Tukar Posisi agar Suamiku Mengerti Kalau....

Tukar Posisi agar Suamiku Mengerti Kalau....

Oleh:  Ida Saidah  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
91Bab
18.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Ngurus anak-anak doang masa capek? 'Kan tinggal duduk, liatin anak-anak sambil main hape. Anak-anak tidur ikut tidur. Beres-beres rumah juga nggak pernah 'kan? Semuanya Sari yang ngerjain!" Mas Erlang selalu berkomentar seperti itu ketika Vani mengeluh capek. Pria itu belum pernah sih ngerasain seperti apa ngurus tiga batita yang lagi aktif-aktifnya. Malam kurang tidur, siang boro-boro bisa merem. Daripada terus diremehkan karena tidak bekerja dan hanya mengurus anak, Vani pun memutuskan untuk mengajaknya bertukar posisi. Vani ingin melihat, sejauh mana suaminya itu bertahan mengurus ketiga batita mereka dan juga menyadarkan sang suami bahwa peran mereka sama pentingnya! Sayangnya, ini semua tak semudah yang dikira. Ternyata, ada banyak hal yang Vani juga temukan selama "tukar posisi" ini mengenai sang suami. Lantas, akankah keinginannya ini membawa berkah atau justru musibah di tengah keluarga mereka?

Lihat lebih banyak
Tukar Posisi agar Suamiku Mengerti Kalau.... Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Najat Agustin
gak up kah thor
2023-04-08 04:34:14
0
default avatar
Minarti Arti
Good story
2023-03-08 20:22:09
0
91 Bab
Tukar Posisi
“Di dalam, ya Mas?” tanyaku selesai memberikan hak suami setelah empat puluh hari puasa karena dalam masa nifas.“Tadi Mas terbawa suasana. Jadi kebablasan,” jawab suami seraya tersenyum lega. Wajahnya terlihat ceria tidak uring-uringan seperti kemarin.“Nanti kalo aku hamil lagi bagaimana? Danisa baru umur tiga tahun, Mikayla masih setahun setelah dan Viera baru berumur empat puluh hari,” protesku.“Kalo hamil berarti rezeki. Siapa tau anak ke empat kita itu laki-laki, Dek. Supaya mama nggak marah-marah terus karena kamu lagi-lagi ngelahirin anak cewek!”“Tapi aku mau mengistirahatkan badan, Mas. Masa hamil terus, melahirkan terus, repot terus. Kamu sih enak nggak ngerasain capek ngurus anak. Pokoknya besok anterin aku ke bidan. Aku mau ikut program keluarga berencana.”“Tidak perlu. Aku bisa main cantik. Bisa ngontrol sendiri biar kamu nggak hamil!”“Dari dulu juga begitu, Mas. Katanya bisa ngontrol, tapi selalu kebablasan!”“Sudah, aku males debat sama kamu. Aku capek, ngantuk. Ja
Baca selengkapnya
Jangan Remehkan Perempuan
“Lho, Bu. Kok tumben Ibu ke toko. Pak Erlang memangnya ke mana?” tanya salah seorang karyawan ketika melihat aku keluar dari mobil.“Mulai hari ini sampai sebulan ke depan saya yang akan mengelola toko,” jawabku seraya mengayunkan kaki masuk ke dalam.Sang karyawan mengangguk mengerti.Duduk di kursi kebesaran suami, rasanya nyaman sekali berada di tempat ini. Tidak ada suara bising anak-anak, tidak ada suara tangisan dan bisa berleha-leha sambil mengawasi para pegawai bekerja.Enak sekali hidup kamu, Mas. Bisa santai seperti ini setiap hari. Sedangkan aku?Ah, sudahlah. Nikmati saja waktu ini. Siapa tahu besok suami sudah menyerah dan mengibarkan bendera perdamaian.Ting! Sebuah pesan masuk ke aplikasi berwarna hijau. Dari suami.Apa? Sudah nyerah? Tidak sanggup?[Dek, cara bikin susu bagaimana?]Aku menghela napas membaca isi pesan tersebut.[Lihat saja di kalengnya, Mas. Di situ ada cara pembuatannya.] Send, Suami.[Bagaimana cara menghangatkan ASI.][Sari tau caranya.][Ok.]Kemb
Baca selengkapnya
Kedatangan Ibu Mertua
“Mas Erlang! Kamu?” pekikku seraya menghampiri suami, memunguti beberapa kosmetik mahal milikku sudah berserakan di atas ranjang, membuat seprei limited edition yang dibeli melalui jastip yang terpasang di ranjang dipenuhi bercak merah lipstik serta blush on.“Ini perbuatan anak-anak, Dek. Bukan aku yang melakukannya!” Wajah suami sudah terlihat kelelahan.“Pokoknya kamu ganti semua kosmetik aku yang dirusak anak-anak!”“Tinggal beli yang baru. Jangan kaya orang susah, deh! Lagian kamu sering beli kosmetik juga nggak pernah dipake. Sayang kalo ngegeletak terus.”“Boro-boro mau pake kosmetik. Ngurus anak saja sudah kerepotan. Mana sempet aku pegang lipstik seperti dulu.”“Halah, orang ngurus anak nggak repot kok, kamu saja yang terlalu mendramatisir.”Aku mendengkus kesal.“Kamu juga, kenapa makan mie instan di dalam kamar dan kasih izin Danisa sama Mikayla makan makanan seperti ini?!” sentakku meradang.“Daripada anak-anak nangis terus, Dek.” “Masa diemin anak nangis saja nggak bisa?
