All Chapters of Rahasia Cincin Emas di Jari Manis Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30
36 Chapters
Bab 21. Surat Cerai
Semenjak Fatma memilih untuk pergi dari kehidupan Santoso, ia berjuang sekuat tenaga untuk tetap tegar dan tak ingin kembali ke rumah itu. Terlalu banyak siksa batin yang harus ia tanggung, membuatnya tak ingin mengulang kenangan lama penuh dengan air mata di rumah tersebut."Assalamualaikum Fatma, sedang sibuk ya?" Arif mengetuk pintu dari luar. Sore itu sepulang dari kerja, Arif datang membawakan martabak dan juga berita gembira."Wa'alaikum salam," jawab Fatma yang baru saja selesai melipat pakaian dari jemuran di depan rumah. Membuka pintu kamar, ia tersenyum saat mendapati Arif masih memakai baju batik ala pegawai kabupaten. "Eh Mas Arif, ada apa ya Mas?""Kamu lagi sibuk ya? Ini ada martabak mini buat kamu," ucap Arif sambil menyodorkan kresek putih tersebut ke hadapan Fatma."Ah Mas, kok malah repot-repot sih jajanin aku tiap hari." Fatma meraih bungkusan itu dengan perasaan ragu sekaligus sungkan."Nggak pa-pa kok Fat, tadi pas pulang sekalian beli aja. Oh ya kamu repot nggak?
Read more
Bab 22. Merelakan Dia Bahagia
Mendapat pekerjaan baru adalah hal luar biasa dalam hidup Fatma. Bayangkan saja, dirinya yang selama ini hanya tinggal di rumah dan mengurus semuanya, mendadak banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup.Sedikit berat tapi Fatma mulai menganggap hal itu biasa. Toh di luaran sana banyak orang-orang seperti dirinya yang tetap hebat, mandiri, dan tidak banyak mengeluh sama-sama berjuang. Yang pastinya Fatma tidak sendirian di dunia ini.Seperti yang sudah direncanakan kemarin sore, pagi ini Fatma berpakaian rapi dan ikut Arif menuju ke depan kabupaten untuk mulai bekerja. Dengan bantuan Arif, Fatma menata kembali hidupnya yang sempat porak-poranda."Mbak Lastri, titip Fatma ya. Kalo ada apa-apa jangan digalakin, orangnya kalem soalnya. Ntar kalo nangis, aku yang bingung harus hibur dia." Arif bercanda sama Mbak Lastri, istri temannya yang satu kantor.Mbak Lastri terkekeh, ia menyenggol lengan Arif sedikit kencang. "Oh namanya Fatma ya. Salam kena
Read more
Bab 23. Resmi Bercerai
"Mas kok lama banget sih?!" Wati protes saat hampir sepuluh menitan Santoso sibuk berada di dalam toko alat tulis. Melihat ke dalam toko, wajah Wati tampak menaruh curiga. "Heran, ada apa sih?! Kamu juga, cuma disuruh beli map kok jadi beli pulpen segala. Kamu naksir ya sama penjualnya.""Wat, kamu ini ngawur ya. Aku tuh udah nurut sama kamu, suruh beli map aku beli map. Beli makan aku beli makan, gitu juga masih dicurigai." Santoso mengenakan sabuk pengaman dengan wajah kesal.Wati tidak tahu aja kalo di dalam toko itu ada Fatma, mantan istri yang diam-diam masih dirindukan oleh Santoso."Habisnya kamu juga sih?! Perintahku tadi apa? Cuma beli map Mas, masa iya kamu beli pulpen juga. Kalo kamu nggak naksir penjualnya, lalu itu namanya apa?! Dasar pemborosan," gumam Wati dengan wajah kesal. Ia lantas menghidupkan mesin mobil dan pergi dari area toko alat tulis tersebut.Santoso hanya diam, wajahnya tampak tertekan dengan ucapan Wati. Terlebih meng
Read more
Bab 24. Kejutan Dari Istri Sah
