pernah meminta apa pun pada Tuhan, tapi kali ini tidak, ia terus memohon dan meminta, ia menginginkan sesuatu setelah sekian lama dalam jumawa dan kesombongan, merasa tak butuh apa pun.   Ia ingin diberi rezeki istiqamah dalam keta'atan. Ingin mati husnul khatimah, Ingin diakui menjadi umat Muhammad kelak di akhirat. Ingin seluruh keluarganya bertaubat dan menjalankan agama ini dengan benar dan bertanggung jawab. Ingin menjadi anak salih yang berbakti pada kedua orangtuanya dan terakhir ... ingin Laila menjadi pendamping hidupnya, gadis salihah yang sederhana, yang dengan s
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status