Semua Bab The Curse Of A Vampire Prince: Bab 31 - Bab 40
44 Bab
Tiga Puluh Satu
Druf melihat Frans dan Brian di halaman rumah. “Mengapa kalian di sini. Bukankah suduh kukatakan untuk menemuiku di ruang kerja.” Bentak Druf kesal. Frans dan Brian terkejut. Keduanya saling bertatapan. Apakah Druf melihat pengusiran Misha atau tidak. Mereka berdua tidak yakin. Tapi sepertinya sikap Druf menunjukkan bahwa ia tidak apapun tentang kasus Misha.“Baik Tuan.” Sahut Frans dan menarik Brian untuk segera mengekor di belakang Druf. Sesampainya di ruangan Druf berdiri di depan lukisan Raja Cezar dan Ratu victoria. “Ya Tuan.” Sahut Brian. “Aku ingin kalian menyingkirkan lukisan Mom. Aku hanya ingin lukisan Dad di sini. Aku merasa sesak dan terbakar jika melihat lukisan Mom Di sini.” Ucap Druf dengan suara bergetar. Frans dan Brian sangat paham dengan maksud tuannya. “Kedua. Aku ingin mulai besok kita pindah ke kota. Hubungi penjaga rumahku yang di London untuk membersihkan kamar disana karena kita akan segera pindah. Telpon juga penyedia jasa layanan pengangkut ba
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Dua
Tok. Tok. Tok. Frans mengangkat alis. Tumben ada tamu yang datang. Karena penasaran Frans langsung membuka pintu. Gadis berkacamata itu tertegun. “Em, ma..af. Druf ada di rumah?” Tanyanya gugup. Frans sejenak berpikir. Tapi kemudian ia mempersilahkan tamunya masuk. “Silahkan duduk. Saya panggil Druf dulu.” Frans langsung memanggil Druf di kamarnya. “Ada tamu tuh. Kirain Lavender.” Ucapnya. “Heh!?” Druf mengernyit. Astaga ia lupa kalau ada janji sama Elena. Ia segera turun tanpa memedulikan Frans yang masih berbicara teorinya tentang sosok Lavender. Yang sempurna. Bukan gadis Nerd yang kini berada di ruang tamu. “Maaf, menunggu lama ya.” Sapa Druf mengejutkannya. Ia hanya memandang Druf sekilas. Gugup. “Mmm... kita akan latihan dimana?” Tanyanya. Ia takut memandang Druf lama. Takut rasa sukanya di ketahui cowok itu. “Hari ini kita hanya akan jalan-jalan. Saling mengenal satu sama lain. Dengan begitu kita bisa akrab. Dan kau tak merasa gugup nantinya jika menari bersamaku.
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tiga
Andi menemani Druf di bangku mereka. Waktu istirahat mereka habiskan di dalam kelas. “Eh, line kamu berapa sih?” Tanya Andi. “Gue males pegang hp. Noh di tas. Tengok ja ndiri.” Druf hanya menggerakkan dagunya. Andi mengubek tas Druf sekenanya. Ia mendapati ponsel Druf dan segera membukanya. Tak jauh dari mereka Lavender memperhatikan dengan seksama. Ia penasaran dengan id. line Druf. “Udah gue tambahkan. Nanti bales klo gue ngirim line.” “Hmm.” Sahut Druf malas. Entah mengapa ia sangat mengantuk sekali. Rapat perusahaan dan rapat antar raja vampir menguras tenaganya. Druf kelelahan. Bahkan ia lupa kapan terakhir minum darah. Oh ya, darah Evelyn. Tapi itu sebulan yang lalu. “Eh an. Gue ijin ke uks ya.” “La. Kalo ada guru masuk gimana?” Tanya Andi bingung. Bilang aja gue lagi gak enak badan. Gue ngantuk berat. Hoahm. Nitip tas gue ma elu ya.” Tanpa menunggu jawaban Druf langsung pergi ke UKS. Berharap ia bisa tidur nyenyak di sana. “Siang..” Sapanya pada penjaga UKS. G
