All Chapters of Tukar Posisi agar Suamiku Mengerti Kalau....: Chapter 41 - Chapter 50
91 Chapters
Menodongkan Senjata Api
Emosiku berada di ubun-ubun membaca pesan dari Linda.[Berapa uang yang diambil mertua saya, Lin?] Send, Linda Toko.[Tiga belas juta dua ratus]Aku mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, mencoba sabar menghadapi segala cobaan.Mama, kenapa mama selalu saja mengajakku berperang. Aku diam tapi dia selalu menyerang.Dengan perasaan kesal kusambar tas yang tergeletak di atas nakas, mengambil ponsel yang biasa aku pakai untuk berbisnis lalu mengirimkan foto papa saat bersama seorang perempuan. Biar dia tau rasa.Keterlaluan memang. Tetapi apa boleh buat. Dia selalu mengusik ketenangan hidupku, dan kini giliran diriku yang membuat hidupnya tidak tenang. Aku juga akan mengajak Bang Damian untuk datang ke rumah, mengambil semua yang seharusnya menjadi hakku juga anak-anak. Enak saja dia main ambil-ambil uang orang.Ponsel dalam genggaman terdengar berdering. Mama mertua memanggil ke nomer yang
Read more
Memilih Pergi
“Abang tadi cuma bercanda kan?” tanyaku ketika sudah berada di dalam mobil.“Soal menembak mertua kamu?” Dia balik bertanya.“Soal Ariesa!”“Oh, dia memang sering datang ke rumah abang dan menawarkan tubuhnya untuk dijamah. Mungkin Daffo tidak bisa memuaskan dia. Entahlah! Abang tidak suka dengan cara dia ingin mendapatkan hati Abang!”“Nekat juga dia ya? Sama kaya Abang!” Aku terkekeh.“Jangan samakan abang dengan orang lain, karena sudah pasti berbeda!” Bang Damian terlihat tidak suka.“Maaf!”“Hei...kenapa malah murung? Abang tidak marah sama kamu.” Dia membingkai wajahku, mendekatkan wajah hendak mendaratkan ciuman, namun, cepat-cepat kupalingkan wajah darinya.“Kita kembali ke rumah sakit, Bang!” “Ya!”Deru mesin kendaraan membawa kami menjauh dari pekarangan rumah. Suasa di dalam mobil begitu hening, karena kami berdua saling diam dalam pikiran masing-masing.
Read more
Begitu Terluka
“Mbak, nanti tagihan rumah sakit yang belum dibayar tolong, kasih ke ibu-ibu yang nungguin suami saya ya. Kalo Mas Erlangga butuh sesuatu yang darurat, minta juga uangnya sama beliau. Kalau bisa besok pagi ditangih, biar tidak membengkak. Ini nomer ponselnya beliau.” Aku sengaja mampir ke bagian administrasi terlebih dahulu, supaya masalah pembayaran dan lain-lainnya ditagih ke Ibu. Aku pengen liat, sejauh mana dia bertahan menjaga anaknya yang terbaring koma dan membutuhkan biaya begitu banyak.“Baik, Bu,” jawab perempuan berhijab satin itu dengan intonasi sangat lembut.“Ya sudah. Saya permisi dulu. Terima kasih, ya Mbak!” Mengulas senyum tipis kepadanya, lalu segera beranjak meninggalkan rumah sakit dengan perasaan berat.Tapi sudahlah. Biar ibu merasakan lelahnya mengurus orang sakit, apalagi jika tanpa sengaja nanti malah bertemu dengan papa. Rasanya akan bertambah indah drama kehidupan mereka.Sekali lagi menatap pintu masuk rumah sakit yang sudah menjadi tempat persinggahanku s
Read more
Membalas Secara Perlahan