Baca selengkapnya
Sang Calon Madu
Sambil menahan nyeri di sanubari kutinggalkan ibu dan anak yang tengah berbicara di dapur, tidak mau mendengar ucapan Mama yang begitu menusuk serta mengoyak perasaan.Apa kurangnya aku selama ini kepada mereka? Bahkan ketika pertama menikah dan keluarga Mas Erlangga sedang terlilit hutang, akulah orang yang menyelamatkan mereka dari jeratan rentenir sampai rela menjual perhiasan serta menguras tabungan yang aku punya. Pun ketika toko elektronik suami hampir saja bangkrut, tanpa memikirkan harga diri meminjam uang kepada Papi dengan jaminan rumah yang kutinggali. Namun semuanya tidak pernah dianggap. Tetap saja salah di mata mama mertua.Tanpa dikomando buliran-buliran air bening lolos begitu saja membasahi pipi, dan aku segera menghapusnya dengan punggung tangan. Mas Erlangga nggak boleh liat aku nangis. Bisa besar kepala dia nantinya."Dek." Berjingkat kaget ketika tiba-tiba tangan suami mengusap lembut bahu ini. Aku menoleh menatap wajah tampan yang membuat semua wanita jadi tergi
Baca selengkapnya
Ancaman Mama Mertua
“Kita mau ke mana, Mas?” tanyaku sambil menatap suami yang masih fokus mengemudi. Apalagi gelagat suami terlihat aneh, senyum-senyum sendiri seperti orang sedang ketempelan.“Ke suatu tempat!” jawabnya singkat. Matanya terus menatap lurus tanpa menoleh walau hanya sedetik saja.“Mas, terima kasih, ya.”“Untuk apa?”“Yang tadi. Aku pikir kamu akan menerima perjodohan kamu sama Risma, ternyata kamu menolaknya. Maaf juga karena aku sudah marah-marah dan minta cerai sama kamu.”“Aku nggak minat punya dua istri, Dek. Satu saja kepala aku sudah pusing, apalagi kalo lagi ngomel!” “Ish! Jahat banget mulut kamu, Mas. Tadinya aku udah terharu dan melayang karena aku pikir kamu begitu mencintai aku tapi ternyata hanya karena malas dicereweti istri. Memangnya aku bawel banget ya, Ma”“Menurut kamu?”“Iya. Aku cerewet, nyebelin, nggak bisa apa-apa, Cuma ibu beranak tiga yang bisanya leha-leha di rumah tanpa bisa membantu suami cari duit. Aku Cuma perempuan boros, doyan soping berburu barang limit
Baca selengkapnya
Tamu Mas Erlangga
Mas Erlangga menghela napas sambil menggeleng kepala, tidak terlihat panik sama sekali melihat aksi nekat ibunya.“Dek, kita sarapan dulu. Mas lapar,” ajak suami seraya melangkahkan kaki menuju meja makan.“Erlang, Mama mau bunuh diri malah kamu cuekin. Kamu itu sebenarnya masih sayang sama Mama nggak sih?!” omel mertua seraya mengikuti Mas Erlangga ke meja makan, dengan mode masih sama seperti tadi. Menautkan pisau di pergelangan tangan.“Lha, terus, aku harus bagaimana, Ma? Kalau aku melarang nanti dikira nggak sayang juga karena menolak keinginan Mama. Kalo Mama sudah siap masuk Neraka ya silakan Mama bunuh diri. Memangnya yakin sudah siap dijemput malaikat Izroil?”“Erlang, Mama serius. Mama hitung sampe tiga, kalau kamu nggak bilang bersedia menikahi Risma Mama bu-nuh di-ri!”Laki-laki dengan garis wajah tegas itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur, membuka kitchen set mengambil pisau oleh-oleh dari Mami saat dia jalan-jalan ke Filipina.“Nih, Ma. Kalau mau bunuh di
Baca selengkapnya
Wanita Bernama Syarlina
Aku melungguh lemas di sofa tidak jauh dari perempuan tersebut duduk, mencoba menata perasaan serta menepis prasangka buruk terhadap Mas Erlangga. Insya Allah dia laki-laki setia dan tidak suka mempermainkan hati wanita.“Mbak, bisa teleponin Mas Erlang sekarang nggak? Saya lagi butuh uang banget soalnya!” ucap perempuan itu lagi dengan nada ketus.Aku mengangkat kepala menatap wajahnya yang cantik meski tanpa polesan, benar-benar anugerah luar biasa dari Tuhan. Mungkin kelebihannya itulah yang membuat laki-laki mudah jatuh cinta dan terpesona.“Memangnya ada perlu apa, Mbak? Dan kamu ini siapa? Kenapa kamu bisa kenal sama suami saya dan minta transferan uang?” Memberondong dia pertanyaan yang bersarang di benak.“Saya Syarlina temannya Ariesa. Adek ipar kamu dan suaminya itu minjem duit ke saya tiga ratus juta dan Mas Erlang sudah berjanji akan membayarnya. Tapi sudah hampir seminggu dia belum ada kabar, padahal dia janji mencicil uang itu!” ketusnya lagi.Aku syok bukan main. Jadi A