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Empat
Frans mengemudikan mobilnya pelan. “Druf, beneran nih jalan yang ini?” Tanyanya. Druf hanya mengangguk. Saat ini mobil mereka memasuki areal perkebunan. “Gue heran deh, kenapa elu milih dia sih.” Tanya Frans. “Harusnya calon ratu gue itu perfect. Cantik. Sexy... Bla....Bla...” Druf sama sekali tak mendengar ocehan Frans. Matanya yang tajam mencari sosok Elena yang menunggunya. Tak lama matanya menangkap sosok itu. Dadanya langsung berasa deg-degan. “Itu Elena.” Tunjuk Druf pada gadis yang menatapnya menyamping. Kini Frans melongo. Ia hampir tak percaya jika sosok itu adalah gadis berkaca mata yang datang kerumahnya kemarin. Druf menepuk pundak Frans dan berbisik.”Lu masih di bumi kan?” “Astaga.” Frans menutup mulutnya. Awas ya elu. Dia milik gue.” Ancam Druf pada Frans. Ia turun membawa sesuatu di tangannya dan menemui Elena. “Kau sudah gila ya.” Ucap Druf memasangkan selimut kecil di pinggang Elena. Ia tidak ingin paha gadis itu di lihat orang lain. “Kamu apaan sih.” P
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Lima
'Tak ada seorang pun yang boleh menjadi istrimu selain aku.’ Kata-kata itu terus terngiang di benak Druf. Sejak tadi ia hanya menunduk pada buku kosong di hadapannya. Penjelasan guru sama sekali tak dihiraukannya. Sampai bunyi bel istirahat berbunyi ia tetap tak bergeming. “Nih.” Andi menyodorkan roti cream vanila kesukaannya. “Sejak tadi lu bengong aja. Untung lu tuh pinter. Jadi gue gak perlu hawatir lu ketinggalan pelajaran.” Druf tersenyum masam. Mulutnya hendak berkata sesuatu tetapi urung. Sesuatu dalam penciumannya menarik perhatiannya. Aroma vampir. Yang jelas itu bukan Andi. Bukan pula seluruh teman kelasnya. Beberapa hari di sekolah ini. Baru kali ini ia merasakan kehadiran sekaligus bau vampir lain. Diambilnya botol parfum dari dalam tas. Tanpa malu disemprotkannya ke kulit leher dan bagian tubuhnya yang lain. Parfum racikan husus dari Frans itu akan menyembunyikan bau Druf dari vampir lain. “Ish, semprot-semprot kayak cewek lu.” Goda Andi. “Serah.” Balas Druf d
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Enam
Dalam perjalanan tak satupun ada yang bicara. Baik Elena maupun Druf. Mereka berdua sama-sama canggung. Di benak Elena kini ada perasaan takut. Mengingat kejadian tadi siang di sekolah. Mungkin kali ini rasa takutnya lebih besar dari perasaan sukanya pada Druf. Cowok di sampingnya itu tidak mudah di tebak. Kadang baik, kadang kejam. Berbeda dengan Brian maupun Frans, mereka ramah. Jangan-jangan mereka bertiga bukan bersaudara seperti yang dikatakan Druf. Tapi Elena mana tahu selama kerumahnya ia belum pernah bertemu dengan orang tua Druf. “Turun.” Ucap Druf singkat. Elena kebingungan. Andaikan ia tidak melihat keluar mungkin ia tak paham dengan maksud Druf. Mereka telah sampai. Sepatu hak tinggi Elena menyentuh karpet merah. Aula sekolah sudah berubah jadi ruangan pesta kelas elit. Bahkan ada karpet merah segala. Sejenak Elena merasa malu. Baru kali ini ia memakai gaun sebagus ini. Itupun di pinjamkan Brian, katanya ia punya butik merek sendiri. Syukurlah gaun itu pas di tubuhnya.