Suasana dapur berubah menjadi hening, hanya suara denting spatula beradu dengan wajan yang terdengar, karena kami saling diam dalam pikiran masing-masing. Andai saja bisa menyelam ke dasar hati Bang Damian, ingin sekali aku mencari arti diriku di dalam sana, juga menguak kebenaran mengapa dia begitu over protektif terhadapku. Terlebih lagi ketika aku melihat dia menatapku, aku lihat ada cinta samar terlihat di sorot netranya. Bukan cinta seorang kakak, tetapi cinta dua insan manusia dewasa.“Abang sudah makan?” tanyaku mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba berubah beku.“Belum. Abang kangen masakan kamu, Van. Kangen disuapi dan dimanja!”Aku menyentak napas kasar. “Papa...” teriak anak-anak seraya berlari menghampiri Bang Damian, merangkul kakinya dan dengan sigap lelaki berhidung bangir itu menggendong putriku.“Anak papa udah berat. Udah mimik cucu?” Bang Damian mencium pipi Danisa dan mengusap lembut ke
Read more
Hukum Tabur Tuai
Dua orang scurity berjalan setengah berlari, masuk ke dalam ruangan tempat dimana mama sedang mengamuk, mencoba menarik keluar perempuan berusia lebih dari setengah abad itu tapi, tenaga mama mendadak berubah seperti Hulk yang sulit sekali untuk dikalahkan apalagi dikendalikan. Dia terus berusaha menyerang Mbak Wiena, membuat perempuan yang tengah hamil tua itu ketakutan luar biasa.“Stop, Anita. Jangan pernah kasar sama Wiena!” bentak papa mertua seraya menarik kasar tubuh mama menjauh dari istri barunya.“Kamu lebih membela dia daripada aku, Pa?” Wajah ibunya Mas Erlangga terlihat memerah padam, dengan api amarah berkobar-kobar di mata.“Sudah, sebaiknya kamu pulang. Biar kita bicarakan masalah kita di rumah nanti!”“Tidak bisa. Aku mau kita menyelesaikan masalah ini di sini juga dan sekarang juga!” Bukan mama namanya kalau tidak bersikeras ingin mendapatkan apa yang dia inginkan. Ternyata ada perasaan bahagia jug
Read more
Suara Letusan Tembakan
Aku merangkul lengan Bang Damian ketika lelaki berusia lebih dari setengah abad itu menatap, seolah ingin menerkam lalu meremukkan seluruh tulang-tulangku.“Tidak usah takut. Selagi ada Abang kamu aman!” bisik lelaki yang sedang berdiri di sisiku seraya mengambil jemariku dan menggenggam erat.Papa terlihat tidak berkutik ketika melihat kakak tertuaku membalas tatapannya, dengan pindaian menyeramkan seperti singa lapar yang tiba-tiba melihat mangsa.“Van, kita nggak langsung pulang nggak apa-apa, kan?” tanya Bang Damian ketika kami sudah masuk ke dalam mobil.“Memangnya kita mau ke mana, Bang?” Aku balik bertanya, merasa takut kejadian saat di Bogor terulang kembali.“Abang ada urusan sebentar!”Sebenarnya ingin rasanya menolak dan memilih pulang mengguanakan taksi, akan tetapi aku tahu betul kalau Bang Damian tidak suka dengan penolakan. Pasti dia akan marah dan berbuat nekat. Lebih baik ikuti saja
Read more
Depresi
Risma duduk meringkuk di dekat mobil dengan tubuh bergetar hebat, menatap pot bunga yang pecah berantakan karena ditembak oleh Bang Damian.“Sekali lagi kamu berkata kasar kepada mami serta adik saya, saya pastikan timah panas di senjataku akan melesat dan bersarang di kepala kamu yang tidak berontak itu!” ancam kakak tertuaku dengan tatapan menghunus serta sinis, membuat air mata berlomba-lomba lolos dari balik kelopak Risma.Aku menghela napas lega. Tadinya kupikir Bang Damian benar-benar menembak tubuh Risma, karena itu akan menambah banyak sekali masalah tentunya.“Pergi kamu dari rumah ini sebelum kesabaran saya habis!”Dengan kaki gemetar wanita berambut cokelat itu mencoba berdiri, berjalan gontai meninggalkan kediamanku sambil berpegangan pintu garasi.Gawai milikku yang sejak tadi tergeletak di atas meja terdengar berbunyi nyaring. Ada panggilan masuk dari rumah sakit, mengabari kalau Mas Erlangga sudah siuman dan
