All Chapters of Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku: Chapter 71 - Chapter 80
133 Chapters
Bab 37C
"Kenapa kamu begitu yakin untuk kita melanjutkan langkah ke jenjang pernikahan, Jar? Aku ini hanya perempuan biasa, sementara kamu … aku yakin banyak yang lebih pantas untuk bersanding denganmu."Aku menangkap nada putus asa dari caranya bicara. "Aku mencintaimu. Berharap kelak hidup bahagia dalam sebuah rumah tangga. Bagiku, kamu wanita yang istimewa, Nad. Bahkan sejak pertama kita bertemu.""Kapan itu?" sahutnya cepat. "Kita satu tempat kerja, setiap hari bertemu bukan, saat aku masih di sana?"Aku tersenyum. Jauh sebelum ia masuk ke percetakan, telah kulihat ia menolong seorang nenek yang terperosok ke dalam saluran air. Beberapa kali pula kulihat menjajakan makanan di alun-alun. Maka saat Ira merekomendasikan salah seorang teman untuk mengisi kebutuhan operator yang kosong, dan ternyata itu dia, tanpa pikir panjang langsung kuminta datang. Interview itu hanya formalitas saja. Beruntung Sabil mau diajak kerjasama."Kamu ben
Read more
Bab 38A
Aku pikir terlalu cepat merencanakan pernikahan. Rasanya masih ingin berlama-lama menikmati kesendirian sebagai seorang single yang bebas ke sana ke mari. Tapi, tak baik juga menunda-nunda kebaikan.Meski aku sadar kalau saat ini belum mencintai Fajar seutuhnya, tapi, rasa sayang padanya mulai merambati hati. Pada malam ia membawa bunga sakura itu, aku merasa mendapatkan sebuah petunjuk. Bahwa, mungkin inilah jodohku. Melihat dia yang sekarang, entah kenapa aku jadi membayangkan masa depan bersamanya. Aku hampir tak pernah berhubungan dekat dengan lawan jenis, kecuali sebatas teman biasa. Waktuku telah terkuras untuk bekerja dan memanfaatkan waktu senggang, dan itu sudah kumulai sejak masuk ke jenjang SMA. Hanya Mas Damar lah yang bisa mencuri hatiku, kala itu. Sampai kemudian, saat menemukan kecurangannya, membuat enggan menerima kehadiran orang baru untuk menggantikan dia. Aku hanya perlu waktu, dan kurasa Fajar yang berji
Read more
Bab 38B
Fajar telah menemui Mas Rudy dan ibu beberapa waktu lalu untuk melamar. Aku kembali bekerja seperti biasa, meski Fajar membujuk supaya mengajukan resign. Mbak Yuli sudah heboh begitu melihat sebuah cincin melingkar di jari manisku yang biasanya polos. "Mbak, ini beneran mau merid? Kok nggak kabar-kabar? Terus nanti masih kerja di sini, nggak? Padahal udah cocok banget satu tim sama kamu, Mbak," cecar Mbak Yuli dengan wajah mendung.Aku tersenyum melihat ibu satu anak yang selalu semangat bekerja ini. Interaksiku dengannya selama menjadi karyawan Pak Arfan telah membuat kami saling dekat layaknya saudara. Bukan hanya soal pekerjaan, dia juga sering curhat masalah pribadinya.Saat aku baru kembali dari Medan dulu, ia bercerita kalau sering merasa kesepian saat bekerja, tak ada yang diajak berbicara sambil otak-atik program. "Siapa yang kuajak tukaran nanti kalau kamu nggak di sini?" tukasnya lagi.Aku menahan senyum, tering
Read more
Bab 38C