Baca selengkapnya
Melawan Syarlina
“Sar, Bapak ke mana?” tanyaku karena tidak melihat suami di tempat biasa dia bersantai ria.“Tadi pergi, Bu. Naik motor. Ditegur sama kakak sama diajak main saja Bapak diem aja. Ngga mau nyaut!” jawab Sari membuatku bertambah kesal.Kalau marah sama istri harusnya tidak usah bawa-bawa anak, karena mereka itu tidak tahu apa-apa.“Sini dedeknya, Sar. Biar saya nenenin. Sudah malam juga. Sudah waktunya kamu istirahat. Terima kasih ya.”“Tapi Ibu juga butuh istirahat. Anak-anak belum pada bobok. Kasian Ibu kalau jagain anak-anak sendirian. Aku bantuin nggak apa-apa ya, Bu. Lagian aku belum ngantuk!”Aku mengulas senyum kepada asisten rumah tanggaku. Dia memang begitu pengertian serta perhatian, juga mau memegang pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya.Danisa dan Mikayla terlihat sudah tertidur di atas karpet diusap-usap punggungnya oleh Sari. Rasa sedih seketika merambati hati, merasa kurang memberikan kasih sayang kepada kedua putriku yang besar, karena harus sibuk mengurus si kecil yang
Baca selengkapnya
Luka Lebam
Aku beranjak berdiri lalu melenggang masuk hendak naik ke lantai dua ruko, sampai akhirnya langkah ini terhenti karena suami mencekal lenganku erat.“Dek, Mas minta maaf kalo Mas salah. Tapi tolong jangan minta pisah sama Mas. Mas mencintai kamu, Sayang. Kamu boleh caci-maki Mas, asal jangan ada kata perpisahan. Mas belum siap berjauhan dengan kamu,” lirihnya seraya menatap tajam manik cokelatku.“Biar reader yang bertugas mencaci-maki kamu, Mas. Karena aku nggak mau jadi istri durhaka!” Aku menepis kasar tangan suami lalu kembali menaiki anak tangga menghampiri anak-anak yang tengah asik bermain dengan Sari.“Dek, ya Allah...”Mas Erlangga mengikutiku dan ikut duduk di atas karpet sambil terus menatap wajahku yang dipasang ekspresi sedatar mungkin. Dia paling paham kalau diamku itu amarah sebenarnya. Karena jika hati ini sudah terlalu kesal, aku selalu memilih diam. Sebab diam itu emas, kaya yang di atas tugu Monas.Tok! Tok! Tok!Pintu diketuk peralahan. Mas Erlangga beranjak dari d
Baca selengkapnya
Kepergok Bersama Wanita
"Mas kamu kenapa?" tanyaku panik, melihat banyak sekali luka membiru di dada suami. Sepertinya dia habis dipukuli oleh seseorang. Tapi siapa yang melakukannya?"Aku nggak apa-apa, Dek!" Dia mengulas senyum tipis. Tapi dari ekspresi wajahnya, aku melihat kalau saat ini dia sedang menahan rasa sakit luar biasa."Jawab, Mas. Kamu kenapa? Tubuh dan wajah kamu sampai lebam-lebam begini malah kamu bilang tidak apa-apa. Apa kamu habis berkelahi?""Biasa, Dek. Urusan lelaki. Udah, ah! Mas mau solat!" Mas Erlangga segera mengenakan pakaian dan mengambil sajadah lalu menggelarnya di lantai.Aku duduk dengan kaki menggantung di pinggiran ranjang, enggan beranjak dari kamar sebelum mendapatkan jawaban."Mas tolong katakan, dengan siapa kamu berkelahi?" tanyaku lagi setelah melihat suami selesai melaksanakan ibadah wajib dua rakaat."Sudahlah, Dek. Jangan dipermasalahkan lagi. Aku nggak apa-apa, kok!""Kamu babak belur begini loh, Mas.""Aku nggak apa-apa, Sayang. Cuma mempertahankan harga diri do
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status