Melihat tatapan Santoso yang masih menyimpan beribu rasa cinta untuk Fatma, tentu saja Wati kebakaran jenggot. Sebagai calon istri yang baru, ia sama sekali tidak ingin mendapatkan saingan dari siapa pun termasuk dari sang mantan istri.Segera saja, setelah berkas cerai itu ditandatangani maka Wati pun mengajukan permintaan pada Santoso untuk meresmikan hubungan mereka di kantor urusan agama. Walau menurut Santoso hal itu sangat terburu-buru, lagi-lagi ia hanya bisa pasrah dan menuruti keinginan Wati.Maka sebulan setelah pengadilan mengumumkan perceraian Fatma dan Santoso, pesta besar-besaran terembus begitu saja di telinga Fatma."Kamu yakin mau menghadiri pesta pernikahan mereka?" Arif bertanya pada Fatma sepulang dari bekerja. Pria itu masih memakai seragam PNS-nya dengan tampan."Yakinlah Mas, kenapa tidak. Lagipula itu hanyalah masa lalu kami, aku nggak mau melangkah menuju masa depan dengan bayang-bayang masa lalu. Sudah saatnya untuk melup
Read more
Bab 25. Kejutan Menggegerkan
"Mas, aku bener-bener penasaran dengan kado yang dibawa Fatma tadi. Tumben dia kasih kita kado gedhe," ujar Wati saat masuk ke dalam kamar pengantin bersama Santoso. "Jangan-jangan dia bawa ular lagi?!""Ah, nggak boleh berburuk sangka kamu tuh." Santoso menegur sambil duduk di sisi ranjang dan melepas sepatu hitam yang ia pakai."Kenapa Mas? Kamu keberatan kalo aku nyindir Fatma?" Tatapan maut itu langsung tertuju ke arah Santoso. "Ya bisa aja kan dia nggak seneng sama kita terus ngado ular, biar malam pertama kita gagal total.""Wat, sudah deh jangan berkata yang enggak-enggak soal Fatma. Sebelum kenal kamu, aku lebih mengenal Fatma itu seperti apa. Dia kalo udah bilang ikhlas ya udah ikhlas aja, nggak pernah dia balas dendam sama seperti yang kamu bicarakan. Sudah deh, jangan kebanyakan nonton drama." Santoso berkata panjang lebar, jujur saja telinganya sudah bosan dengan percakapan Wati yang apa-apa selalu saja menyudutkan Fatma."Bilang saja
Read more
Bab 26. Kejutan Yang Sesungguhnya
"Mas, hari ini kamu yang bikin sarapan ya." Wati berkata pada Santoso yang terlihat sudah rapi dengan kemeja merah maron. Pria itu tampak bercermin di kaca sambil berdiri, merapikan rambutnya dengan sisir warna kuning yang ditaruh diatas meja. Wati beringsut bangun, ia bahkan belum mandi sama sekali. "Bikinin aku mi goreng dong, pakai telur ya tapi telurnya setengah mateng aja."Wajah sebal Santoso langsung terlihat, ia nyaris melempar sisir ke atas meja lalu menoleh ke arah Wati. "Masak aku sih? Itu kan tugas kamu. Aku udah rapi begini masa iya harus bau kompor.""Masak aku juga sih?! Lihatlah Mas, aku baru bangun ini. Aku juga belum mandi. Masak kamu nggak kasihan sama aku," ucap Wati tak kalah adu nasib. Wanita itu bangun dari ranjang, meninggalkan sprei dan juga selimut secara berantakan. "Aku mandi dulu, jangan lupa siapin sarapan."Wati melesat begitu saja menuju ke kamar mandi, tak peduli bagaimana wajah sebal suaminya mendominasi sekarang. Santoso
Read more
Bab 27. Ditinggal Selingkuh
"Fatma, kamu yakin mau keluar dari kos-kosanku?" Arif bertanya dengan wajah kecewa. Saat ini mereka tengah makan bakso bersama di sebuah rumah makan yang terletak di samping kantor kabupaten.Fatma mengangguk sambil mengaduk bakso yang kini sudah berada di hadapannya. Tatapan wanita itu tampak tenang, jelas saja ia tidak tahu bagaimana perasaan Arif setelah tahu rencana Fatma untuk pindah kos."Kenapa sih harus pindah? Nanti kalo kamu berangkat kerja gimana?" imbuh Arif sambil menyendok baksonya."Aku kan bisa naik bis Mas," ucap Fatma dengan enteng. Kali ia ia menatap Arif, "Rumah lama sudah terjual, Pak Hendi sudah belikan aku rumah yang baru dan kebetulan rumah itu dekat jalan raya.""Ah, kamu ngekos aja. Rumah itu kamu pulangin kalo hari Sabtu sama Minggu aja," ucap Arif memberi solusi.Fatma terkekeh, "Ya nggak bisalah Mas. Buat apa beli kalo nggak ditempati. Rencananya nanti aku mau balik sore, aku udah minta ijin sama Mbak Lastri b