Rupanya kabar rencana pernikahanku telah didengar oleh teman-teman di percetakan. Beberapa hari menjelang akad, Mbak Dini minta video call, lalu wajah teman-teman memenuhi layar ponselku.Bergantian mereka mengajak bicara dan mengucapkan selamat, sampai kemudian wajah Sabil muncul di layar, membuat ingatanku terhenti pada satu wajah, Mas Fatih.Wajah itu beberapa kali menyusup ke dalam mimpi. Kadang aku berharap, saat sedang berjamaah di masjid akan mendengar suaranya sebagai imam sholat seperti saat aku masih di Medan dulu. Harapan yang kemudian terhempas, saat yang terdengar olehku adalah suara yang berbeda sama sekali.Perasaan bersalah seringkali menyapaku. Merasa bersalah pada sang calon suami yang sejauh ini terlihat tulus mencintai jika keinginan tersebut muncul ke permukaan. Kadang aku berpikir, apa aku telah mendzolimi calon suamiku dengan berharap menjadi makmum dari Mas Fatih saat sedang beribadah? Seringkali terbayang wajahn
Read more
Bab 39A
"Nad, coba kamu lihat ini, siapa tau berubah pikiran."Sebuah katalog dekorasi pelaminan disodorkan padaku. Membuka beberapa lembar isinya, jujur saja aku langsung minder membayangkan menggunakan salah satunya lalu duduk di sana sebagai ratu sehari.Semua itu terlalu mewah. Biaya sewanya sudah pasti mahal. Meski Fajar telah menyanggupi, tapi, aku cukup tau diri. Aku kasihan kalau dia harus mengeluarkan banyak biaya, sedangkan kami ini masih sama-sama merintis usaha. Sama-sama karyawan juga. Sayang sekali rasanya jika menghamburkan uang hanya untuk acara sehari. "Bagaimana?" tanyanya setelah beberapa saat aku terdiam.Kusodorkan kembali katalog itu, lalu menggeleng."Terima kasih, Mas. Tapi, maaf, aku nggak suka keramaian," jawabku, membuat ia menghembuskan napas panjang."Baiklah. Nanti kita bikin yang sederhana saja kalau begitu, ya?" ucapnya dengan tetap tersenyum. Dia menepati ucapannya. Semalam, tukang dekor telah
Read more
Bab 39B
Hari telah berganti malam. Rumah ibu sudah kembali sepi, menyisakan beberapa keluarga jauh yang masih akan menginap di sini. Aku berada di kamar berdua dengan Fajar. Kamar yang sudah dihiasi mawar putih oleh tukang dekor tadi malam. Selain kamar, mereka juga menyulap ruang tamu menjadi lebih cantik dengan hiasan bunga-bunga.Kami akan menginap di sini malam ini, setelah itu baru akan ke rumah bunda keesokan harinya.Aku duduk di belakang Fajar setelah sholat Isya' berjamaah. Masih terpesona dengan suaranya yang merdu saat memimpin sholat. Rasanya masih tak percaya kalau lelaki baik ini adalah suamiku.Pemilik tinggi seratus delapan puluh centimeter itu melipat sajadah, lantas berdiri dan menyimpannya di atas meja. Aku mengikuti, lalu berdiri dengan canggung, menyadari hanya berdua dengan lelaki asing di kamar ini. "Nadira, apa aku boleh mencium keningmu?" pintanya dengan suara pelan.Aku mengangguk
Read more
Bab 39C
Jam sepuluh pagi, kami bersiap menuju kediaman orang tua Fajar. Aku mengenakan gamis pemberian Bunda, sekaligus gamis pertama yang kupunya. Gamis putih tulang dengan hiasan payet di bagian pinggang dan manset. Kerudung warna senada juga kukenakan.Pintu kamar diketuk saat aku baru selesai menyematkan bros bunga di dada sebelah kiri. Ibu muncul kemudian, karena pintu memang tak dikunci."Masya Allah, anak ibu cantik sekali," ujar ibu, saat kami bertemu pandang. Aku melengkungkan senyum."Alhamdulillah, namanya juga perempuan, Bu. Kalau laki-laki baru ganteng," sambutku dengan senyum masih tersungging."Sudah siap kamu, Ra?" tanya beliau sambil memindai penampilanku."Sudah, Bu."Aku menjawab singkat. Sebenarnya merasa aneh juga berdua dengan ibu di kamar ini. Sependek yang kuingat, ibu tak pernah melakukan ini sebelumnya.Tapi sekarang, beliau ada di sini, di depanku, menyibak kerudung. Aku terkejut tentu saja. Beliau jug