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Tujuh
Secantik apapun cewek yang berdiri telanjang di hadapan. Takkan bergairah tanpa adanya rasa suka. Itupun kalo jiwa elo masih waras. Alexandru Cezar. *** “FRAAAANNNNNNSSSS.” Teriaknya. Ia meraih handuknya cepat. Memakainya sekenanya kemudian keluar dari kamar itu. Frans yang tadinya masih nyantai, sampai tersedak melihat tuannya keluar dari kamar dengan kondisi yang bisa dibilang me-nak-jub-kan. “W- o -w.” Ucap frans. Yang diikuti anggukan Brian. Druf mendelik melihat kedua penjaganya malah mematung memerhatikannya. “Jangan bengung aja lu. Cepat bius tuh gadis gila biar tiduRrr.” Bentaknya. Bukannya segera melaksanakan apa yang diperintahkan, Frans malah ngomong ngelantur. “Perasaan staminanya dan bodynya yang hot gak bakalan kalah kan naklukin tuh cewek. Iya nggak Brian?” Ucap Frans masih sempat menyeruput tehnya dan diikuti anggukan Brian.”Trus kenapa dia melarikan diri, padahal anunya kenceng gitu.” Pletakk. Pletakk. “Auu!!” Teriak Brian dan Frans bersamaan. Kepal
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Delapan
“Tuan, kita tidak bisa menemukannya. Tapi dari baunya. Sepertinya Elena lari ke arah sini.” Frans menyisir tempat itu dengan teliti. Druf membenarkan hal itu. Ia bisa mencium wangi bunga Levender. “Tuan, ada dua mayat vampir.” Ucap Frans. Druf mendekat. Ia yakin itu prajurit ibunya. Bahkan hidungnya pun bisa mencium wangi wanita itu. Wanita yang telah melahirkannya sekaligus membuat hidupnya lebih menderita dari kematian. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sikap ibunya yang ingin menikahi putranya sendiri. Druf memegang dadanya. Ia merasakan luka yang luar biasa sakit. Ia tidak ingat sama sekali mengapa ibunya bersikap seperti itu. Kehidupan macam apa ini. Walaupun manusia biasa menganggapnya iblis. Tapi Druf masih punya hati nurani. Virus vampir sama sekali tidak akan mengubah hatinya menjadi iblis. Mana ada seorang ibu yang mencintai anaknya sendiri seperti seorang kekasih. “Sudah paman katakan kan Druf, apapun yang ada di dirimu adalah candu. Siapa yang pernah bersent
Baca selengkapnya
Tiga Puluh Sembilan
Elena tersadar. Dirabanya lengannya yang masih perih. Ia melihat sekeliling. Ini kamar Druf, batinnya. Peristiwa memalukan itu kembali terbayang di matanya. Saat ia melihat handuk yang dipakai Druf terjatuh. Seketika wajah Elena memerah. Dihapusnya segera bayangan itu dari ingatannya saat ini. Pikirannya kembali mengingat peristiwa sebelumnya. Tapi, bagaimana ia bisa ada di sini. Seingatnya malam itu ia hendak dibawa wanita cantik namun ia melihat paman Samuel. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi. Krieeeettttt. Elena terkejut. Terdengar bunyi engsel pintu yang dibuka paksa. Elena mematung. Ia seperti melihat bayangan seseorang yang bungkuk mendekat ke arahnya. Elena tidak bisa bernapas. Tubuhnya juga tidak bisa bergerak. Ia shock. Melihat bayangan itu samar-samar telah mendekati tepian kasurnya. Ia mendongak menatap Elena di kegelapan. Sepasang matanya hitam pekat. Elena sangat ketakutan luar biasa. Ia ingin lari tapi tak bisa. Ia juga ingin teriak tapi tenggorokannya terceka
Baca selengkapnya
Empat Puluh
Nafas berat Druf semakin terasa. Elena tak dapat lagi menutupi kegeliannya. Bahkan nafasnya memburu. Ia merasa sesuatu yang nyaman dan geli bersamaan. Hingga tanpa sadar ia mencengkram rambut Druf kuat. Dan mulutnya tanpa sengaja mengeluarkan erangan yang kemudian ia tahan. Druf bergerak. Mungkin ia terjaga karena cengkraman tangannya. Elena menatap Druf yang tengah menatapnya sayu. Dan entah atas dorongan apa. Elena mencium bibir Druf. Mengulumnya. Ia merasakan kenikmatan luar biasa saat melakukannya. “Jangan Elena. Aku akan menikahimu sesuai adat bangsamu.” Ucap Druf saat bisa menghindar. Elena menatapnya dengan nafas yang semakin memburu. “Ta..Tapi.” Elena menyatukan dahinya dengan dahi Druf. Hidungnya mencium wangi nafas Druf yang menggoda. Ia kembali kehilangan akal sehatnya. Mengecup bibir Druf kembali dan merasakan kenikmatan yang mungkin tak banyak orang tahu. Tanpa sengaja tangannya menyentuh dada Druf yang bidang dan berotot. Tangannya mengusapnya dan memainkannya. Druf
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status