Read more
Semakin Parah
“Dek, ini rumah siapa?” tanya suami ketika kami sudah berada di rumah.“Rumah kita, Mas!” Aku menjawab sambil menerbitkan senyuman, mengusap lembut pipi suami yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus.Lagi, dahi lelaki bertubuh jangkung itu berkerut-kerut sambil menyisir ke seluruh penjuru ruangan.Danisa dan Mikayla menghambur ke dalam pelukan papanya. Tapi anehnya, walaupun Mas Erlangga tidak mengenali anak-anak, dia tetap tidak menolak pelukan kedua buah hati kami dan malah membalas dekapan kedua malaikat kecil itu dan mencium pipi mereka berdua.“Anak Papa?” tanyanya seperti orang kebingungan.“Iya, Mas. Liat kakak Danisa. Mukanya mirip banget sama kamu. Mikayla juga.”“Iya!” Dia mengusap wajah anak-anakku, menelisik setiap inci wajah keduanya dan menitikkan air mata. “Maafkan Papa karena tidak mengingat kalian. Tapi Papa percaya kalau kalian adalah anak-anak Papa, karena Papa juga merasakan ikatan batin yang kuat!” u
Read more
Meyakinkan Mas Erlangga
“Dek, kamu nggak capek urusin aku terus?” tanya Mas Erlangga sambil menatap wajahku dengan mata sudah berkabut.Kalau ditanya lelah, sudah pasti lelah sekali, baik hati maupun pikiran. Tetapi anggap saja ini sebagai baktiku sebagai seorang istri.“Enggak dong, Mas. Kamu ini kan suami aku.” Mengusap lembut pipinya, mendaratkan kecupan di kening sambil memejamkan mata, meminta kepada Allah supaya lekas mengembalikan suamiku seperti sedia kala.“Terima kasih, yah. Mas semakin sayang sama kamu, walaupun sebenarnya Mas belum begitu yakin kalau kita sudah menikah!”Aku membuang napas kasar. Tapi sudahlah. Kata dokter Dilan tidak boleh memaksa Mas Erlangga untuk mengingat segalanya, karena itu bisa membahayakan kesehatan serta keselamatan Mas Erlangga.“Ya sudah. Nggak usah dipikirkan. Yang penting kamu cepet sembuh, biar kita bisa kembali seperti dulu lagi!”Lelaki berjambang tipis itu mengangguk pelan.
Read more
Sama-sama Berada di Posisi Sulit
Aku memijat pelipis yang tiba-tiba berdenyut nyeri, membuang napas kasar karena ternyata diam-diam ada yang berkhianat di toko ini.Padahal, aku begitu mempercayai mereka untuk mengelola, bahkan, selalu memprioritaskan para karyawan agar tidak sampai kehilangan pekerjaan.Tetapi beginilah manusia. Terkadang kita berusaha memberikan yang terbaik juga membela, mereka malah menusukku dari belakang.Sepertinya harus diadakan rapat dadakan, untuk membicarakan masalah ini supaya tidak berlarut-larut dan semakin banyak konsumen yang merasa dirugikan hingga akhirnya berhenti berlangganan.“Linda, panggil semua karyawan. Tutup toko sebentar, dan suruh mereka ke lantai dua menemui saya!” perintahku kepada Linda–orang yang paling dipercaya untuk mengurus toko selama aku tidak datang.“Ada apa, Bu?” tanya wanita berusia dua puluh lima tahun itu terlihat gusar. Apa jangan-jangan dia yang melakukan ini semua, karena catatan pemasukan toko juga dia yang menangani?Tidak. Aku nggak boleh berprasangk
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status