Read more
Bab 40A
Pasangan pengantin baru itu segera berkemas menyiapkan apa yang akan mereka bawa, lantas bersiap pamit pada orang tua dan keluarga Fajar.Bunda keheranan melihat anak lelakinya menenteng koper kecil dengan Nadira yang mengekor di belakangnya."Ini menantu Bunda mau dibawa ke mana?" tanya Bunda, disambut kekehan tawa oleh Fajar.Kakak dari Riana itu langsung mengambil tangan kanan sang bunda, lantas menciumnya dengan takdzim."Mau diculik dulu. Boleh, kan, Bunda?" seloroh Fajar. Nadira geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya yang sempat mengedipkan sebelah mata saat bertemu pandang dengannya.Bunda menepuk pundak Fajar, membuat lelaki itu mengaduh."Aduh! Sakit, Bunda," ucap Fajar sambil meringis."Bicara yang bener. Enak aja mau nyulik anak orang," ucap Bunda mendelik, lalu mendekati Nadira yang tersenyum-senyum melihat ibu dan anak yang seperti teman akrab."Nadira, makan dulu sebelum pergi, ya?" ajak bun
Read more
Bab 40B
POV Nadira"Mau sate kelinci, nggak?"Aku mengerjap. Kami baru saja sampai di lereng Merapi, dan ia menawarkan sesuatu yang membuat perutku seperti digelitik puluhan kupu-kupu."Kelinci yang lucu itu, disate?" tanyaku, mengulang tawarannya. Lelaki berhidung bangir itu tertawa, lalu mengacak kerudung yang membungkus kepalaku."Iya. Mau nyobain, nggak? Enak, loh," tawarnya lagi.Aku menggeleng cepat, membuat ia kembali terkekeh. Aku jadi teringat obrolan Riana sebelum kami berangkat ke sini. Jadi, makanan itu beneran ada? Kasihan sekali kelinci itu. Hem, aku jadi ingat dengan kelinciku yang dulu hilang waktu dilepas di kebun belakang rumah ibu."Boleh pesen mi instan aja nggak, sih?" tawarku. Dingin begini, paling sedap nyerutup mi instan berkuah. Rasanya, itu lebih baik daripada menyantap menu yang ditawarkan barusan. Belum tentu juga aku bisa menelannya nanti. Nggak tega."Lah, sudah jauh ke sini masa makannya
Read more
Bab 40C
Menghabiskan masa cuti dua Minggu, aku harus kembali ke Surabaya. Mas Fajar masih mengijinkan aku bekerja di sana meski dengan berat hati, karena kami harus terpisah oleh jarak.Aku sangat bersyukur ia menepati ucapannya untuk membiarkan aku bekerja seperti sedia kala. Rupanya jarak yang memisahkan, membuat kami semakin sayang satu sama lain, karena rindu juga semakin menggunung.Lelaki bertubuh tinggi tegap itu akan datang di akhir pekan ke kosku, melepas rindu, lalu mengajakku jalan-jalan di hari Minggu. Di lain waktu, gantian aku yang pulang, lalu ia sambut dengan sukacita.Sampai di bulan yang sama tahun berikutnya, waktu untuk bertemu semakin sedikit seiring bertambahnya pekerjaan yang harus diselesaikan.Aku memaklumi, pasti lelah menempuh perjalan semalaman bolak-balik. Belum lagi pekerjaan sepanjang Minggu yang menjadi tanggung jawabnya. Sampai kemudian, teguran kudapat dari ibu kosku."Masih penganten baru, mestinya lagi anget-an
Read more
PREV
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status