Read more
Bab 28. Peringatan Keluarga
Seperti perintah Pakdhe Suryo, Ratna bergegas membuka tas selempang yang pakai dan mencari ponsel di dalamnya. Keadaan saat itu memang lagi genting, emosi Pakdhe yang meluap ditambah dengan keadaan rumah yang tidak sesuai, Ratna hanya berpikir semoga sama kakak laki-lakinya itu selamat dari amukan sang Pakdhe."Assalamualaikum, Mas Santoso." Ratna menyapa saudara laki-lakinya sambil sesekali melirik ke arah Pakdhe Suryo yang terus mengawasi. "Mas, kerja ya? Pakdhe mau ngobrol sebentar."Ratna dengan cepat memberikan ponselnya pada Pakdhe, ia menelan ludah. Dari wajah Pakdhe sendiri, sudah terlihat bagaimana kesalnya sang pakdhe akan kelakuan keponakannya."Assalamualaikum San, kamu dimana?" Suara Pakdhe langsung naik, ia berkacak pinggang dengan suara bernada marah. Tak peduli dengan beberapa orang yang lewat jalanan sambil menatap ke arah mereka dengan curiga."Wa'alaikum salam Pakdhe, saya masih kerja di pabrik. Ada apa?" Santoso yang sama
Read more
Bab 29. Keceplosan
"Mbak Lastri jangan aneh-aneh ah," ujar Fatma terkekeh. Jujur saja, Fatma justru takut dengan perasaannya sendiri. "Mas Arif itu orang baik, jodohnya pasti orang baik juga. Saya nggak mau berharap banyak Mbak, cuma Allah yang tahu. Saya mah cuma orang yang banyak kekurangan."Mbak Lastri manggut-manggut, ia diam sejenak dan tampak berpikir. "Oh ya, gimana nasib mantan suamimu sekarang? Terakhir dapet kabar, katanya dia sudah resmi nikah ya?!"Fatma mengangguk, ia masih mencoba untuk makan sisa bakso yang ada di dalam mangkuknya. "Iya Mbak, udah nikah di gedung ternama. Sebuah kebahagiaan yang tentunya tidak pernah saya rasakan selama hidup dengan dia.""Yang sabar ya, orang kayak gitu mah nggak bakal awet bahagianya." Mbak Lastri mengusap lengan Fatma dengan penuh rasa peduli."Iya Mbak, terakhir aku malah mergoki si istri Mas Santoso tengah berselingkuh.""Hah? Kamu yakin?" Mata Mbak Lastri melebar, rasa antusiasnya tiba-tiba timbul
Read more
Bab 30. Pertengkaran Hebat
Wati diam cukup lama, jujur ia merasa syok dengan kehadiran Santoso yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya."Katakan padaku Wati, kenapa diam?!" Suara Santoso yang menggelegar menyadarkan lamunan Wati kala itu. Terhuyung mundur, Wati mencoba untuk menguasai dirinya yang sekarang sudah telanjur basah."Kalo iya memang kenapa?" Wati mendongakkan kepala, matanya menyorot tajam ke arah Santoso. "Apa yang kamu dengar itu adalah benar.""Kamu!" Santoso mengangkat tangan, siap menggampar wajah Wati namun urung sejenak saat sadar bahwa ia tetap tidak boleh memukul wanita dalam keadaan apa pun. "Kenapa kamu tega kepadaku?"Wati mengulas senyum tipis, ia lalu bersedekap. Seolah mendapatkan titik lemah Santoso, Wati mulai bersikap sok kuasa sekarang. "Kamu kira anak yang kukandung ini anakmu hah?! Jangan mimpi kamu Mas. Tunggu, kamu harus lihat hasil lab ini!"Wati lantas meraih tas tangan yang tergeletak di tengah ranjang. Membukanya
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status